AndinAndin atau Anden adalah suatu gelar kebangsawanan di Kesultanan Banjar dan Kesultanan Paser, Kerajaan Bulungan dan Kerajaan Tidung[1] di Kalimantan, Indonesia.[2][3][4] Anak-anak yang lahir dari pernikahan Goestie perempuan (♀) dengan seorang lelaki kalangan bawah non bangsawan, diberi gelar Andin. Anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuan dari seorang Andin pria juga menerima gelar Andin. Namun, menikahi Andin wanita (♀) dengan seorang pria rakyat jelata maka anak yang dilahirkan diberi gelar Nanang (Anang) atau Galuh (♀).[5][6] Di Kesultanan Banjar, Andin pria yang disukai Sultan karena dedikasinya akan dianugerahi gelar lebih tinggi yaitu Raden, tetapi tidak pernah mendapat gelar Pangeran.[7] Di Kalimantan Selatan mula-mula gelar ini dipakai oleh keturunan bangsawan Kerajaan Negara Daha dikemudian hari gelar ini hanya digunakan oleh bangsawan dari pihak yang telah dikalahkan dalam perebutan tahta oleh Sultan Suriansyah pendiri Kesultanan Banjar. Raja Negara Daha terakhir yang dikalahkan yang juga merupakan paman Sultan Suriansyah tersebut diperkenankan untuk menyingkir lebih ke hulu dan menguasai suatu daerah di pedalaman yaitu di sungai Batang Alai, disana keturunan mereka memakai gelar Andin sebagai Bangsawan rendah.[8] Salah satu cabang keluarga Kerajaan Negara Daha (Kuripan-Daha) mendirikan Kerajaan Sadurangas.[9] Menurut Hikayat Banjar, pada masa Sultan Mustain Billah di keraton Banjar telah dilangsungkan perkawinan politik antara puteri dari Adji Tenggal (Orang Besar Paser Pematang) yang bernama Aji Ratna dengan Dipati Ngganding/Dipati Gendang (adipati Kotawaringin), karena Dipati Ngganding bukanlah seorang yang berdarah biru, maka anak-anaknya cukup bergelar Andin yaitu Andin Juluk dan Andin Hayu.[10] Jadi jika seorang putri bangsawan (Aji/Gusti) menikah dengan lelaki kalangan bawah non bangsawan, maka putra putrinya akan bergelar Andin. Di Kesultanan Paser, seorang Anden telah diangkat menjadi Sulan Paser oleh Belanda, padahal menurut hukum adat seorang Sultan Paser semestinya berasal dari seorang bergelar Aji. Anden Meja bergelar Sultan Ibrahim Chaliluddin merupakan Sultan Paser yang diangkat oleh kolonial Hindia Belanda, berkuasa sejak tanggal 8 Juli 1900 hingga tanggal 7 April 1906 M. Selanjutnya sebagai Putra Mahkota dilantik Aji Nyese bergelar Sultan Muda Jaya Kesuma Ningrat yang juga di angkat oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda untuk menggantikan Sultan Ibrahim Chalilluddin jika sudah mangkat, karena pada saat itu kaum bangsawan Paser protes dan marah besar terhadap tindakan pemerintah kolonial Hindia Belanda yang mengangkat Anden Meja menjadi Sultan Paser karena pengangkatan beliau menyalahi aturan kitab Boyan Bungo Nyaro yang di anut oleh Kesultanan Paser, dimana yang berhak menjadi sultan Paser haruslah yang bergelar Kebangsawanan " Aji" bukan "Anden" sehingga untuk meredam kemarahan para bangsawan tinggi Paser saat itu pemerintah kolonial Hindia Belanda mengangkat salah satu putra dari bangsawan tinggi dan terkemuka Kesultanan Paser saat itu yakni Aji Nyese bergelar Pangeran Kesuma Ningrat. Di Martapura