Amahai, Amahai, Maluku Tengah
Amahai adalah negeri di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, Indonesia. EtimologiSecara etimologi kata Amahai terdiri dari dua suku kata yaitu ama dan mahai. Ama yang artinya Bapak dan mahai yang artinya hidup.[1] Kata Amahai ini sesungguhnya berasal dari kalimat Ama Mahai Nama Namakala yang berarti Bapak yang hidup dari sejak dulu kala. SejarahSebelum Periode Kolonial Sejak penyebaran besar-besaran dari Nunusaku, saat itulah serombongan besar orang dari persekutuan adat Patasiwa yang kemudian menjadi Patasiwa Putih, mereka keluar dari Nunusaku ke arah timur melalui sungai haulalei [2]. Sungai haulalei merupakan percabangan dari sungai sapalewa. Maka seorang Upu Ama yang memimpin rombongan besar itu diberi nama gelar Inama Haulaleipesia yang artinya keluar melewati sungai haulalei. Dengan demikian rombongan besar tersebut merupakan rombongan Inama Haulaleipesia. Rombongan Inama Haulaleipesia mendiami pegunungan lumute tepatnya di Gunung Koli-Kolia dengan sungai Sune Marakuti. Suatu ketika terjadilah peperangan dengan kelompok Patarima. Yang mana penguasa Patarima yakni Marihuni sejak keluar dari Nunusaku membawa lambang Patasiwa "Manumake" yaitu kasturi raja (manu) dan kuskus putih (makele pui'ro). Pada akhirnya Marihuni dikalahkan dan lambang Patasiwa Manumake dipikul oleh seorang Upu yang dikemudian hari memegang kekuasaan sebagai pemimpin Inama Haulaleipesia yakni Hallatu. Sejak itu orang-orang mulai turun ke arah timur dan selatan Pulau Seram. Kelompok Inama Haulaleipesia yang merupakan Patasiwa Putih turun ke arah sungai Tone dan sungai Tana. Hingga pada akhirnya menempati wilayah menurut hena dan soa masing-masing. Setiap Upu Hena - Upu Hena dipimpin oleh Upu Latu sebagai pemimpin Inama. Saat itu Inama Haulaleipesia yang juga disebut sebagai Inama Amahai mempunyai daerah kekuasaan mulai dari Wae Uwe, Wae Paurita, sampai di Hatumete. PemerintahanPemerintahan Adat di Negeri Amahai mengacu pada persekutuan Adat Patasiwa Putih dengan pimpinan tertinggi adalah Upu Latu atau yang disebut Upu Manihua Lauro sebagai Kepala Adat / Kepala Pemerintah Negeri. Mata Rumah yang memangku jabatan Upu Latu adalah Hallatu (Pu'u Lesi Ruma Iralo Teuno Maserua Hauro), yang mana pemegang tongkat pemerintahan akan mengacu pada matarumah keturunan berdasarkan garis keturunan lurus.[3] Kelembagaan AdatDalam kepemimpinan, Upu Latu didampingi dan dibantu oleh beberapa jabatan-jabatan dalam lembaga adat, yaitu : • Hena Pu'uno (Tuan Tanah) • Kapitane Iralo (Kapitan Besar) • Lesimaweno (Upu Maweng : Pendeta Adat) • Matokesoano (Penjaga Baileo) • Lamula Pu'uno (Penjaga Lautan) • Siamura Pu'uno (Penjaga Daratan) • Pasakio (Kepala-Kepala Soa) Adapun Saniri Negeri atau yang disebut Saniri Amano sebagai badan yang mendampingi kepala pemerintah negeri dalam memimpin negeri, sesuai tugas dan wewenang yang dimilikinya. SoaKata Soa berasal dari akar kata Soane / Soano. Beberapa keluarga berkumpul dan bersatu di sekitar rumah pertemuan yakni Soane / Soano. Kumpulan inilah yang disebut Soa. [4] Soa pada umumnya merupakan kelompok keluarga yang memiliki nama keluarga (nalano)[5] yang sama dan awalnya tinggal bersama dilingkungan yang berdekatan. Dalam perjalanannya Soa berisikan berbagai mata rumah atau marga yang datang dan menjalin ikatan moral membentuk kesatuan dalam sebuah kelompok. Ada 4 Soa di Negeri Amahai, yaitu : • Soa Loko : - Wattimena - Lokollo - Tupamahu - Peletimu - Latuny - Sopacua - Lernaya - Topsela - Burnama - Talainta - Hinsouw • Soa Nopu : - Kakiay - Sahalessy - Lewenussa • Soa Latu : - Wattimury - Lasamahu - Mainassy - Sopacuaperu • Soa Lesi : - Hallatu - Hallatu Maweno - Hallatukilang - Hallatu Pele BaileoBaileo merupakan rumah adat di Maluku. Dalam bahasa Amahai disebut Utaro sebagai tempat pertemuan-pertemuan penting dan upacara adat. Ukuran dan lokasi baileo mengikuti aturan kosmologi yang tidak terlepas dari angka sembilan (siwa) karena terkait dengan persekutuan adat patasiwa. Baileo Negeri Amahai tertulis : N'Duma Sou Nunu e, Sou Upu Ama, Yama Tomaralaha, Lounusa, Inta Su'uro "yang artinya sebagai rumah adat berdasarkan sumpah nunusaku, sumpah leluhur untuk bahu-membahu memajukan negeri yakni negeri lounusa ma'atita sebagai negeri yang telah didudukkan dan dikukuhkan." Di masa lalu, Amahai memiliki satu baileo untuk Negeri Amahai itu sendiri (Amahai Serani & Amahai Salam), Makariki, Soahuku, dan Yalahatan. Namun pada tahun 1899 terjadi bencana tsunami dan mengakibatkan baileo ikut tersapu banjir. Baileo mulai dibangun kembali pada tahun 1977 di lokasi yang sama seperti sebelumnya.
Pada sisi timur bangunan baileo tepatnya pada sisi kanan pintu Soa Lesi terdapat batu pamale. Batu pamale memiliki empat batu penyangga yang secara simbolis melambangkan tiang penyangga surga di ujung dunia. Surga dilambangkan dengan batu penjuru. Batu pamale ini tidak boleh berasal dari jenis batu yang dibentuk atau diproses kembali bentuknya oleh tangan manusia namun harus dari batu yang bentuknya secara alami berbentuk demikian. Batu penyangga melambangkan empat Soa. Batu-batu penyangga tersebut disusun melingkar menurut pola kosmologis tertentu, yang di dalamnya ditentukan urutan dan fungsi masing-masing Soa. Pada tuturan secara turun-temurun, batu seperti ini mulanya pada jaman dahulu sebagai batu altar atau sebagai batu kurban. Hubungan sosialPelaNegeri Amahai (Lounusa Ma'atita) mempunyai hubungan pela dengan negeri Ihamahu (Noraito Amapatti) yang mulanya dilatarbelakangi karena adanya pembangunan rumah ibadah berupa gereja. Negeri Amahai juga memiliki ikatan gandong dengan negeri Rutah, negeri Makariki, negeri Soahuku dan negeri Haruru. Mereka sering disebut sebagai Inta Lourima Wariwa'a (lima negeri basudara). Lokasi
GeografisSecara geografis Amahai terletak dalam sebuah teluk yang sangat indah, di peluk oleh dua buah tanjung yang mengajur ke laut, masing-masing tanjung Kuako dan Umeputi. Secara administrasi, Negeri Amahai memiliki batas-batas wilayah : • Batas sebelah utara : Negeri Sehati, Kecamatan Amahai • Batas sebelah selatan : Negeri Soahuku, Kecamatan Amahai •Batas sebelah timur : Petuanan Amahai, Kecamatan Amahai •Batas sebelah barat : Teluk Elpaputih Letak geografis seperti ini, membuat desa/negeri Amahai merupakan sebuah negeri yang terlindung dalam sebuah teluk yang permai dengan di latar belakangi oleh sebuah gunung yang bernama Gunung Kerai. Amahai merupakan pintu gerbang dan pelabuhan bagi kota masohi ibu kota kabupaten daerah tingkat II Maluku tengah. Pada tanggal 6 januari1898 di kota Ambon terjadi suatu gempa yang dasyat merusakan sebagian besar kota itu. Menilik tempat yang demikian maka Amahai pada tahun 1898 telah di pilih oleh pemerintah Hindia Belanda untuk menjadi Ibu Kota Residensi of molucas menggantikan kota Ambon yang rusak karena gempa bumi pada 6 januari 1898. Iklim
Referensi
|