Antiokhos XI Epifanis
Antiokhos XI Epifanis Filadelfos (bahasa Yunani Koine: Ἀντίοχος ΙΑ΄ Ἐπιφανής Φιλάδελφος, translit. Antíokhos XI Epifanís Filádelfos; meninggal 93 SM) adalah seorang Raja Seleukia yang berkuasa antara 94 dan 93 SM pada periode Helenistik. Ia adalah putra dari pasangan Antiokhos VIII dan istrinya Trifaena. Saat Antiokhos XI masih kecil, berlangsung perang saudara tanpa henti antara ayahnya dengan pamannya, Antiokhos IX. Konflik tersebut berakhir dengan terbunuhnya Antiokhos VIII, dan Antiokhos IX kemudian menguasai ibu kota Seleukia, Antiokhia. Kakak Antiokhos XI yang menguasai wilayah barat Kilikia, Seleukos VI, memimpin pasukan melawan pamannya dan berhasil mengalahkannya. Antiokhos IX tewas dan Seleukos VI lalu merebut Antiokhia. Akan tetapi, putra Antiokhos IX, Antiokhos X kemudian berhasil mengusir Seleukos VI keluar dari Antiokhia dan sesudah itu Seleukos VI tewas pada tahun 94 SM. Setelah kematian Seleukos VI, Antiokhos XI menyatakan dirinya sebagai raja bersama dengan saudara kembarnya Filipos I. Catatan sejarah kuno yang diragukan kebenarannya (mungkin bertentangan dengan bukti-bukti arkeologis) meriwayatkan bahwa tindakan pertama Antiokhos XI adalah membalaskan dendam mendiang saudaranya dengan menghancurkan Mopsuestia di Kilikia, karena kota tersebut bertanggung jawab atas kematian Seleukos VI. Antiokhos XI mengambil alih Antiokhia pada 93 SM, suatu peristiwa yang tidak disebutkan oleh sejawaran-sejarawan kuno tetapi dipastikan melalui bukti-bukti numismatika. Antiokhos XI tampaknya berperan sebagai raja senior. Ia mencetak mata uang yang menunjukkan dirinya sebagai raja tunggal dan ia juga memerintah sendiri di Antiokhia, sementara Filipos I berdiam di Kilikia dan tetap dapat mempertahankan gelarnya. Antiokhos XI mungkin telah memugar kuil Apollo dan Artemis di Dàphne (kini Harbiye, Antakya, Turki), tetapi kekuasaannya tidak berlangsung lama. Pada musim gugur tahun yang sama, Antiokhos X berhasil menghimpun kembali pasukannya dan melancarkan serangan balasan. Ia kemudian mengalahkan Antiokhos XI yang tenggelam di Sungai Orontes saat ia berupaya melarikan diri. Nama, keluarga, dan kehidupan awalArti nama Antiokhos dalam bahasa Yunani adalah "teguh dalam pendirian".[1] Kota Antiokhia mengambil nama dari 'Antiokhos', yang merupakan ayah dari pendiri kota tersebut, Raja Seleukos I (berkuasa 305–281 SM).[2] Nama ini kemudian menjadi nama yang banyak disandang oleh Raja-raja Seleukia.[3][4] Kira-kira tahun 124 SM, Antiokhos VIII menikahi Putri Dinasti Ptolemaik, Trifaena (meninggal 109 SM).[5][6] Pasangan ini dikaruniai banyak anak, termasuk Seleukos VI sebagai anak sulung, Antiokhos XI, Filipos I,[7] Demetrios III Eukairos,[8] dan Antiokhos XII selaku anak bungsu.[9] Sejarawan abad ke-4 Eusebius secara eksplisit menyebutkan bahwa ibu Filipos I adalah Trifaena. Eusebius juga mengatakan bahwa Antiokhos XI dan Filipos I adalah anak kembar (Gemini).[10] Tanggal lahir Antiokhos XI tidak diketahui, tetapi pada saat ia berkuasa setidaknya ia berusia sekitar dua puluhan tahun.[11] Pada tahun 113 SM, Antiokhos IX menyatakan dirinya sebagai raja dan memulai perang saudara melawan saudara tirinya Antiokhos VIII. Konflik antarsaudara ini berlangsung hingga satu setengah dasawarsa,[12] bahkan merenggut nyawa Trifaena dan berakhir dengan terbunuhnya Antiokhos VIII di tangan menterinya Herakleon pada 96 SM.