Alan RaceAlan Race adalah seorang teolog Gereja Anglikan yang terkenal di dalam studi teologi agama-agama.[1] Race saat ini menjabat sebagai Uskup Leicester sejak ditahbiskan pada tanggal 10 Oktober 2007.[2] Selain itu, ia juga menjabat sebagai Dekan dari Studi Pasca-Sarjana Pusat Studi St. Philip, Leicester.[2] Race telah berada di Leicester selama 14 tahun dan berpartisipasi di dalam pertemuan-pertemuan antar-iman melalui lembaga-lembaga antar-iman.[2] Ia juga menulis dalam bidang teologi dan dialog antar-iman, serta menjadi Editor Kepala dari jurnal internasional 'Interreligious Insight: A Journal of Theology and Engagement'.[2] PeranDi dalam studi teologi agama-agama, Race dikenal sebagai teolog yang pertama kali memopulerkan penggunaan tipologi tripolar eksklusivisme-inklusivisme-pluralisme.[1] Tipologi tersebut digunakan sebagai standar di dalam studi teologi agama-agama, dan hingga kini masih banyak digunakan di dalam diskursus teologi agama-agama.[1][3][4] Dengan demikian, buku "Orang-orang Kristen dan Pluralisme Religius" (Christians and Religious Pluralism) yang ditulisnya pada tahun 1983 menjadi salah satu literatur klasik di dalam studi teologi agama-agama Kristen.[5] Di dalam buku tersebut, Race menggunakan tipologi untuk memetakan beragam pendekatan para teolog dan non-teolog Kristen mengenai relasi kekristenan dengan agama-agama lain.[5] Race memasukkan pendekatan-pendekatan yang ada ke dalam tiga kategori, yaitu eksklusivisme, inklusivisme, dan pluralisme.[5] Pembagian posisi para teolog dan non-teolog ke dalam tiga kategori tersebut didasarkan pada kesamaan dan perbedaan cara pandang mereka terhadap agama-agama non-Kristen.[5] Race mengakui di dalam bukunya bahwa tipologi tersebut bukanlah pemikiran asli miliknya, melainkan berasal dari Carl F. Hallencreutz dan Eric J. Sharpe.[6][7] Akan tetapi, di dalam studi teologi agama-agama Kristen, nama Alan Race yang dikenal sebagai promotor awal tipologi tersebut.[1] Kendati penggunaan tipologi Race telah banyak mendapatkan kritik dan tidak lagi memadai untuk memetakan persoalan teologi agama-agama masa kini, namun tipologi tersebut tetap berperan sebagai pendekatan yang menggerakkan diskursus teologi agama-agama hingga akhir tahun 1990-an.[8] Isi TipologiEksklusivismePosisi eksklusivisme adalah posisi yang menempatkan kekristenan sebagai satu-satunya agama yang memiliki kebenaran sebab berlandaskan penyataan Allah melalui Yesus Kristus.[5] Di sini kekristenan menjadi satu-satunya pemilik kebenaran sehingga agama-agama lain dihilangkan dari kriteria agama yang benar.[5] Dua teolog yang berpijak di posisi ini adalah Karl Barth dan Hendrik Kraemer.[5] InklusivismeInklusivisme dilihat sebagai sebuah posisi yang menerima sekaligus menolak agama-agama lain.[5] Di satu sisi, kekuatan spiritual dan kedalaman religius dari agama-agama di luar kekristenan diterima dan diakui, sehingga dapat dikatakan bahwa yang ilahi hadir di dalam agama tersebut.[5] Di sisi lain, agama-agama di luar kekristenan ditolak karena dinilai tidak memiliki “cukup kebenaran” yang hanya dimungkinkan secara penuh lewat Yesus Kristus.[5] Teolog yang amat terkenal dengan posisi ini adalah Karl Rahner dengan konsepnya tentang Kristen Anonim.[5] PluralismePosisi ini menyatakan bahwa tidak ada agama yang memiliki pengetahuan akan Allah secara sempurna, termasuk kekristenan.[5] Dengan demikian, superioritas kekristenan dipandang tidak relevan, sebab kebenaran Ilahi tidak hanya dimiliki oleh kekristenan saja, melainkan setiap agama dipandang memiliki kemungkinan keterarahan religius yang sama.[5] Pluralisme adalah posisi yang dianut oleh Race.[5] Ia menilai posisi inilah yang relevan bagi masa kini untuk menghargai kemajemukan agama.[5] Ada banyak teolog dan non-teolog yang berpijak pada posisi ini, seperti Wilfred Cantwell Smith, Ernst Troeltsh, W.E. Hocking, Arnold Toynbee, dan John Hick.[5] Publikasi
Lihat JugaReferensi
|