Abhisit Vejjajiva
Abhisit "Mark" Vejjajiva (Thai: อภิสิทธิ์ เวชชาชีวะ, (Pengucapan Thai: [apʰisit wetɕatɕiwa]) (lahir 3 Agustus 1964) adalah seorang tokoh politik Thailand, telah memimpin Partai Demokrat sejak Februari 2005. Dewan Perwakilan Thailand pada 15 Desember 2008, memilihnya sebagai Perdana Menteri Thailand ke-27. Masa kecil dan pendidikanAbhisit dilahirkan di Newcastle-upon-Tyne, Inggris dalam keluarga Dr. Athasit Vejjajiva dan Dr. Sodsai Vejjajiva. Ia adalah pendukung lama Newcastle United FC. Orangtuanya adalah profesor kedokteran. Ayahnya juga seorang teknokrat yang berpengaruh di dunia politik[1] dan pernah menjabat sebagai Wakil Menteri Kesehatan Masyarakat.[2] Abhisit mempunyai dua kakak perempuan, Dr. Prof Alisa Wacharasin dan Ngarmpun Vejjajiva. Setelah belajar di Sekolah Demonstrasi Universitas Chulalongkorn, ia pindah ke Sekolah Scaitclife School dan Eton College. Abhisit diterima di St John's College, Oxford, dan lulus dengan gelar sarjana (honours kelas pertama) dalam Filsafat, Politik dan Ekonomi. Ia mengajar sebentar di Akademi Militer Kerajaan Chulachomklao Thailand, tetapi kembali ke Oxford untuk mendapatkan gelar Master dalam Ilmu Ekonomi. Ia kemudian menjadi dosen di Fakultas Ekonomi di Universitas Thammasat. Ia juga memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Hukum dari Universitas Ramkhamhaeng pada 1990. KeluargaAbhisit menikah dengan Dr. Pimpen Sakuntabhai, seorang bekas dokter gigi dan kini dosen di Departemen Matematika di Universitas Chulalongkorn. Mereka mempunyai dua orang anak. Keluarga Vejjajiva juga adalah sebuah keluarga keturunan Tionghoa-Thai terkemuka[3] (Hakka)[4] yang memelihara hubungan baik dengan elit Thai yang berkuasa sejak akhir abad ke-18.[5] Abhisit sendiri adalah seorang Tionghoa-Thai generasi keempat.[6] Ia mempunyai dua kakak perempuan. Yang pertama, Profesor Alisa Wacharasindhu, seorang psikiater anak terkemuka dan anak-anaknya (Tom dan Tim Wacharasindhu) belajar di Winchester College dan Eton College. Yang lainnya, Ngampun Vejjajiva, adalah seorang pengarang terkemuka Thailand.[7] Terjun ke politikAbhisit memulai karier politiknya pada 1992 sebagai seorang anggota parlemen Demokrat untuk konstituensi Bangkok. Ia terpilih kembali ke kursi yang sama pada 1995 dan 1996. Dalam pemilihan umum 2001 dan 2005, ia kembali ke parlemen sebagai seorang anggota parlemen menurut Daftar Partai untuk Partai Demokrat. Ia pernah menjadi juru bicara Partai Demokrat, juru bicara Pemerintah, Wakil Sekretaris Perdana Menteri untuk Urusan Politik, Ketua Komisi Urusan Pendidikan Parlemen, dan Menteri untuk Kantor Perdana Menteri. Abhisit kadang-kadang dikritik karena mengandalkan wajahnya yang tampan untuk mengangkat kariernya. Ekonom Morgan Stanley, Daniel Lian, dalam sepucuk surat kepada PM Thaksin yang menjabat saat itu, konon bertanya, "Selain wajahnya yang tampak masih muda, apa lagi yang dapat tawarkan kepada rakyat Thailand?"[8] Namun, The Nation, sebuah surat kabar setempat berbahasa Inggris yang lebih bersimpati kepada pihak Demokrat, meanggapi bahwa "Amunisi Abhisit semata-mata adalah kepantasan [dan] bakat yang tidak tertandingi.". Pemimpin Partai DemokratPada 2001, Abhisit berusaha merebut kepemimpinan partai, dengan menantang politikus kawakan Banyat Bantadtan. Abhisit kalah. Namun, Banyat memimpin Demokrat ke dalam kekalahan hebat oleh partai Thaksin Thai Rak Thai dalam pemilu legislatif 2005. Banyat mundur dan Abhisit terpilih menggantikannya. Krisis Anti-ThaksinKetika PM Thaksin mengumumkan pemilu lebih awal pada 25 Februari 2006, Abhisit mengatakan bahwa ia "siap untuk menjadi perdana menteri yang menaati prinsip-prinsip pemerintahan dan etika yang baik, bukan otoritarianisme." Namun tepat hari berikutnya ia mengumumkan bahwa Partai Demokrat, bersama-sama dengan partai-partai oposisi lainnya, akan memboikot pemilu. Abhisit bergabung dengan Partai Bangsa Thai di bawah pimpinan Banharn Silpa-Archa dan Partai Mahachon yang dipimpin Sanan Kachornprasart dalam mengklaim bahwa pemilihan umum itu "tidak punya legitimasi" dan merupakan upaya Thaksin untuk "mengalihkan perhatian rakyat" dari penjualan perusahaannya Shin Corporation kepada Temasek Holdings yang bebas pajak. Abhisit juga berkata bahwa yang mungkin diperoleh dari waktu yang sangat singkat untuk mempersiapkan pemilu itu ialah "sebuah pemilu yang hasilnya persis seperti yang diharapkan Thaksin." Pada 24 Maret 2006, sambil mengutip Seksi 7 Konstitusi 1997, Abhisit mendesak Thaksin untuk mengundurkan diri dan mengusulkan agar Raja Bhumibol Adulyadej menunjuk pengganti sementara Perdana Menteri.