Asosiasi bebas (psikologi)

Teknik asosiasi bebas

Asosiasi bebas adalah teknik yang digunakan dalam terapi psikoanalisis.[1] Teknik ini menuntut klien untuk mengatakan segala sesuatu yang muncul dalam kesadarannya dengan leluasa, tanpa perlu berusaha membuat uraian yang logis, teratur dan penuh arti.[2] Teknik ini dikembangkan oleh Sigmund Freud setelah mempelajari teknik baru yang telah digunakan oleh teman dan koleganya yakni Dr. Joseph Breuer dalam merawat klien kasus histeria.[2] Terapi psikoanalisis menggunakan asosiasi bebas untuk mengungkap alam bawah sadar klien terhadap suatu perilaku yang dianggap klien mengganggu atau yang menurut orang lain menyimpang.[3]

Sejarah penemuan

Sigmund Freud, penemu teknik asosiasi bebas

Pada awalnya, Joseph Breuer yang merupakan kolega Sigmund Freud melakukan terapi bicara melalui katarsis.[4] Klien ketika terapi katarsis mengungkapkan hal-hal yang emosional secara spontan, bebas, tanpa hambatan dan dibicarakan dalam keadaan hipnosis.[4] Klien juga diberikan sugesti-sugesti agar bersedia untuk terbuka dan menceritakan keluhan-keluhannya.[4] Hal ini menjadi perbedaan yang mencolok dengan Sigmund Freud karena Sigmund Freud melakukan pembicaraan dengan klien tidak dilakukan dalam keadaan hipnosis, melainkan klien dalam keadaan sadar, dan dengan tindakan aktif.[4] Pada tahun 1884, Sigmund Freud berpisah dengan Joseph Breuer.[4] Setelah itu Sigmund Freud semakin memperhatikan alam ketidaksadaran dan melakukan analisis-analisis mengenai dasar-dasar timbulnya neurosis.[4]

Pada tanggal 30 Maret 1896, muncul istilah psikoanalisis yang mendasarkan pada pernyataan Sigmund Freud bahwa dengan psikoanalisis dilakukan upaya untuk mempengaruhi proses-proses psikologis dengan cara psikologis.[4] Dalam melakukan kegiatan psikoanalisis, Sigmund Freud tidak lagi memakai teknik hipnosis.[4] Demikian pula dalam menghadapi kasus-kasus histeria, ia mulai memakai teknik asosiasi bebas, yakni teknik yang kemudian menjadi dasar dari psikoanalisis.[4]

Sigmund Freud menemukan teknik asosiasi bebas setelah ia melihat bahwa beberapa dari kliennya tidak bisa dihipnosis atau tidak memberikan tanggapan terhadap sugesti atau pertanyaan yang diberikan.[4] Hal ini kemudian mendorongnya untuk menemukan cara lain agar klien bisa dipengaruhi untuk mengemukakan hal-hal atau peristiwa-peristiwa yang diingatnya.[4] Salah seorang klien Sigmund Freud yang bernama Elizabeth von R. mengemukakan kepada Sigmund Freud bahwa dengan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Sigmund Freud justru menghambat kelancaran untuk mengemukakan pikiran-pikirannya.[4] Dalam teknik ini, Sigmund Freud juga melatih diri untuk lebih banyak membiarkan klien berbicara tanpa diarahkan.[4] Itulah permulaan dari teknik psikoanalsis yang kemudian dipelajari dan dikembangkan oleh para ahli.[4]

Prosedur awal

Teknik asosiasi bebas dilakukan setelah wawancara-wawancara pendahuluan oleh terapis.[5] Setelah itu klien diberi sebuah kata dan diminta oleh terapis untuk menjawab dengan kata pertama yang muncul di dalam pikiran.[3] Peranan terapis pada teknik ini bersifat pasif.[5] Terapis duduk dan mendengarkan, kadang-kadang mendorong klien dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan bila klien kehabisan kata-kata.[5] Ketika sedang asosiasi bebas, terapis tidak melakukan interupsi bila klien sedang berbicara.[5] Dengan melaporkan segala sesuatu tanpa ada yang disembunyikan, klien terhanyut bersama segala perasaan dan pikirannya.[5] Untuk meminimalisasikan pengaruh gangguan dari luar, klien diminta untuk berbaring di atas dipan dalam ruangan yang tenang.[5] Posisi terapis duduk berada di belakang klien agar tidak mengalihkan perhatian klien ketika berbicara, yakni pada saat asosiasi-asosiasinya mengalir dengan jelas.[5]

Interpretasi

Selama asosiasi bebas berlangsung, tugas terapis adalah mengenali tanda-tanda yang direpresikan dan dikurung dalam ketidaksadaran.[5] Urutan asosiasi bebas yang dikemukakan oleh klien membantu terapis memahami hubungan-hubungan yang dibuat oleh klien di antara peristiwa-peristiwa yang dialaminya.[5] Hambatan-hambatan yang dilakukan klien terhadap asosiasi-asosiasi merupakan tanda adanya kecemasan.[5] Terapis menginterpretasikan tanda tersebut dan menyampaikannya kepada klien.[5] Lalu terapis membantu membimbing klien ke arah pemahaman terhadap dinamika-dinamika yang mendasarinya dan yang tidak disadari oleh klien.[5] Asosiasi-asosiasi yang dikemukakan oleh klien dicatat oleh terapis sedikit demi sedikit.[5] Perasaan-perasaan yang meskipun tampak tidak berhubungan, tidak logis, dan urutan waktunya salah secara emosional tetap akan saling berhubungan.[5] Dari wawancara pendahuluan yang sudah dilakukan terapis dan observasi terhadap klien melalui pengalaman terapi, terapis akan mengetahui makna dari asosiasi-asosiasi yang diungkapkan oleh klien.[5]

Referensi

  1. ^ (Indonesia)Guze, Barry (1994). Melfiawati Setio, ed. Buku Saku Psikiatri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. hlm. 549. ISBN 979-448-348-6. 
  2. ^ a b (Indonesia)Hall, Calvin S. (1993). A.Supratiknya, ed. Teori-Teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta: Penerbit Kanisius. hlm. 100. ISBN 979-497-001-8.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "asosiasi bebas" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  3. ^ a b (Indonesia)Reber, Arthur S. (2010). Yudi Santoso, ed. Kamus Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hlm. 75. ISBN 978-602-8764-26-1.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "terapi asosiasi bebas" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m n Singgih D., Gunarsa (2007). Staf Redaksi BPK Gunung Mulia, ed. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. hlm. 166. ISBN 978-979-415-923-1.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "sejarah asosiasi bebas" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  5. ^ a b c d e f g h i j k l m n o Semiun, Yustinus (2007). Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. hlm. 189. ISBN 979-21-1127-1.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "metode asosiasi bebas" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
Kembali kehalaman sebelumnya