Hingga saat ini Gelar Andin masih diberikan kepada seseorang yang apabila ibunya merupakan keturunan bangsawan Banjar dan mempunyai gelar kebangsawan tingkat tinggi seperti ratu,Gusti atau Antung yang menikah dengan seorang lelaki Jaba atau lelaki biasa (tidak mempunyai garis turunan bangsawan Banjar) maka anak mereka baik laki-laki maupun perempuan bisa diberikan gelar Andin,namun gelar Andin tersebut tidak dapat diturunkan lagi kepada keturunannya. berbeda dengan tradisi pada keturunan para Gusti di desa Binjai Pirua dikecamatan Kasarangan, Barabai, Kabupaten hulu Sungai Tengah dimana keturunan mereka yang apabila laki-laki akan diberi gelar Anang dan apabila perempuan akan diberi gelar Galuh, kedua gelar tersebut juga tidak dapat diturunkan. Keluarga Bangsawan Andin juga merupakan penguasa turun temurun daerah Barabai atau wilayah traditional yang dahulu bernama daerah Alai, dahulu meliputi watas (wilayah) antara sungai Batang Alai, sungai Barabai dan sungai labuan amas di Kabupaten hulu sungai tengah yang berpusat di desa Palajau. keluarga Andin ini dipercaya merupakan keturunan Arab dari Pengislam dari demak yang masih berkerabat dengan para wali songo yang kemudian menjadi penguasa wilayah setempat dan diberi gelar Andin yang dapat diturunkan kepada keturunannya melalui garis laki-laki dan diberikan kepada anak laki-laki dan perempuan. salah satu ciri khas Para Andin ini adalah memanjangkan kuncir bagi anak mereka sampai pada umur tertentu, di kemudian hari seorang anak yang bergelar mempunyai kuncir disebut dengan baandin. dikemudian hari tradisi memanjangkan kuncir atau baandin ini telah diadopsi oleh masyarakat biasa selain dari keturunan Andin. Para keturunan Andin palajau saat ini sudah jarang memakai gelar Andin, dan bisa dikatakan penggunaan gelar Andin palajau sudah hampir punah dan ditinggalkan, meski begitu keturunan mereka menyebar keseluruh Nusantara, keturunan Andin merupakan salah satu keluarga Aristorat Banjar paling berpengaruh dan berkuasa yang dapat mempertahankan eksestensi mereka sedari kerajaan banjar, zaman Kolonial Belanda, Pendudukan Jepang, hingga Indonesia modern. Dalam Kerajaan Bulungan dan Tidung gelar Andin masih tetap digunakan hingga saat ini, gelar tersebut di Adopsi dari kearjaan Tidung, gelar Andin setingkat dengan gelar Adji/Aji sebagai bangsawan Tinggi sebagai bangsawan tinggi. beberapa tokoh keturunan Andin palajau: 2. Gubernur syarkawi 5. prof mohd saleh lamry, malaysia Adat BepapaiKeturunan Andin di perantauan seperti di desa Paluh Manan, Hamparan Perak, Deli Serdang masih mempertahankan adat bepapai.[11] Gelar Bangsawan BanjarSultan
Sunan (Susunan)
Pangeran Dipati Tuha
Raden Dipati
Pangeran Dipati[15]
Pangeran/Putri[16]
Raden[17]
Gusti[18]
Antung[19]
Andin[20]
Tumenggung/Ngabehi/Patih[22]
Demang[23]
Kiai[24]
Tagab[25] Catatan kaki
5.http://alfigenk.wordpress.com/2013/07/16/datu-palajau-tokoh-penyebar-islam-di-barabai/ 6. http://alfigenk.wordpress.com/2011/02/20/tujuh-keluarga-besar-di-barabai-kalimantan-selatan/ 7. http://www.academia.edu/1320521/Sejarah_Penyebaran_dan_Kebudayaan_Suku_Bulungan_di_Kabupaten_Malinau |