Atkins (perusahaan)
Atkins adalah sebuah penyedia jasa rekayasa, desain, perencanaan, desain arsitektural, manajemen proyek, dan konsultansi multinasional asal Britania Raya. Perusahaan ini merupakan anak usaha dari SNC-Lavalin dan berkantor pusat di London. Perusahaan ini didirikan dengan nama WS Atkins & Partners oleh Sir William Atkins pada tahun 1938. Perusahaan ini tumbuh pesat pasca Perang Dunia II, dengan menyediakan jasa perencanaan perkotaan, ilmu rekayasa, arsitektur, dan manajemen proyek. Perusahaan ini resmi melantai di London Stock Exchange pada tahun 1996, dan nama perusahaan inipun diubah menjadi WS Atkins plc, lalu kembali diubah menjadi Atkins pada tahun 2002. Walaupun awalnya fokus di Britania Raya, Atkins kini telah berekspansi ke luar Britania Raya, serta berekspansi ke berbagai sektor baru, antara lain dirgantara dan kereta cepat. Pada tahun 2016, Atkins merupakan penyedia jasa konsultansi rekayasa terbesar di Britania Raya dan penyedia jasa desain terbesar kesebelas di dunia.[2] Perusahaan ini mempekerjakan sekitar 18.000 staf di 300 kantornya yang tersebar di 29 negara dan telah mengerjakan proyek di lebih dari 150 negara. Motto perusahaan ini adalah "Plan, Design, Enable". Pada bulan Juli 2017, Atkins diakuisisi oleh SNC-Lavalin dengan harga £2,1 milyar.[3][4] SejarahPerusahaan ini didirikan dengan nama WS Atkins & Partners oleh William Atkins pada tahun 1938.[5][6] Perusahaan ini bukan merupakan satu-satunya bisnis Atkins, karena sebelumnya ia juga mengakuisisi London Ferro-Concrete. Ia pun aktif mengelola kedua perusahaan tersebut hingga tahun 1950.[7] Perusahaan ini kemudian membuka kantor pertamanya di Westminster, London, dan fokus menyediakan jasa konsultansi dan desain rekayasa sipil dan struktural.[5][6] Selama Perang Dunia II, perusahaan ini terkenal berkat kecakapannya dalam mengerjakan proyek rekayasa kompleks, walaupun mendapat tekanan dan batasan akibat perang. Atkins antara lain mengembangkan turet anti-pesawat pada saat itu.[5] Pasca Perang Dunia II, perusahaan ini tumbuh pesat untuk mendukung upaya rekonstruksi pascaperang, dengan menyediakan jasa perencanaan perkotaan, ilmu rekayasa, arsitektur, dan manajemen proyek.[6][7] Pada tahun 1945, Atkins diundang untuk memberi konsultasi mengenai rencana ekspansi Port Talbot Steelworks dan kemudian ditunjuk sebagai perekayasa desain sipil dan struktural untuk proyek tersebut. Pada tahun 1950, Atkins memutuskan untuk berhenti menjadi kontraktor, dan memilih untuk fokus menyediakan jasa rekayasa desain dan manajemen proyek.[5] Selama dekade 1950-an, perusahaan ini terlibat dalam rekayasa PLTN Berkeley, yang merupakan PLTN pertama di Britania Raya yang listriknya hanya akan dipasok ke masyarakat sipil. Perusahaan ini kemudian terus aktif di sektor nuklir, baik di Britania Raya maupun di luar Britania Raya.[5] Pada dekade 1960-an, Atkins merancang terowongan yang akan digunakan oleh jaringan kereta bawah tanah Toronto. Selama dekade 1970-an, perusahaan ini mendukung konstruksi Pembangkit Listrik Drax, pembangkit listrik terbesar di Britania Raya.[5] William Atkins menjabat sebagai chairman perusahaan ini hingga ia pensiun pada tahun 1982.[5][6] Pada tahun 1996, WS Atkins resmi melantai di London Stock Exchange dan mengubah namanya menjadi WS Atkins plc. Pada tahun yang sama, perusahaan ini juga mengakuisisi Faithful+Gould, sebuah penyedia jasa konsultansi manajemen proyek dan biaya.[8] Selama dekade 1980-an dan awal dekade 1990-an, Atkins memainkan peran penting dalam proses rekayasa Terowongan Channel, yang merupakan terowongan bawah laut terpanjang di dunia.[5][9] Selama akhir dekade 1990-an, WS Atkins mengerjakan hotel Burj al Arab yang akhirnya selesai pada tahun 1999.[10] Pada tahun 2002, perusahaan ini mulai berbisnis dengan nama Atkins. Pada tahun yang sama, perusahaan ini juga membeli Hanscomb, sebuah penyedia jasa konsultansi konstruksi.[11] Selama awal dekade 2000-an, perusahaan ini mengalami kesulitan keuangan, sehingga harga sahamnya turun menjadi £0,5 pada tahun 2002. CEO Robin Southwell dan Direktur Keuangan Ric Piper kemudian mengundurkan diri.[12] Keith Clarke yang sebelumnya bekerja di Skanska pun ditunjuk sebagai CEO baru.