Aka cinoAka cino adalah motif atau ragam hias yang dikenal di Minangkabau.[1] Bentuknya berupa sulur yang merupakan bentuk umum motif tumbuh-tumbuhan Nusantara.[2] Motif ini umumnya diterapkan pada ukiran kayu di bangunan tradisional Minangkabau. SejarahMotif Minangkabau mengambil gambaran kehidupan atau bentuk dari alam. Cikal bakalnya dapat ditelusuri dari tinggalan masa megalitik berupa menhir di Maek, Kabupaten Lima Puluh Kota. Guratan garis lurus, lengkung, dan geometris merupakan bentuk dasar yang umum dijumpai. Dalam bahasa Minangkabau, kata "aka" dapat berarti akar atau akal. Adapun "cino" merupakan sebutan untuk negeri yang saat ini disebut Tiongkok, yang masyarakatnya memiliki tradisi merantau seperti Minangkabau.[1] Namun, tidak diketahui pasti hubungan antara makna kata dengan bentuk motif aka cino. Saat ini, banyak motif Minangkabau yang berbeda antara tampilan dengan namanya, bahkan terkadang sulit dikenali bentuk asalnya. Hal tersebut diduga terpengaruh dari dunia luar seperti masuknya Islam maupun datangnya bangsa Eropa.[3] Bentuk dan variasiBentuk dasar motif aka cino yakni garis melengkung berupa sulur dengan pola pengulangan berjajar dan dipadukan elemen tumbuhan lain seperti dedaunan, kuncup, dan kelopak bunga, Variasi motif ini di antaranya yakni aka cino sagagang, aka cino duo gagang, sikumbang manih, kaluak paku, jalo taserak, dan rajo tigo selo.[4] Perbedaanya terdapat pada tingkat kerumitan pola dan penggunaan elemen-elemen tumbuhan. Motif aka cino memiliki kemiripan dengan berbagai motif tumbuh-tumbuhan Nusantara, seperti motif bungong awan-awan dari Aceh. PenerapanMotif aka cino, dalam bentuk yang sederhana, mengisi bidang ukiran kecil di rumah gadang. Selain itu, motif ini sering pula dijumpai pada peralatan rumah tangga seperti labu cakiak.[1] Galeri
Referensi
|