[9] Raja Bhumibol menolak gagasan itu, dan mengatakan bahwa hal itu inkonstitusional. "Meminta seorang perdana menteri yang diangkat raja tidaklah demokratis," jawab Raja. "Maafkan saya, tapi hal itu sungguh kacau. Tidak rasional."[10] Tidak mengherankan, Partai Thai Rak Thai Thaksin memenangi mayoritas besar dalam pemilu yang nyaris tidak diikuti oleh partai-partai lainnya. Namun, partai ini tidak memiliki dukungan yang cukup yang disyaratkan, yaitu 20% dari seluruh pemilih terdaftar, yang dibutuhkan untuk mengklaim kemenangan di sejumlah konstituensi yang diboikot oleh partai-partai oposisi lainnya. Karena itu sebuah pemilihan sela harus dilakukan. Thai Rak Thai belakangan menuduh Partai Demokrat menyogok partai-partai politik kecil lainnya agar memboikot pemilu. (Demokrat menyangkal tuduhan ini dan dibebaskan dari semua tuduhan oleh Pengadilan Konstitusional pada 30 Mai 2007.) Partai Demokrat, yang dipimpin oleh Thaworn Senniam, menuntut KPU Thailand karena mengadakan pemilu yang bertentangan dengan undang-undang pemilu dan mulai mengumpulkan petisi untuk membatalkan pemilu. Hal ini juga menyebabkan diboikotnya pemilihan sela itu.[butuh rujukan] Tuduhan kecurangan pemiluKe-11 anggota tim pencari fakta yang dipimpin oleh Wakil Jaksa Agung Chaikasem Nitisiri secara aklamasi setuju pada 28 Juni 2006, untuk membubarkan Partai Demokrat (serta partai Thai Rak Thai dan 3 partai lainnya) berdasarkan bukti bahwa partai itu menyogok partai-partai oposisi kecil lainnya untuk memboikot pemilu 2 April 2006. Abhisit dengan atase politik dari 20 negara untuk menjelaskan tuduhan-tuduhan itu.[11][12] Pada Februari 2007, dalam sebuah kasus di hadapan Majelis Konstitusional, para calon dari Partai Demokratis Progresif memberikan kesaksian bahwa mereka dibohongi sehingga mendaftarkan diri sebagai kandidat dalam pemilu April.[13] Tiga orang saksi juga memberikan kesaksian bahwa para pemimpin Demokrat Thaworn Senniam, Wirat Kalayasiri dan Jua Ratchasi mendorong para pemrotes untuk mengganggu pendaftaran para kandidat dalam pemilihan sela setelah pemilu April 2006. Jaksa berpendapat bahwa partai itu berusaha mendiskualifikasi hasil-hasil pemilu dan memaksakan diadakannya putaran pemilu sela yang berkelanjutan.[14] Tuduhan-tuduhan balasan juga muncul bahwa para saksi yang sama ini disewa oleh fraksi-fraksi politik lawan untuk mendiskreditkan Partai Demokrat. Akhirnya, Majelis Konstitusi membebaskan Partai Demokrat dari semua tuduhan.[15][16] Arah kebijakanPada 29 April Abhisit mengumumkan pencalonannya sebagai Perdana Menteri pada konvensi tahunan Partai Demokrat. Ia menjanjian "agenda untuk rakyat", dengan pendidikan sebagai fokus utamanya. ia menggunakan slogan kampanye "Mengutamakan Rakyat". Ia juga berjanji untuk tidak melakukan swastanisasi terhadap kebutuhan dasar rakyat seperti listrik dan air minum dan menasionalisasikan perusahaan-perusahaan negara yang telah diswastanisasikan oleh Thaksin.[17] Tentang unsur-unsur utama dari apa yang disebut "Thaksinomics" (sistem ekonomi Thaksin), Abhisit menjanjikan "manfaat dari kebijakan-kebijakan merakyat tertentu, seperti misalnya skema pemeliharaan kesehatan 30-Baht, Dana Desa dan skema KMB (Kecil Menengah Besar), tidak akan dibatalkan melainkan ditingkatkan." Ia kemudian mendesak agar skema pemeliharaan kesehatan 30 Baht Thaksin yang populer harus digantikan dengan sistem yang memberikan akses pelayanan kesehatan yang sama sekali gratis. Abhisit menyatakan bahwa semua anggota parlemen Demokrat pada masa depan harus mengumumkan kekayaan mereka dan setiap keterlibatan mereka dalam perusahaan-perusahaan swasta. (Menurut undang-undang, hanya anggota-anggota kabinet saja yang diharuskan mengumumkan kekayaan mereka.)[18] Abhisit mengumpulkan dana sejumlah Bt200 juta pada makan malam Hari Jadi ke-60 Partai Demokrat. Ia membentangkan sejumlah kebijakan energi, termasuk:[19]