[13] Kemudian Antiokhos IX mengambil alih Antiokhia dan menikahi istri kedua mendiang Antiokhos VIII, Kleopatra Selini.[13] Anak-anak Antiokhos VIII lalu mengambil tindakan balasan. Demetrios III mengambil alih Damaskus,[14] sementara Seleukos VI membunuh Antiokhos IX pada 95 SM dan menguasai Antiokhia.[15] Lalu raja baru ini dikalahkan oleh putra Antiokhos IX, yakni Antiokhos X (berkuasa 95-92/88 SM), yang juga berhasil merebut Antiokhia.[16] Kemudian Seleukos VI melarikan diri ke Mopsuestia di Kilikia dan di situ ia dibunuh oleh para pemberontak pada 94 SM.[17] PemerintahanPemerintahan Raja-Raja Seuleukia tidak tercatat dengan baik dalam sumber-sumber sejarah kuno. Biasanya masa kekuasaan mereka hanya dibahas secara singkat, dan sering kali pembahasan ini dipenuhi dengan kesalahan.[18] Oleh karenanya sumber utama dalam merekonstruksi pemerintahan raja-raja ini adalah bukti-bukti numismatika.[19] Pada masa pemerintahan Seleukos VI, Antiokhos XI dan saudara kembarnya Filipos I mungkin tinggal di Kilikia.[20] Setelah Seleukos VI mangkat, mereka berdua menyatakan diri sebagai raja. Sejarawan Alfred Bellinger mengusulkan bahwa basis mereka terletak di sebuah kota pesisir di sebelah utara Antiokhia,[21] sementara sejarawan Arthur Houghton meyakini kota yang menjadi basis mereka adalah Berea (bahasa Yunani: Βέροια, translit. Veria), karena para penguasa kota tersebut merupakan sekutu Filipos I.[22][23] Meskipun demikian, kota yang lebih mungkin menjadi basis pemerintahan mereka berdua adalah Tarsus.[24] Baik Antiokhos XI maupun Filipos I tampil di bagian depan koin jugate yang mereka cetak,[7] dan semua koin jugate tersebut dicetak di Kilikia. Terdapat tiga seri koin jugate yang telah ditemukan. Pada tahun 2008, terdapat satu seri dengan enam spesimen yang sintas,[24] dan koin-koin ini menggambarkan kedua raja tersebut dengan janggut.[25] Mengingat potret kedua raja di keenam koin ini dibuat dengan sangat baik, kemungkinan fasilitas pencetakan koinnya terletak di sebuah kota yang menjadi pusat kebudayaan, sehingga Tarsus adalah kota yang paling mungkin sebagai tempat pencetakan, yang menandakan bahwa kota ini mungkin menjadi basis pemerintahan Antiokhos XI dan Filipos I.[24] Dua seri mata uang lainnya memiliki sedikit spesimen yang sintas dan menggambarkan Antiokhos XI dengan cambang.[25] Koin-koin tersebut tidak dicetak di Tarsus dan keberadaan cambang menandakan bahwa koin-koin ini dicetak di kota-kota yang terletak di sebelah barat pusat pemerintahan, mengingat Antiokhos XI melewati kota-kota tersebut dalam perjalanan menuju Tarsus. Pada saat Antiokhos XI telah tiba di pusat kota Tarsus, ia digambarkan dengan jenggot utuh. Dalam semua koin jugate yang dicetak, Antiokhos XI berada di depan Filipos I dan namanya lebih diutamakan,[24] yang menandakan bahwa ia adalah penguasa yang lebih senior. Menurut Flavius Yosefus, Antiokhos XI menjadi raja sebelum Filipos I. Namun, bukti-bukti numismatika menunjukkan bahwa saudara kembar ini memerintah bersama.[26] Gelar dan citra kerajaanPara penguasa Helenistik tidak menggunakan bilangan untuk membedakan diri mereka dari penguasa-penguasa lain dengan nama yang sama; yang mereka gunakan adalah gelar, dan penamaan raja-raja dengan menggunakan bilangan merupakan praktik modern.