Altruisme timbal-balikDalam biologi evolusi, altruisme timbal-balik adalah perilaku organisme yang pada kurun waktu tertentu mengurangi kebugarannya selagi meningkatkan kebugaran organisme lain dengan harapan organisme lain tersebut akan berperilaku sama pada kemudian hari. Konsep ini dikembangkan oleh Robert Trivers, menjelaskan evolusi kerja sama sebagai contoh tindakan altruistik mutual. Konsep ini serupa dengan strategi "tit for tat" dalam teori permainan. Pada 1987 dalam simposium tentang resiprositas, Trivers mengatakan bahwa, pada awalnya, ia mengumpulkan artikel yang berjudul "The Evolution of Delayed Return Altruism" (Evolusi Altruisme dengan Balasan Tertunda) tetapi Peninjau W. D. Hamilton menyarankan agar judul itu diubah menjadi "The Evolution of Reciprocal Altruism" (Evolusi Altruisme Timbal-Balik). Trivers mengubah judul tanpa mengubah contoh pada naskah, memicu kebingungan atas contoh altruisme timbal balik selama 50 tahun belakangan. Karena keikutsertaan mereka dalam simposium itu, Rothstein dan Pierotti (1988)[1] membahas masalah ini dan mengajukan definisi baru dalam topik altruisme, menjernihkan masalah yang dibuat oleh Trivers dan Hamilton. Mereka beranggapan bahwa Altruisme dengan Balasan Tertunda adalah konsep yang unggul dan menggunakan istilah resiprositas semu ("pseudo-reciprocity"), bukan Altruisme dengan Balasan Tertunda. Karena satu hal dan lainnya, artikel Rothstein and Pierotti tidak banyak diperhatikan tetapi tetap termasuk pengujian hubungan antara altruisme dan seleksi famili yang terbaik. Rothstein dan Pierotti juga menjelaskan mengapa contoh Altruisme Timbal-Balik Trivers sesungguhnya adalah contoh altruisme dengan balasan tertunda. TeoriKonsep "altruisme timbal-balik", yang diperkenalkan oleh Trivers, menunjukkan bahwa altruisme, tindakan menolong individu lain sementara mengorbankan suatu hal untuk tindakan ini, bisa jadi berkembang karena tindakan mengorbankan diri tersebut mungkin akan menguntungkan jika ada kesempatan terjadinya situasi yang terbalik yang mana individu yang telah ditolong itu kemudian bertindak altruistik kepada individu yang telah menolongnya.[2] Konsep ini bermula pada karya W.D. Hamilton, yang mengembangkan model matematika dalam memperkirakan kemungkinan tindakan altruistik dilakukan untuk keluarga individu.[3] Dalam strategi pada dilema tahanan berulang, konsep ini dapat berupa kooperasi tanpa syarat pada periode pertama dan berperilaku kooperatif (altruistik) selama agen lain berlaku sama.[2] Jika kesempatan mendapati pelaku altruistik timbal balik lain adalah cukup tinggi, atau jika permainan diulangi dalam waktu yang cukup lama, bentuk altruisme ini dapat berkembang dalam suatu populasi. Hal ini mirip dengan pengertian "tit for tat" yang diperkenalkan oleh Anatol Rapoport[4] walau masih ada sedikit perbedaan yang mana, dalam "tit for tat", agen berkooperasi pada periode pertama dan seterusnya selalu mengulangi tindakan agen lawan sebelumnya; pelaku "altruisme timbal balik" menghentikan kooperasi pada kali pertama nonkooperasi lawan dan seterusnya tetap nonkooperatif. Perbedaan ini menunjukkan kontras dengan altruisme timbal balik bahwa "tit for tat" mungkin dapat mengembalikan kooperasi dalam kondisi tertentu meskipun kooperasi telah dibatalkan. Christopher Stephens menunjukkan serangkaian kondisi yang dibutuhkan dan bersamaan cukup "... sehingga altruisme timbal balik dapat terjadi:[5]
Terdapat dua syarat tambahan "...agar altruisme timbal balik dapat berkembang:"[5]
