AlaksanduAlaksandu (bahasa Het: 𒀀𒆷𒀝𒊭𒀭𒁺𒍑, translit. Alâkšândûš), juga dieja sebagai Alakasandu atau Alaksandus, adalah seorang raja Wilusa yang menyetujui sebuah perjanjian dengan seorang raja Het bernama Muwatalli II, sekitar tahun 1280 SM.[1] Perjanjian ini menyiratkan bahwa Alaksandu sebelumnya juga telah membuat perjanjian dengan ayah Muwatalli, bernama Mursili II. Namanya diduga diserap dari suatu ragam bahasa Helenik kuno, kemungkinan Mikenai (lihat Ἀλέξανδρος dalam Wiktionary). KehidupanAlaksandu adalah penerus Kukkunni, meskipun tidak diketahui apakah dia merupakan penerus langsungnya. Muwatalli mengenang persahabatan Kukkunni dengan kakeknya sendiri, bernama Suppiluliuma I, dan selanjutnya membangkitkan persahabatan selama tiga abad antara bangsa Het dan Wilusa sejak masa pemerintahan Hattusili I. Muwatalli dalam suratnya meremehkan pentingnya keturunan kerajaan, menunjukkan bahwa Alaksandu telah berkuasa dengan cara lain selain suksesi biasa, sehingga Alaksandu tidak harus merupakan hubungan darah dengan Kukkunni. Ini dianggap sebagai petunjuk bahwa dia mungkin adalah penguasa berbangsa Yunani Kuno bernama Aleksander, dan dia sering dikaitkan dengan Aleksandros dari Ilios, yang dikenal dengan julukannya sebagai Paris dari Troy, dalam wiracarita yang ditulis oleh Homeros. Namun, hal tersebut tidak pasti, karena Alaksandu hidup setidaknya setengah abad sebelum masa sejarah yang kadang-kadang dikaitkan dengan masa berlangsungnya Perang Troya,[2] meskipun nama Alaksandus, yang tidak sesuai dengan kebiasaan onomastika Anatolia, sehingga merupakan serapan setempat untuk nama Alexandros yang umum dipakai di dunia Yunani;[3] Nama ini akan menjadi bukti kedua terawal tertulis secara langsung dari nama Aleksander dalam bentuk maskulin,[a] yang kemudian umum digunakan oleh masyarakat dunia Barat hingga sekarang. Salah satu dari tiga dewa yang menjamin persyaratan perjanjian di pihak Alaksandu adalah Apaliunas (DA-ap-pa-li-u-na-aš), yang biasanya disamakan dengan Apollo. Apollo digambarkan dalam Ilias sebagai juara terkemuka bangsa Troya dan orang yang membantu Paris membunuh Akhilles. Nama keilahian lain dalam surat itu adalah dewi mata air setempat bernama Kaskalkur. Catatan
Lihat pulaReferensiCatatan kaki
Daftar pustaka |