[27][3] Dalam koin-koin yang dicetak pada masanya, Antiokhos XI tampil dengan gelar Epifanis ("pengejawantahan dewa") dan Filadelfos ("penyayang saudara lelaki").[28][29] Epifanis disandang untuk menekankan bahwa Antiokhos XI merupakan anak Antiokhos VIII yang menyandang gelar yang sama,[30] sedangkan Filadelfos mungkin merupakan tanda hormat untuk Seleukos VI dan Filipos I.[note 1][34] Janggut Antiokhos XI yang tampak pada koin jugate dari Tarsus mungkin merupakan tanda berkabung dan niat untuk membalas kematian Seleukos VI.[35][36] Edisi terakhir koin Antiokhos XI dari Antiokhia menggambarkan dirinya tanpa janggut, menandai bahwa niat balas dendam tersebut telah terwujud.[37] Dalam upaya untuk memperoleh legitimasi dari ayahnya, Antiokhos XI digambarkan dalam koin dengan hidung mancung yang dilebih-lebihkan agar terlihat mirip Antiokhos VIII.[38] Penggambaran Antiokhos XI merupakan bagian dari tradisi tryphé yang diikuti oleh Antiokhos VIII. Para penguasa digambarkan untuk menunjukkan tryphé (kemewahan dan keagungan) yang melebih-lebihkan kegemukan dan rupa yang tidak atraktif.[note 2] Tradisi tryphé dimulai di Mesir dan kemudian diadopsi di Suriah. Bangsa Romawi menganggap potret-potret tryphé sebagai bukti kemerosotan dan pemborosan raja-raja Helenistik; kelembutan yang digambarkan dalam potret-potret dianggap sebagai tanda ketidakcakapan seorang penguasa, dan ditafsirkan sebagai penyebab kemunduran dinasti-dinasti Helenistik. Namun, pandangan Romawi ini tidaklah benar; gambar-gambar ini sengaja dibuat seperti itu di sebuah kerajaan yang tengah dilanda perang saudara. Kebanyakan raja-raja Seleukia akhir, termasuk Antiokhos XI, harus terus menerus berperang pada masa kekuasaannya, sehingga menimbulkan kekacauan di negerinya. Penggambaran raja sebagai prajurit di koin, seperti yang menjadi kebiasaan bagi raja-raja Yunani-Baktria, akan sulit diterima oleh rakyat yang terkena dampak perang. Rakyat menginginkan perdamaian dan kelimpahan, sehingga penggambaran tryphé dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa sang raja dan rakyatnya hidup sejahtera. Dengan menggunakan penggambaran tryphé, Antiokhos XI berupaya menunjukkan bahwa ia akan menjadi raja yang berhasil dan dicintai rakyat seperti ayahnya.[note 3][40] Merebut ibu kotaMenurut Eusebius, kedua kakak beradik ini menjarah Mopsuestia dan menghancurkannya untuk membalaskan dendam kakak mereka, Seleukos VI.[10] Pernyataan Eusebius ini kemudian diragukan para sejarawan, karena menurut sebuah prasasti yang berasal dari Mopsuestia, Republik Romawi pada 86 SM memberikan kekebalan kepada kegiatan pemujaan Isis dan Serapis di kota tersebut.[41] Setelah Mopsuestia, Antiokhos XI meninggalkan Filipos I di Kilikia dan bergerak bersama pasukannya menuju Antiokhia, ibu kota Seleukia. Ia berhasil mengusir Antiokhos X keluar dari kota tersebut pada tahun 93 SM.[note 4][24] Sejarawan-sejarawan kuno tidak pernah menyebutkan bahwa Antiokhos XI telah berkuasa di Antiokhia; mereka malah menerangkan bahwa Antiokhos XI bertempur melawan Antiokhos X dan kemudian mengalami kekalahan.[28] Seorang sejarawan dan biarawan Romawi Timur dari abad ke-6 Ioannes Malalas, yang secara umum dianggap tidak dapat dipercaya oleh para sejarawan,[42] dalam catatannya menyebutkan bahwa Antiokhos XI pernah memerintah di Antiokhia.