Dua kondisi pertama dibutuhkan untuk altruisme demikian, kondisi ketiga membedakan altruisme timbal balik dari mutualisme sederhana, dan kondisi keempat menjadikan interaksi timbal balik. Kondisi kelima dibutuhkan agar pelaku non-altruistik tidak mungkin selalu mengeksploitasi perilaku altruistik tanpa konsekuensi dan kemudian evolusi altruisme timbal balik tidak dapat terjadi. Namun demikian, "alat pemenuhan syarat" ini tidak harus ada dalam kesadaran. Kondisi keenam dibutuhkan untuk menghindari kerusakan kooperasi melalui induksi belakang—kemungkinan yang ditunjukkan oleh model teori permainan.[5] Altruisme dalam konsep gen egois Ricard DawkinsGen bukan hanya wujud fisik sepotong kecil DNA, gen adalah semua replika bagian kecil tertentu DNA, yang tersebar di seluruh dunia. Richard Dawkins dalam bukunya Gen Egois menyatakan bahwa gen berusaha menjadi lebih banyak dalam lumbung gen (gene pool).[6] Lumbung gen menggambarkan seluruh gen dalam suatu populasi spesies tertentu, secara sederhana lumbung gen adalah keseluruhan variasi genetik yang tersedia dalam spesies yang terus berubah melalui proses evolusi dan seleksi alam[7]. Gen yang berhasil bertahan dalam lumbung gen adalah gen yang mampu mengoptimalkan peluang mereka untuk bertahan hidup dan bereplikasi melalui generasi ke generasi. Seleksi alam berlaku di level gen, bukan di level individu atau spesies. Dawkins berargumen bahwa perilaku altruistik ini dapat dipahami melalui lensa gen egois, dimana meskipun terlihat tidak egois, pada akhirnya perilaku tersebut berkontribusi pada penyebaran gen yang mendasarinya.[6] Sikap gen egois untuk kepentingan evolusi suatu spesies di lumbung gen tampak kepada seorang individu yang yakin bahwa seorang tertentu adalah kembaran identiknya, maka dia sebaiknya akan peduli kesejahteraan kembarannya sebagaimana dia peduli terhadap kesejahteraan dirinya sendiri. Gen untuk altruisme kembar pasti dibawa oleh kedua individu kembar itu sehingga jika yang satu meninggal secara heroik untuk menyelamatkan yang lain, gen itu akan terus hidup. Armadillo bergaris sembilan lahir sebagai kembar empat identik. Namun tidak ada laporan tentang pengorbanan diri yang dilakukan anak armadilo muda, tapi banyak menunjukkan sikap altruisme yang kuat dan jelas.[8] Perilaku sosial pada koloni dalam spesies sosial seperti semut dan lebah, dimana individu-individu seperti prajurit, pekerja yang tidak reproduktif secara biologis sering berperilaku altruistik dengan merawat dan melindungi ratu dan larva. Dalam hal ini, pekerja semut atau lebah akan mengorbankan diri demi kelangsungan koloni, yang secara tidak langsung mendukung penyebaran gen ratu. ContohContoh yang berikut ini dapat dipahami sebagai altruisme. Namun, altruisme timbal balik sendiri dapat dijelaskan secara gamblang dengan bukti-bukti yang berikut. Ikan pembersihContoh altruisme timbal balik adalah simbiosis pembersihan, seperti antara ikan pembersih dan inangnya; pembersih antara lain udang dan burung sedangkan yang dibersihkan antara lain ikan, kura-kura, gurita, dan mamalia.[9] Di samping simbiosis antara pembersih dan inang selama pembersihan berlangsung, kejadian yang tidak dapat dianggap sebagai altruisme, inang menampilkan perilaku tambahan yang memenuhi kriteria altruisme dengan balasan tertunda: Ikan inang membiarkan ikan pembersih bebas keluar masuk dan tidak memakan si pembersih, bahkan setelah pembersihan selesai.[10][11][12][13] Si inang memberi tanda kepada si pembersih bahwa ia hendak meninggalkan lokasi si pembersih, bahkan ketika si pembersih tidak berada dalam tubuhnya. Si inang terkadang mengejar pergi sumber bahaya bagi si pembersih. Bukti berikut mendukung hipotesis: Pembersihan oleh si pembersih adalah sangat penting bagi si inang. Tanpa kehadiran si pembersih, si inang meninggalkan lokasi atau menderita luka karena ektoparasit.[14] Menemui si pembersih disertai oleh kesulitan dan bahaya bagi si inang. Ia meninggalkan lingkungan alaminya untuk dibersihkan.[13] Inang menunggu tidak lebih dari 30 detik sebelum mencari pembersih di tempat lain.