Arnoldus Laurens Weddik
Arnoldus Laurens Weddik (7 Maret 1807 – 5 September 1867) adalah mantan Gubernur Borneo dan Komisaris Inspektur untuk Borneo dan Riau-Lingga.[1] Selain itu, dia juga sempat bertugas sebagai asisten residen di Buitenzorg dan residen di Air Bangis. Awal kehidupan dan karirWeddik lahir di Amsterdam pada tanggal 7 Maret 1807. Dia lahir dari pasangan Theodorus Johannes Weddik dan Maria Lublink.[2] Ayahnya adalah seorang pengusaha yang tinggal di Norwegia dan pemilik firma Weddik & Wendel.[3] Kakeknya, Laurens Weddik, berasal dari Norwegia.[4] Adapun ibunya merupakan putri dari Johannes Lublink, seorang anggota dewan di Republik Bataaf dan pengusaha tembakau yang terkemuka.[5] Dia dibaptis pada tanggal 13 Maret sebagai anggota Gereja Lutheran.[6] Dia mengawali karirnya sebagai seorang taruna laut (adelborst atau kadet ter zee) di Angkatan Laut Belanda setidaknya sejak tahun 1825.[2][7] Sebagai taruna, Weddik ditugaskan di Angkatan Laut Kolonial yang beroperasi di Hindia Belanda.[8] Sebagai birokratWeddik diangkat menjadi asisten residen di Buitenzorg pada tahun 1838 dan menjabat selama dua tahun. Dia menjabat sebagai residen di Air Bangis sekaligus pengawas tinggi (hoofdgecommitteerde) Tanah Batak saat Eduard Douwes Dekker ditugaskan menjadi kontrolir di Natal pada tahun 1842. Semasa bertugas di Tanah Batak, dia memerintahkan para pegawainya untuk melakukan penelitian mengenai berbagai aspek, seperti geografi dan adat istiadat setempat.[9] Pada tanggal 23 Maret 1843, dia diberhentikan oleh Gubernur Pesisir Barat Sumatra, Andreas Victor Michiels, karena melakukan tindak penyalahgunaan wewenang.[3] Weddik kemudian menjabat sebagai Komisioner Inspektur untuk wilayah Borneo dan Riau-Lingga pada tahun 1844, sebelum diangkat menjadi Gubernur Borneo dan Dependensinya (Borneo en Onderhoorigheden).[10] Pada tanggal 11 Oktober 1844, Weddik menandatangani kontrak dengan penguasa Kutai, Sultan Aji Muhammad Salehuddin.[11] Dia juga mengirim surat kepada para penguasa Bulungan, Sambaliung, dan Gunung Tabur yang berisi pengakuan status mereka sebagai negara protektorat Belanda.[12] Pada tahun 1847, Weddik mengunjungi Maluku untuk memetakan wilayah Maluku yang dikuasai Belanda. Dia kemudian menyusun sebuah laporan yang selesai pada tahun berikutnya. Dalam laporan tersebut, ditegaskan bahwa wilayah klaim Tidore di Papua lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya. Klaim tersebut kini mencakup pesisir utara Papua, mulai dari Sorong di Barat hingga Teluk Humboldt (kini Teluk Yos Sudarso) di timur.[13] Weddik menyatakan bahwa laporannya bersumber dari pernyataan para kepala suku di pesisir utara, tetapi tidak menyebutkan siapa. Ada kemungkinan bahwa satu-satunya kepala suku yang menjadi sumbernya adalah kepala suku (sangaji) di Gebe. Selain itu, klaim tersebut berdasarkan pada surat yang dibuat oleh sultan Tidore atas permintaan Weddik sendiri.[13][14] Pada tahun 1849, Weddik ditugaskan sebagai Pejabat Sekretaris Jenderal Departemen Koloni. Tak lama kemudian, dia diangkat menjadi Sekretaris Jenderal. Pada tahun 1854, dia diangkat menjadi anggota luar biasa Dewan Negara (Raad van State).[10] Akhir kehidupan dan kehidupan pribadiWeddik meninggal dunia pada tanggal 5 September 1867 di Arnhem pada usia 60 tahun.[15] Lima tahun sebelum kematiannya, dia menikah dengan keponakannya sendiri, Maria Nicoletta Theodora Lublink Weddik. Maria merupakan putri dari Bartholomeus Theodorus Lublink Weddik, seorang pendeta Lutheran sekaligus kakak dari Arnoldus.[16] Referensi
Daftar Pustaka
|