[13] Atkins merupakan salah satu dari lima pemegang saham Metronet, penyedia jasa perawatan untuk London Underground yang akhirnya bangkrut pada tahun 2007.[14] Pada tahun 2009, Atkins ditunjuk sebagai penyedia jasa desain rekayasa resmi untuk Olimpiade Musim Panas 2012. Perusahaan inipun menyediakan jasa desain bangunan, rekayasa sipil, rekayasa struktur, akustik, rekayasa perlindungan api, dan aksesibilitas.[15][16] Karena melemahnya ekonomi akibat Resesi Besar, Atkins pun memberhentikan sekitar 3.000 stafnya mulai bulan April 2009 hingga bulan Februari 2011. Walaupun begitu, jumlah pegawainya relatif tidak berkurang, karena perusahaan ini juga mengakuisisi PBS&J asal Amerika pada bulan Agustus 2010.[17][18] Pembelian PBS&J asal Florida pun dilihat sebagai langkah yang cukup berani dari Atkins untuk berekspansi ke Amerika Utara.[19] Walaupun secara tradisional tidak berbisnis di sektor dirgantara, Atkins kemudian memutuskan untuk berekspansi ke sektor tersebut. Perusahaan inipun menjalin hubungan dengan Rolls-Royce Holdings dan Airbus.[16][20] Proyek dirgantara besar pertama yang dikerjakan oleh perusahaan ini adalah menganalisis tekanan pada sayap yang dirancang untuk Airbus A380. Perusahaan ini kemudian mengerjakan proyek serupa untuk sayap yang dirancang untuk Airbus A320, Airbus A350 XWB, dan Airbus A400M Atlas. Atkins pun diberitakan akan berekspansi ke Amerika Utara, terutama untuk melayani Boeing dan rantai pasoknya.[16] Pada tahun 2011, sekitar 500 staf Atkins di seluruh dunia bekerja di sektor dirgantara. Direktur Atkins, Neil Kirk menyatakan bahwa perusahaan ini berencana mengembangkan dan menggandakan omset yang didapat dari sektor dirgantara dalam waktu tiga hingga empat tahun ke depan.[16] Atkins juga aktif di bisnis rekayasa kereta cepat.[21] Perusahaan ini pun memperkirakan bahwa jaringan kereta cepat di Eropa akan berkembang tiga kali lipat antara tahun 2008 dan 2020.[22] Pada tahun 2001, Strategic Rail Authority Britania Raya menunjuk Atkins untuk melakukan studi kelayakan mengenai bisnis dan dampak dari kereta cepat.[23] Pada bulan Januari 2011, sebuah konsorsium yang dipimpin oleh Atkins ditunjuk untuk merekayasa jalur kereta cepat sepanjang 180 km dari Copenhagen ke perbatasan Jerman.[24] Pada bulan April 2019, perusahaan ini ditunjuk untuk merencanakan jalur kereta cepat pertama di Swedia.[25] Pada bulan Juni 2011, Atkins mengumumkan bahwa mereka membeli bisnis minyak dan gas dari Pöyry asal Finlandia dengan harga €17,25 juta. Sekitar 130 staf dari kantor Pöyry di Perth, Stavanger, dan Aberdeen pun diintegrasikan ke unit Energi dari Atkins.[26] Pada bulan Oktober 2014, perusahaan ini mengakuisisi Houston Offshore Engineering asal Houston dengan harga £45 juta. Dengan akuisisi tersebut, jumlah pegawai Atkins di seluruh dunia yang ahli di bidang minyak dan gas pun mencapai lebih dari 1.000 orang.[27] Pada tahun yang sama, Atkins mengajukan tawaran untuk membeli Parsons Brinckerhoff dari Balfour Beatty, namun akhirnya dikalahkan oleh tawaran dari WSP Global.[28] Pada bulan April 2016, perusahaan ini mengumumkan akuisisi terhadap segmen Proyek, Produk, dan Teknologi (PP&T) dari EnergySolutions dengan harga £206 juta. Dengan akuisisi tersebut, jumlah pegawai Atkins yang ahli di bidang nuklir pun mencapai lebih dari 2.000 orang.[29] Pada bulan April 2017, Atkins menerima tawaran senilai £2,1 milyar dari SNC-Lavalin asal Kanada. Pada tanggal 21 April 2017, diumumkan bahwa tawaran tersebut telah diterima,[30] dan akhirnya disetujui oleh para pemegang saham Atkins pada bulan Juni 2017. Persetujuan tersebut bersamaan dengan diberhentikannya 92 orang pegawai di divisi infrastruktur dari Atkins.[31] Akuisisi tersebut akhirnya selesai pada tanggal 3 Juli 2017, dan Atkins pun menjadi sektor bisnis kelima dari SNC-Lavalin.[32] Atkins kemudian menarik diri dari London Stock Exchange pada tanggal 4 Juli 2017.[33] Selama pandemi COVID-19 di Britania Raya, Atkins mengumumkan bahwa mereka memberhentikan sekitar 280 pegawainya di divisi infrastruktur, karena terjadinya "ketidakpastian yang belum pernah ada" di sektor infrastruktur dan diperkirakan tidak akan pulih "dalam jangka pendek atau menengah".[34] Referensi
Pranala luar |