Abhisit belakangan mengungkapkan rencananya untuk mengurangi harga eceran BBM dengan menghapuskan pajak sebesar 2.50 baht/liter yang digunakan untuk memelihara Dana Minyak pemerintah. Namun rencananya ini dikritik karena dianggap mendistorsikan mekanisme pasar dan tidak mendorong orang mengurangi konsumsi minyak. Pada 13 Juli 2006, berjanji untuk menghadapi kekerasan di Selatan dengan membuat masalah di provinsi-provinsi Selatan sebagai agenda publik.[11] Abhisit juga telah menjanjikan banyak kebijakan yang poluis selain program pemeliharaan kesehatan gratis, termasuk:[20]
Kudeta militerPada 19 September, hanya beberapa waktu sebelum pemilu yang dijadwalkan, militer merebut kekuasaan dalam kudeta Thailand 2006. Abhisit segera menyatakan ketidaksetujuannya terhadap kudeta itu hanya beberapa jam sebelum semua kegiatan politik dilarang:
Abhisit dikritik karena tidak berbuat apa-apa setelah kudeta. Majalah The Economist menyebutnya "sangat disukai tetapi tidak efektif."[1] Dukungan terhadap konstitusi juntaAbhisit mendukung rancangan konstitusi pihak junta dengan alasan bahwa hal itu kurang buruk dibandingkan yang lainnya. Abhisit mengatakan bahwa Partai Demokrat menganggap konstitusi yang baru serupa dengan Konstitusi 1997, tetapi dengan beberapa perbaikan maupun cacat. "Bila kita ingin memuaskan Dewan Keamanan Nasional kita akan menolak rancangan itu sehingga Dewan akan dapat membuat pilihannya sendiri. Bila kita menolak rancangan itu, hal itu sama saja dengan menyerahkan kekuasaan kepada Dewan. Kita tiba pada sikap ini karena kita peduli akan kepentingan nasional dan menginginkan gar demokrasi segera dipulihkan," katanya.[22] Sambil mengakui cacat Konstitusi yang baru, Abhisit juga mengusulkan, selain meminta kerja sama dari partai-partai politik lainnya, untuk mengamendemen Konstitusi bila ia terpilih untuk berkuasa.[23] Pemilu Desember 2007Partai Demokrat tinggal sebagai oposisi setelah pemilu parlemen Desember 2007, setelah Samak Sundaravej dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP) berhasil membentuk sebuah koalisi enam partai. Dalam pemilihan parlementer pada 28 Januari 2008, Abhisit dikalahkan oleh Samak untuk jabatan Perdana Menteri, dengan suara 163 lawan 310 untuk Samak.[24] 2008Setelah tersingkirnya Perdana Menteri Samak Sundaravej pada 2008, Abhisit dikalahkan oleh Somchai Wongsawat dalam pemilihan Dewan Nasional Thailand untuk jabatan perdana menteri, dengan 163 banding 298 suara.[25] Pada 2 Desember 2008, Pengadilan Konstitusional Thailand memutuskan untuk melarang tiga partai politik termasuk PPP terlibat dalam politik. Hal ini menyebabkan bubarnya pemerintah koalisi. Pengadilan juga melarang Somchai dan mencopotnya dari jabatannya. Ia digantikan oleh seorang wakilnya. Ketika jelas bahwa pemerintahan di bawah Partai Untuk Rakyat Thai atau Puea Thai (pengganti PPP) bukanlah pilihan yang memungkinkan untuk sisa Partai Chart Thai di bawah Sanan Krachonprasat, Partai Pembangunan Nasional Bersatu Rakyat Thailand dan Partai Demokrat Netral, hampir semua kecuali Partai Rakyat Kerajaan memutuskan untuk mendukung sebuah koalisi yang dipimpin oleh Partai Demokrat dan dengan demikian mendukung Abhisit sebagai Pertana Menteri.[26] Abhisit bahkan memperoleh beberapa pendukung dari PPP termasuk sekitar 37 anggota parlemen dari sebuah fraksi PPP yang disebut "Sahabat-sahabat Newin" (seperti dalam Newin Chidchob), dan dengan demikian memperoleh mayoritas untuk membentuk sebuah koalisi pemerintahan.[27] Pada 7 Desember berbagai partai mengadakan konferensi pers yang mendukung Abhisit dan pemerintahan yang dipimpin oleh Demokrat.[28][29] Abhisit seara resmi diangkat sebagai perdana menteri baru negara itu setelah sebuah pemungutan suara khusus di parlemen pada 15 Desember 2008.[30] Pemilu Juli 2011
Referensi
Pranala luarWikimedia Commons memiliki media mengenai Abhisit Vejjajiva.
Lihat pula |