Asmara Moerni
Asmara Moerni adalah film romansa Hindia Belanda (sekarang Indonesia) tahun 1941 yang disutradarai Rd. Ariffien dan diproduseri Ang Hock Liem untuk Union Film. Ditulis oleh Saeroen, film ini mengisahkan seorang dokter yang jatuh cinta dengan pembantunya sekaligus perjalanan cinta si pembantu yang kandas dengan seorang pria desa. Film ini dibintangi Adnan Kapau Gani, Djoewariah, dan S. Joesoef. Film hitam putih ini dibuat dan diiklankan untuk menargetkan kaum pribumi terdidik yang jumlahnya terus bertambah. Meski tanggapannya beragam, film ini sukses secara komersial. Film ini kemungkinan hilang dari peredaran. AlurSetelah empat tahun kerja tetap di Singkawang, Kalimantan, dr. Pardi (Adnan Kapau Gani) pulang ke Jawa untuk membuka praktik. Sebelumnya, ia mengunjungi Cigading untuk menjenguk keluarganya dan memberikan oleh-oleh. Setibanya di sana, ia terkejut melihat pembantu keluarganya, Tati (Djoewariah), yang pernah menjadi teman masa kecilnya, tumbuh menjadi wanita yang dewasa dan jelita. Ia diam-diam mulai perhatian kepada Tati tanpa memberitahu alasannya. Setelah ibu Pardi menyuruhnya untuk segera menikah, ia menolak semua usulan calon istrinya. Pardi mengatakan bahwa ia sudah memikirkan seseorang, karena ia sadar ibunya tidak akan mengakui pernikahan antarkelas dengan si pembantu tadi. Tunangan Tati, Amir (S. Joesoef), cemburu dengan semua perhatian yang didapatkan Tati sehingga Tati tidak bisa meluangkan waktu untuknya. Ia berencana meninggalkan Cigading untuk mencari kerja di Batavia (sekarang Jakarta). Tati bergabung dengannya setelah mengetahui rencananya. Tati tinggal di rumah bibinya dan menjadi buruh cuci sambil belajar mengendarai becak dengan seorang pria setempat. Mereka sama-sama menabung untuk pernikahannya. Tanpa sepengetahuan mereka, Pardi mempersingkat kunjungannya di Cigading karena hendak pindah ke Batavia untuk mencari kerja dan menemukan Tati. Beberapa hari sebelum pernikahan berlangsung, Amir sedang memainkan serulingnya ketika ia dikunjungi penyanyi bernama Miss Omi. Omi memintanya bergabung dengan grup sandiwaranya dalam tur internasional. Amir menolak sekalipun sudah dibayari untuk mengajak Omi keliling kota. Setelah menurunkan Omi, Amir didekati seorang pria yang memintanya mengirim paket. Sayangnya, sebelum mengirimkannya Amir keburu ditangkap dan dituduh menyelundupkan opium. Amir tidak kunjung kembali dan Tati bersama bibinya pun khawatir. Karena Tati sempat melihat Amir bersama Omi, ia takut keduanya kawin lari. Sakit hati, Tati pun berencana pulang ke Cigading. Ketika ia dan bibinya mengunjungi bos mereka, Abdul Sidik, mereka tidak sadar telah melewati Pardi, dokter pribadi Abdul Sidik. Sepulangnya ke rumah, Pardi menghubungi Abdul Sidik dan memintanya membawa Tati dengan alasan ia adiknya dan akan mendidiknya. Tati adalah orang yang cepat belajar dan langsung sejajar dengan wanita dari keluarga kaya manapun. Setelah 18 bulan ditahan tanpa diadili, Amir dinyatakan tidak bersalah dan kembali ke Batavia. Ia tidak mampu menemukan Tati sehingga ia terpaksa menelusuri jalanan. Omi melihatnya dan lagi-lagi memintanya untuk bergabung dengan grup sandiwaranya. Amir sepakat dan surat kabar pun langsung dipenuhi iklan yang mengusung namanya. Melihat iklan tersebut, Tati dan Abdul Sidik pergi menonton sebuah pertunjukan dan mengetahui Amir menjadi korban kecelakaan lalu lintas. Di rumah sakit, tempat Amir dirawat oleh Pardi, Tati mengetahui kebenaran di balik hilangnya Amir. Di pembaringannya, Amir berpesan agar Pardi menjaga Tati. Keduanya kemudian menikah.[a] ProduksiAsmara Moerni disutradarai Rd. Ariffien, mantan jurnalis yang sempat aktif di gerakan buruh dan nasionalis sebelum merambah dunia teater.