[43] Pada akhirnya, fakta bahwa Antiokhos XI berhasil merebut Antiokhia dibuktikan melalui sebuah koin yang dicetak di Antiokhia, yang dipublikasikan pada tahun 1912.[28] Filipos I tidak berkedudukan di Antiokhia dan Antiokhos XI mencetak mata uangnya sebagai penguasa tunggal.[note 5][45] Filipos I tetap memegang gelar sebagai raja dan menetap di Kilikia.[46] Ahli numismatika Edward Theodore Newell memperkirakan bahwa pemerintahan Antiokhos XI hanya berlangsung beberapa minggu di Antiokhia. Namun, ahli numismatika Oliver Hoover meyakini bahwa Antiokhos XI mungkin berkuasa selama beberapa bulan; kesimpulan ini didasarkan pada rata-rata penggunaan cetakan mata uang setiap tahunnya.[note 6][44] Menurut Malalas, Raja Antiokhos Filadelfos (yakni Antiokhos XI)[note 7] membangun kuil untuk dewa Apollo dan dewi Artemis di Dàphne, mendirikan dua patung emas yang melambangkan para dewa, serta memberikan hak suaka kepada siapa saja yang berlindung di dalam kuil.[52] Keterangan ini tidak tepat, karena kuil tersebut terbukti sudah ada pada masa pemerintahan Antiokhos III (memerintah 222–187 SM).[53] Walaupun begitu, sejarawan Glanville Downey mengamati gaya penulisan Malalas dalam bahasa Yunani dan mengusulkan bahwa arti kata "membangun" dalam tulisan Malalas adalah memugar atau membangun kembali, yang menandakan bahwa pendahulu Antiokhos XI mungkin telah menghancurkan kuil tersebut dan melebur patung emasnya.[note 8][52] Akhir dan suksesiPada musim gugur 93 SM, Antiokhos X melancarkan serangan balasan dan berhasil mengalahkan Antiokhos XI.[7] Antiokhos XI kemudian tenggelam di Sungai Orontes saat sedang berupaya melarikan diri.[55] Catatan-catatan sejarah kuno yang membahas pertempuran ini menguraikan keterangan yang berbeda-beda. Menurut sejarawan abad ke-1 Yosefus, Antiokhos XI bertempur sendiri, sementara Eusebius mencatat bahwa Antiokhos XI bertarung bersama dengan Filipos I. Eusebius tidak pernah mencatat soal masa pemerintahan Antiokhos XI di Antiokhia dan menyatakan bahwa pertempuran terakhir sang raja berlangsung setelah penghancuran Mopsuestia; keterangan ini ini bertentangan dengan bukti numismatika. Menurut Bellinger, pasukan gabungan kedua kakak beradik tersebut kemungkinan besar telah dikerahkan, tetapi mengingat hanya Antiokhos XI yang gugur, ada kemungkinan Antiokhos XI yang memimpin pasukan di lapangan, sementara Filipos I tetap berdiam di Antiokhia.[26] Tidak diketahui apakah Antiokhos XI pernah menikah atau memiliki keturunan.[56] Menurut penulis biografi Plutarkhos, panglima Romawi dari abad ke-1 SM Lucullus mengatakan bahwa Raja Armenia Tigranes II, yang menaklukkan Suriah pada 83 SM, "membunuh penerus Seleukos I dan membawa istri dan putri-putrinya ke dalam tawanan". Sumber-sumber kuno tentang zaman Seleukia hanya sepenggal-sepenggal dan tidak menerangkan secara rinci. Oleh karenanya, pernyataan Lucullus memungkinkan keberadaan istri atau putri-putri Antiokhos XI yang kemudian ditawan oleh Raja Armenia.[57] Sementara itu, setelah berhasil mengalahkan Antiokhos XI, Antiokhos X menguasai kembali Antiokhia dan memerintah hingga akhir hayatnya.[58] Silsilah
Lihat pulaCatatan
ReferensiKutipan
Daftar pustaka
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Antiochus XI Epiphanes.
|