[10] Persyaratan utama terbentuknya altruisme timbal balik adalah dua individu yang sama berinteraksi secara berulang karena, jika tidak, strategi terbaik adalah si inang memakan si pembersih segera setelah pembersihan selesai. Paksaan ini berpengaruh pada baik kondisi spasial maupun temporal pembersih dan inang. Kedua individu harus tinggal di tempat yang sama secara fisik dan memiliki umur hidup yang cukup lama agar interaksi berulang dapat terjadi. Terdapat bukti kuat bahwa pembersih dan inang secara individu memang berinteraksi secara berulang.[12][14][15] Contoh ini memenuhi beberapa, tidak semua, kriteria dalam model Trivers. Dalam sistem pembersih-inang,keuntungan bagi pembersih selalu ada secara langsung. Namun, evolusi altruisme timbal balik datang bersama kesempatan adanya balasan di masa yang akan datang melalui interaksi berulang. Dalam suatu penelitian, ikan inang yang dekat mengobservasi pembersih "penipu" dan kemudian menghindari si pembersih itu.[16] Dalam contoh-contoh ini, resiprositas sejati sulit digambarkan karena kegagalan berujung pada kematian si pembersih. Namun, jika pernyataan Randall bahwa si inang kadang mengejar pergi calon marabahaya bagi si pembersih adalah benar, eksperimen dapat disusun sehingga resiprositas dapat terwakili.[12] Sesungguhnya, hal ini termasuk contoh Trivers akan Altruisme dengan Balasan Tertunda seperti yang dibahas oleh Rothstein dan Pierotti pada 1988. Panggilan peringatan burungPanggilan peringatan, walau membongkar penampakan burung dan membuatnya dalam bahaya, sering dilakukan oleh burung. Penjelasannya dalam perilaku altruistik oleh Trivers berikut ini:[2] Predator tampak mempelajari hal-hal lokal spesifik dan kekhususan secara individu atas jenis mangsa and teknik berburu.[17][18][19][20] Burung dengan predator yang tidak memakan mangsa yang spesifik akan merugi sebab predator yang berpengalaman akan mudah memangsanya. Memperingati burung lain dengan panggilan peringatan cenderung mencegah predator belajar khusus tentang spesies dan lokasi si pemberi peringatan. Maka, burung-burung di lokasi panggilan peringatan tersebut mendapatkan keuntungan selektif dibandingkan burung di lokasi tanpa panggilan peringatan. Meski demikian, contoh ini tidak memiliki unsur penting resiprositas. Mendeteksi dan mengasingkan si curang dari kawanan adalah sulit dalam kasus ini. Tidak ada bukti bahwa seekor burung tidak melakukan panggilan ketika burung lain tidak melakukan hal yang sama; tidak ada pula bukti individu berinteraksi berulang. Dengan sifat panggilan burung yang telah disebutkan, lingkungan emigrasi dan imigrasi terus-menerus burung (dalam banyak spesies unggas) sangat menguntungkan si penipu karena seleksi terhadap gena egois[4] sulit terjadi.[2] Penjelasan lain adalah panggilan ini bukanlah panggilan peringatan sama sekali: Seekor burung, setelah mendeteksi burung pemangsa, berkicau memberi sinyal kepada burung pemangsa bahwa ia telah ketahuan dan bahwa mencoba menyerang si burung pemanggil adalah tidak berguna. Dua fakta mendukung hipotesis ini:
Perlindungan sarangPejantan Agelaius phoeniceus membantu melindungi sarang tetangga. Terdapat banyak teori atas penyebab perilaku ini. Salah satu teori menyatakan bahwa pejantan hanya melindungi sarang lain yang menaungi keturunannya dari burung yang bukan pasangannya. Keturunan dari nonpasangan adalah anak burung yang mungkin memliki sebagian DNA burung pejantan. Teori lainnya adalah teori "tit for tat". Departemen Perikanan dan Satwa Liar Amerika Serikat menguji beragam sarang dengan menempatkan boneka gagak pada sarang dan mengobservasi perilaku pejantan di sekitar. Perilaku yang mereka amati antara lain jumlah panggilan, dive, dan serangan. Berdasarkan analisis hasil, tidak terdapat bukti signifikan atas seleksi keluarga; keberadaan keturunan dari nonpasangan tidak memengaruhi probabilitas dibantunya sarang untuk dilindungi. Namun, pejantan mengurangi frekuensi bantuan yang diberikan jika pejantan tetangga mengurangi perlindungan terhadap sarang pejantan yang pertama. Ini menggambarkan strategi "tit for tat" yang mana hewan membantu mereka yang sebelumnya membantu. Strategi ini adalah salah satu bentuk altruisme timbal balik.