Avianti Armand
Avianti Armand (lahir 12 Juli 1969) adalah seniman berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal melalui sejumlah karyanya berupa fiksi dan puisi yang dipublikasikan di beberapa media massa. Avianti Armand merupakan salah satu penerima Penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa untuk kategori Puisi melalui karyanya, Perempuan yang Dihapus Namanya, pada tahun 2011[1][2][3][4][5] dan Museum Masa Kecil, pada tahun 2018. Selain menulis, dia juga berprofesi sebagai arsitek. Latar BelakangAvianti Armand lahir di Jakarta, 12 Juli 1969. Sejak usia muda, dia sudah mengakrabi dunia kesenian dengan menulis karya sastra berupa fiksi dan puisi yang dipublikasikan di berbagai media massa. Selain menulis, Avianti Armand juga berprofesi sebagai arsitek sejak tahun 1992. Disain rumah tinggalnya, bahkan memenangi Penghargaan IAI (Ikatan Arsitek Indonesia), pada tahun 2008. Pada tahun 2010 dia menggagas bengkel kerja dan pameran arsitektur dan kota bertajuk Ruang Tinggal Dalam Kota yang diselenggarakan di Komunitas Salihara. Tahun itu pula dia ditunjuk sebagai kurator Pameran Arsitek Muda Indonesia. Pada tahun 2014, Avianti Armand memimpin tim kurator untuk Paviliun Indonesia dalam perhelatan pameran arsitektur internasional, Venice Architecture Biennale, dengan tema Craftsmanship: Material Consciousness. Tahun berikutnya, 2015, Avianti Armand mengetuai Komite Desain di pameran buku internasional Frankfurt dań menjadi salah satu kurator untuk pameran arsitektur Indonesia di Museum Arsitektur Jerman (Deutsches Architekturmuseum), Frankfurt, dengan tema Tropicality: Revisited. Sejak tahun 2008, produktivitas Avianti di dunia tulis-menulis semakin meningkat. Kumpulan cerita pendeknya yang pertama, terbit tahun 1999 dengan judul Negeri Para Peri. Salah satu cerita dalam buku tersebut memenangi Penghargaan Cerpen Terbaik Kompas pada tahun 2009. Kumpulan cerita pendeknya yang lain adalah Kereta Tidur. Kumpulan puisinya yang berlatar belakang kitab suci Perjanjian Lama berjudul Perempuan yang Dihapus Namanya, terbit tahun 2010 dan memenangi Penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa untuk kategori Puisi, bersama Nirwan Dewanto melalui karyanya, Buli-Buli Lima Kaki (puisi), pada tahun 2011. Kumpulan puisinya yang lain adalah Buku Tentang Ruang dan Museum Masa Kecil, yang memenangi penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa 2018. Terakhir ia menulis seri cerita anak, dalam dua bahasa, yang bertujuan mengajarkan empati sejak dini. Empat buku telah terbit dałam seri empati tersebut: Daddy Has A Secret, One Hair One Angel, Granny Loves To Dance, dan He Says The Nicest Thing. Selain buku sastra, ia juga menulis kolom arsitektur yang dikumpulkan dalam buku Arsitektur yang Lain. Pada tahun 2015, ia menginisiasi program Toilet Publik di Ruang Publik yang mengajak arsitek-arsitek di Jakarta untuk mendesain secara gratis toilet di ruang publik. Insiatif ini membuat ia mendapat kesempatan untuk berkontribusi mengkoordinir 11 konsultan arsitek untuk mendesain 123 RPTRA (Ruang Publik Terpadu Ramah Anak) di seluruh pelosok Jakarta di tahun 2016. Avianti Armand adalah Asian Cultural Council Fellow 2016 untuk riset dan survey ekstensif tentang museum dan arsip arsitektural di Amerika Serikat. Tahun 2017, bersama Setiadi Sopandi, Nadia Purwestri, dan Ria Febrian, ia mendirikan Museum Arsitektur Indonesia, dengan laman virtual arsitekturindonesia.org – sebuah repositori arsip arsitektur tentang arsitektur Indonesia. Sejak 2020 hingga 2023, Avianti Armand menjadi anggota Komite Sastra Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), dan menginisiasi situs kritik sastra tengara.id. Lihat pulaReferensi
|