Aminuzal Amin
Haji Aminuzal Amin gelar Datuak Rajo Batuah dan Dato' Setia Negeri Sembilan (23 April 1938 – 10 September 2021) adalah seorang pengusaha Indonesia dari Sumatera Barat. Selain sebagai pengusaha, Aminuzal juga pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.[1] Kehidupan awal dan pendidikanAminuzal Amin lahir di Gudam, Pagaruyung, Tanah Datar, 23 April 1948. Ia adalah anak sulung dari Muhammad Amin Dt. Panduko Batuah yang bekerja sebagai guru di Batusangkar.[2] Ia merupakan salah seorang keturunan Sultan Abdul Jalil Yang Dipertuan Sembahyang, salah seorang raja Pagaruyung.[3] Saudara-saudara Aminuzal Amin bernama Andrie Amin, Djasna Amin, Hasnan Amin, dan Haslen Amin.[4] Andrie Amin adalah mantan manajer tim Pelita Jaya dan manajer Tim nasional sepak bola Indonesia pada tahun 1990-an.[5] Aminuzal menamatkan pendidikan SD dan SMP di Batusangkar. Ia melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri Birugo Bukittinggi (kini SMA Negeri 2 Bukittinggi). Di bangku sekolah ia aktif sebagai pengurus Ikatan Pelajar SMP dan SMA.[6] Setelah lulus SMA tahun 1957, ia merantau ke Jakarta. Ia sempat berkuliah di Fakultas Hukum Universitas Indonesia hingga tingkat dua, tetapi keluar karena masalah ekonomi.[2] KarierDi bangku kuliah, ia mulai berbisnis dengan menjual pupuk dan arloji. Setelah tak lagi kuliah, ia menjadi pedagang mobil bekas. Ia belajar berdagang dari pengusaha Hasyim Ning.[2] Aminuzal juga pernah berdagang pakaian yang dibelinya dari luar negeri. Dari tahun 1961–1975, ia kerja berpindah-pindah di beberapa perusahaan Jakarta. Ia pernah menjadi sales manager PT Cahaya Sakti Motor, Pengurus NV Suisse, Pimpinan Cabang PT Sumber Lancar, dan Direktur PT Gunung Giri Indah.[6] Setelah itu, ia menggarap bisnis perminyakan. Ia dikenal sebagai Executive Vice President PT Permindo Oil Trading yang bergerak di perdagangan minyak mentah berpatungan dengan Pertamina. Selain itu, ia juga merupakan salah seorang pemilik saham Bank Nusa[7] dan PT Mindo Citra Upaya, sebuah perusahaan pengekspor minyak sawit Indonesia.[8] Ia juga menguasai 90 persen lebih saham Bank Nasional, bank swasta tertua di Indonesia yang didirikan di Bukittinggi pada 1930 lalu dipindahkan ke Jakarta.[2] Selain berbisnis, ia mendermakan hartanya untuk kepentingan sosial di Sumatera Barat. Ia menyumbangkan uang Rp300 juta untuk pembangunan Masjid Nurul Amin Pagaruyung.[2][9] Setelah Istano Silinduang Bulan habis terbakar, ia turut memprakarsai dan mendanai pembangunan istana itu kembali. Pada tahun 1992, bersama Abdul Latief, Fahmi Idris, dan Nasroel Chas, ia mendirikan PT Nagari Development Corporation (NDC).[10] Pada 1975–1982, Aminuzal tercatat sebagai anggota Golongan Karya Kotamadya Padang. Pada 1985–1987, ia juga ikut sebagai anggota Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau. Pada 1986–1987, ia duduk sebagai anggota Yayasan Genta Budaya Sumatera Barat.[6] Aminuzal Amin diangkat sebagai Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat mewakili Golongan Karya daerah pemilihan Sumatera Barat untuk periode 1987–1992 dan 1997–1999.[6][11][12][13] Pada pemilu legislatif 2004, Aminuzal pernah maju sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia dengan nomor urut 10 dari daerah pemilihan Sumatera Barat, tetapi gagal meraih kursi.[14] Ia hanya berada di peringkat kesembilan dengan mengumpulkan 86.014 suara sah.[15] Kehidupan pribadiAminuzal menikahi Constance Eleonore Mohede atau disapa Tantan, seorang wanita dari Indonesia Timur pada 26 Maret 1976. Ia menikah saat berusia 38 tahun. Dari pernikahan ini ia memperoleh anak bernama Elza Amin, Herini Permato Budi, dan Intan Adulha.[2] PenghargaanGelar AdatAminuzal diangkat menjadi penghulu bagi kaum suku Gudam Balaijanggo di Pagaruyung dengan gelar Datuak Rajo Batuah pada 7 April 1986. Perhelatan ini dihadiri 500 orang sahabat, relasi, dan kenalannya dari Jakarta.[2] Tanda Kehormatan
MeninggalAminuzal meninggal dunia pada 10 September 2021 di Rumah Sakit Medistra, Jakarta pada usia 83 tahun.[17] Catatan kaki
Pustaka
|