[1] Ia bergabung denganUnion Film – perusahaan produser Asmara Moerni – pada tahun 1940 dan mengawali karier perfilmannya di Harta Berdarah.[2] Pimpinan Union Ang Hock Liem menjadi produser Asmara Moerni,[3] sedangkan ceritanya dikarang oleh jurnalis Saeroen.[4] Saeroen bergabung dengan Union Films setelah Terang Boelan (1937) besutan Albert Balink menuai sukses di pasaran dan bekerja di rumah produksi Tan's Film.[5] Film hitam putih ini dibintangi Adnan Kapau Gani, Djoewariah, dan S. Joesoef.[6] Gani dan Joesoef baru pertama kali main film,[7] sementara Djoewariah sudah bekerja untuk Union sejak terlibat dalam Bajar dengan Djiwa pada tahun sebelumnya.[8] Waktu itu muncul pemikiran untuk menarik kaum pribumi terdidik yang mengenyam pendidikan di sekolah pemerintah kolonial Belanda dan meyakinkan mereka untuk menonton film-film dalam negeri. Film dalam negeri secara umum dianggap berkualitas rendah dibandingkan film impor Hollywood.[9] Kualitas rendah ini sebagian diakibatkan oleh banyaknya aktor teater. Karena itu, Ariffien mengundang Gani yang waktu itu merupakan dokter dan anggota penting gerakan nasionalis untuk bermain di film ini. Meski sejumlah pihak nasionalis menganggap keterlibatan Gani di Asmara Moerni melecehkan gerakan kemerdekaan, Gani menganggap hal ini diperlukan. Ia percaya para penonton perlu menghargai film-film buatan dalam negeri.[10] Rilis dan tanggapanAsmara Moerni tayang perdana tanggal 29 April 1941 di Orion Theatre, Batavia. Penontonnya didominasi pribumi dan etnis Tionghoa.[11] Film untuk semua umur ini menekankan pendidikan Gani (ia memang bekerja sebagai dokter) dan latar belakang elit Joesoef.[12] Film ini juga disebut-sebut melawan standar teater panggung konvensional seperti musik yang selalu menghiasi industri film waktu itu.[12] Per Agustus 1941, film ini ditayangkan di Singapura, bagian dari Negeri-Negeri Selat, dan dijuluki "drama Melayu modern".[13] Novelisasinya diterbitkan tahun 191 oleh Kolff-Buning yang berpusat di Yogyakarta.[14] Film ini sukses besar,[10] namun tanggapannya beragam. Ulasan anonim di Bataviaasch Nieuwsblad menyebut film ini "menarik" (boeiend) disertai akting yang bagus,[11] tetapi ulasan lain di koran yang sama menyebutkan bahwa klaim film yang meninggalkan standar panggung hanya ditanggapi layaknya "sejumput garam".[b][15] Ulasan di Soerabaijasch Handelsblad mengomentari banyaknya drama di film ini dan menyebutnya sebagai "motif Barat yang dimainkan di lingkungan pribumi dengan suasana Sunda"[c][4] PengaruhSetelah Asmara Moerni, Union memproduksi empat film lain[16] tetapi hanya satu yang disutradarai Rd. Ariffien, Wanita dan Satria. Ia dan Saeroen mengundurkan diri tidak lama kemudian.[17][18] Gani tidak lagi terlibat di dunia perfilman,[10] namun kembali ke pergerakan nasional. Sepanjang Revolusi Nasional Indonesia (1945–49), ia dikenal sebagai penyelundup, dan setelah kemerdekaan ia diangkat menjadi menteri kabinet.[19] Pada bulan November 2007, Gani mendapatkan gelar Pahlawan Nasional Indonesia.[20] Djoewariah terus berakting sampai 1950-an, lalu pindah ke dunia teater setelah perannya di perfilman semakin sedikit.[8] Film ini bisa jadi tergolong film hilang. Antropolog visual Amerika Serikat Karl G. Heider menulis bahwa semua film Indonesia yang dibuat sebelum 1950 tidak diketahui lagi keberadaan salinannya.[21] Akan tetapi, Katalog Film Indonesia yang disusun JB Kristanto menyebutkan beberapa film masih disimpan di Sinematek Indonesia dan Biran menulis bahwa sejumlah film propaganda Jepang masih ada di Dinas Informasi Pemerintah Belanda.[22] Lihat pulaWikimedia Commons memiliki media mengenai Asmara Moerni. Catatan penjelasReferensi
Kutipan
|