[21] Kelelawar vampirKelelawar vampir menunjukkan altruisme timbal balik, sebagaimana dideskripsikan oleh Wilkinson.[22][23] Kelelawar memberi makan satu sama lain dengan memuntahkan darah. Kelelawar ini hanya makan darah dan akan mati jika tidak mendapatkannya setelah 70 jam maka berbagi makanan seperti ini adalah pengorbanan yang besar bagi donor dan keuntungan yang melimpah bagi penerima.[22] Altruisme timbal balik menunjukkan perilaku yang mana pengorbanan lebih besar daripada keuntungan; kasus ini bisa menjadi contoh sebab kelelawar ini biasa mati karena tidak mendapatkan makanan darah dalam dua hari berturut-turut. Data juga menunjukkan bahwa individu yang telah berperilaku altruistik mendapatkan bantuan dari yang lain di kemudian hari.[22] Namun, konsistensi perilaku timbal balik, yaitu tidak dibantunya kelelawar non-altruistik ketika ia membutuhkan, belum ditemukan. Maka dari itu, kelelawar ini belum dapat dikatakan secara tegas sebagai contoh altruisme timbal balik. PrimataSolek-menyolek ("grooming") primata memenuhi syarat terjadinya altruisme timbal balik, menurut sejumlah studi. Salah satu penelitian monyet vervet menunjukkan bahwa panggilan kebutuhan bantuan lebih mungkin dipenuhi dengan adanya solek bersolek di antara individu bukan keluarga.[24] Namun, monyet vervet juga saling bersolek dalam kelompok, menunjukkan persekutuan.[25] Hal ini menunjukkan bahwa perilaku solek-menyolek adalah bagian seleksi kerabat karena, dalam studi tersebut, aktivitas ini dilakukan di antara saudara. Dan lagi, dengan beracu pada kriteria Stephen,[5] jika studi hendak dijadikan contoh altruisme timbal balik, mekanisme pendeteksian si curang harus dibuktikan terlebih dahulu. BakteriBerbagai spesies bakteri terlibat dalam perilaku altruistik timbal balik dengan spesies lain. Biasanya, perilaku ini berupa pemasokan nutrisi esensial oleh bakteri kepada spesies lain sementara spesies tersebut menyediakan lingkungan tempat tinggal bagi bakteri. Altruisme timbal balik ditunjukkan oleh bakteri pengikat nitrogen dan tanaman yang ditinggalinya. Hal ini juga dapat diamati pada bakteri dan beberapa spesies lalat seperti Bactrocera tryoni. Lalat ini memakan bakteri penyedia nutrisi yang hidup pada daun dan kemudian bakteri itu hidup dalam sistem pencernaan lalat.[26] Perilaku altruistik timbal balik ini dieksploitasi dalam teknik pembasmian B. tyroni, yang merupakan hama lalat buah asli Australia.[27] Regulasi oleh Disposisi EmosionalDibandingkan dengan hewan lain, sistem altruistik manusia adalah sensitif dan tidak stabil.[2] Maka dari itu, kecenderungan untuk memberi serta bertindak curang dan respons terhadap pemberian serta tindakan curang pihak lain dipengaruhi oleh psikologi kompleks setiap individu, struktur sosial, dan tradisi kultural. Masing-masing individu berbeda dalam kecenderungan dan respons tersebut. Menurut Trivers, disposisi emosional berikut dan evolusinya dapat dipahami dalam regulasi altruisme.[2]
Cara individu memilih rekan tidak diketahui karena kurangnya penelitian. Model menunjukkan bahwa altruisme dengan pemilihan rekan sulit untuk berevolusi karena pengorbanan dan manfaat terlalu beragam.[28] Maka dari itu, waktu atau frekuensi tindakan timbal balik berkontribusi lebih atas pilihan individu akan rekan daripada tindakan timbal balik itu sendiri. Referensi
|