Agus Widjojo
Letnan Jenderal TNI (Purn.) Agus Widjojo, M.M.A.S., M.P.A. (lahir 8 Juni 1947) adalah duta besar Indonesia untuk negara Filipina sejak 12 Januari 2022. Ia pernah menjabat sebagai Gubernur Lemhannas sejak 15 April 2016 hingga 12 Januari 2022. Agus Widjojo merupakan mantan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat mewakili Fraksi TNI/Polri periode 2001–2003 menggantikan Hari Sabarno yang diangkat menjadi Menteri Dalam Negeri dalam Kabinet Gotong Royong.[1][2] KarierAgus merupakan lulusan dari AKABRI tahun 1970,[3] ia seangkatan dengan dua mantan KSAD, Subagyo Hadi Siswoyo dan Tyasno Sudarto. Agus adalah putra dari salah satu Pahlawan Revolusi yakni, Mayjen TNI (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo yang gugur pada peristiwa G30S.[4] Selama pengangkatannya sebagai Komandan Sekolah Staf dan Komando TNI (SESKO TNI), sebuah wadah pemikir TNI, dia bertanggung jawab untuk restrukturisasi doktrin politik dan keamanan TNI. Agus Widjojo telah memainkan peran yang penting dalam pembaruan militer. Pada tahun 1998, ia bahkan pernah berpendapat bahwa militer seharusnya keluar dari politik dengan mengatakan, "Mereka yang melihat kebutuhan untuk menjadikan militer sebagai bagian dari sistem yang lebih demokratis adalah mereka yang telah terkena sistem demokrasi".[5] Pada tahun 1998, Letjen Agus Widjojo dan Letjen Susilo Bambang Yudhoyono adalah jenderal bintang tiga semasa Wiranto waktu itu Panglima TNI, diminta menyiapkan konsep reformasi TNI.[6] Konsep tersebut dinamakan "Paradigma Baru TNI". Saat menjadi Wakil Ketua MPR pun, Beliau-lah yang memimpin Fraksi TNI/Polri untuk mundur dari parlemen dan fraksi tersebut dilikuidasi, yang di mana fakta sejarah yaitu MPR 1999-2004 ialah periode terakhir TNI/Polri berada di parlemen.[7] Dalam peluncuran bukunya tahun 2015 mengenai Transformasi TNI, dia mengemukakan pada pemerintahan saat ini banyak peran di luar profesi kemiliteran yang “dititipkan” untuk dilaksanakan TNI, di antaranya mewujudkan swasembada pangan dan lain-lain. Menurut Widjojo, peran dan tugas utama TNI adalah pertahanan negara dan setelah disadari banyak peran di luar kemiliteran pada saat itu mengganggu kehidupan demokrasi Indonesia maka jangan lagi TNI ditarik ke wilayah itu. Dia tegaskan, kepercayaan diri kalangan elite dan pucuk pimpinan sipil negara ini dapat ditinggikan dengan lebih menumbuhkan kapasitas di antara mereka.[8] Tentara Nasional Indonesia perlu memusatkan perhatian pada tugas pokoknya menjaga pertahanan nasional, sehingga sebagai implikasinya mesti melepaskan tanggung jawab di sektor keamanan dalam negeri, seperti dalam kasus tumpang tindih TNI AL dengan Bakamla. “Masih ada salah pengertian bahwa keamanan laut dan keamanan maritim berada di tangan TNI Angkatan Laut. Perlu ditanamkan pengertian, fungsi keamanan maritim merupakan fungsi penegakan hukum di wilayah perairan nasional yang dilaksanakan oleh lembaga penegak hukum sipil,” kata Agus.[9] Dalam bidang HAM, Agus Widjojo juga sempat menjabat sebagai anggota Komisi Kebenaran dan Persahabatan RI-Timtim yang menangani dugaan pelanggaran HAM Indonesia di Timor Timur. Meski ayahnya merupakan korban tragedi G30S, Agus memiliki perhatian mengenai tragedi politik Indonesia pada 1965. Agus Widjojo salah satu penasihat Forum Silaturahmi Anak Bangsa, forum yang didirikan pada 2003 yang mempertemukan anak-anak korban konflik politik 1965.[10] Terbaru, ia juga merupakan penggagas sekaligus Ketua Panitia Pengarah Simposium Nasional membedah Tragedi 1965 yang diadakan melalui Kemenkopolhukam pada 2016.[11] Ia pernah menjabat sebagai Deputi Kepala Unit Kerja Presiden Pengelolaan Program dan Reformasi (UKP3R) pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono periode pertama. Dia adalah Senior Fellow dari Centre for Strategic and International Studies dan Visiting Fellow Senior dari Institut Pertahanan dan Studi Strategis di Singapura. Ia juga merupakan penasihat di Dewan Institut Perdamaian dan Demokrasi (IPD), Universitas Udayana, Bali yang menggagas Bali Democracy Forum. Ia telah menulis berbagai artikel tentang isu-isu keamanan di wilayah Asia-Pasifik. Pada 15 April 2016, Presiden Joko Widodo resmi melantik Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo sebagai Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), di Istana Merdeka, Jakarta. Surat pengangkatan Agus tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 43/TPA/2016 Tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Gubernur Lemhannas.[12] Agus mengatakan, ke depan dia akan membawa Lemhannas lebih sering menyentuh kepada kegiatan masyarakat. Tujuannya agar kehadiran Lemhannas bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. "Ke depan saya sudah minta pengarahan dari Bapak Presiden agar Lemhannas tidak hanya dirasakan di dalam ruang-ruang Lemhannas, tetapi juga seluruh kegiatan sehari-hari masyarakat Indonesia pada seluruh wilayah," ujar Agus usai pelantikan dirinya di Istana Negara. Selain itu, Agus ingin agar Lemhannas bisa menangani hal-hal yang bersifat mendesak. "Tujuannya untuk membantu kebijakan yang diambil pemerintah," katanya.[13] Operasi Militer
Pendidikan
Jabatan Militer
Jabatan Pemerintahan
Pengalaman
Publikasi
Penghargaan
Referensi
Pranala luar
|