90 mm M1/M2/M3
Meriam 90 mm M1/M2/M3 adalah sebuah meriam antipesawat dan antitank berat buatan Amerika, dengan peran yang serupa dengan meriam 8,8 cm Flak 18 Jerman. Meriam ini memiliki laras berdiameter 90 mm dan panjang 4,6 m (15 kaki), atau 50 kaliber. Meriam ini menembakan peluru 90×599 mm sejauh 19.000 m (62.474 kaki) secara horisontal, atau ketinggian maksimum 13.300 m (43.500 kaki), M1 juga dapat menembus zirah baja setebal 9 inci pada jarak 914 m (1.000 yard) dengan amunisi APFSDS. Meriam 90 mm adalah meriam antipesawat berat utama AS dari awal Perang Dunia II hingga 1946, ditemani oleh sejumlah kecil meriam 120 mm M1. Keduanya mulai disingkirkan pada awal 1950an karena perannya digantikan oleh peluru kendali darat-ke-udara seperti MIM-3 Nike Ajax. Sebagai meriam tank, meriam ini adalah senjata utama dari penghancur tank M36 dan tank M26 Pershing, dan juga sejumlah tank pasca-perang. Meriam ini juga digunakan pada tahun 1943-1946, sebagai sebuah senjata pertahanan pesisir oleh Korps Artileri Pesisir Angkatan Darat Amerika Serikat. Setiap meriam memakan biaya $50,000 pada 1940 dan melibatkan hingga 30 kontraktor terpisah untuk produksi.[3] SejarahSebelum Perang Dunia II, meriam antipesawat utama AS adalah meriam 3-inci M1918 (76,2 mm L/40) dan meriam 3-inci M3 (76,2 mm L/50), kaliber yang jamak digunakan pada tipe meriam ini. Ada beberapa upaya peningkatan meriam meriam ini, seperti versi T8 dan T9 yang dikembangkan pada awal 1930an. Tetapi Angkatan Darat AS lebih tertarik pada meriam yang lebih baik, dan pada 9 Juni 1938 mengeluarkan kontrak pengembangan dua meriam baru. Satu meriam berkaliber 90 mm, yang dinilai pada saat itu merupakan kaliber terbesar yang dapat diisi manual saat elevasi meriam nyaris vertikal, dan sebuah meriam kaliber 120 mm dengan mekanisme bantuan pengisian. Desain baru ini dinilai jauh lebih baik dari meriam sebelumnya, sehingga program meriam 3-inci T9 dibatalkan pada tahun 1938, tepat sebelum memasuki tahap produksi. Pada 1940, purwarupa kedua dari meriam 90 mm yang dinamakan T2 diresmikan menjadi 90 mm M1, sedangkan saudaranya menjadi meriam 120 mm M1. Beberapa ratus pucuk M1 telah dibuat saat 90 mm M1A1, yang memiliki beberapa perbaikan dan peningkatan mulai diproduksi pada akhir 1940, dan diresmikan pada 22 Mei 1941. Termasuk dalam versi M1A1 yaitu perbaikan dudukan dan pendorong-pegas pada sungsang, meningkatkan kecepatan tembak hingga 20 peluru per menit. M1A1 menjadi meriam antipesawat standar Amerika sepanjang perang. Produksi meningkat terus menerus, hingga ribuan unit per bulan. Seperti meriam 88 mm Jerman dan meriam QF 3.7 inch Britania Raya, dalam pertempuran M1A1 mendapatkan kesempatan untuk melawan tank, namun tak seperti yang lainnya, laras meriam ini tidak bisa diturunkan untuk dapat menembak sasaran di darat. Pada 11 September 1942, Angkatan Darat AS mengajukan permintaan baru untuk mengatasi masalah tersebut. Maka 90 mm M2 diproduksi, mengenalkan dudukan baru yang bisa diturunkan hingga 10 derajat di bawah cakrawala dan pendorong peluru berbasis elektrik. Versi ini menjadi versi standar sejak 13 Mei 1943. Pengembangan antitankMeriam M3 juga dipakai sebagai persenjataan utama beberapa kendaraan lapis baja, dimulai dengan meriam eksperimental T7 yang kemudan disetujui sebagai meriam 90–mm M3. Uji tembak M3 dilaksanakan terhadap sebuah penghancur tank M10 pada awal 1943. Meriam M3 kemudian digunakan pada penghancur tank M36, dan tank T26 (M26) Pershing.[4] M3 menembakkan sebuah peluru APC M82 dengan kecepatan luncur 2,6502.650 ft/s (810 m/s). Tetapi, meskipun kecepatan luncur dan kualitas baja pada peluru M82 setara dengan 8.8 cm KwK 36 L/56 yang dipasang pada Tiger I, masih lebih lemah dari meriam Tiger II, KwK 43 L/71 8.8 cm yang menembakkan peluru APCBC (armor-piercing capped ballistic cap), dengan hasil bahwa penetrasi M3 masih kalah jauh jika dibandingkan dengan KwK 43. Maka, US Ordnance menyediakan beberapa kru tank T26/M26 dengan peluru 90–mm HVAP, (high-velocity, armor-piercing) proyektil dengan penetrator subkaliber tungsten dengan kecepatan luncur 3,3503.350 ft/s (1.020 m/s), atau peluru AP T33 dengan kecepatan luncur 2,8002.800 ft/s (850 m/s).[5] Peluru HVAP dapat bersaing dengan kinerja penetrasi KwK 43 yang menembakkan peluru APCBC standar, tetapi amunisi tungsten selalu langka, dan T33 yang baru dipakai satu bulan menjelang akhir perang masih kalah jauh dari kinerja KwK 43. Kinerja
Sebuah varian antitank yang gagal adalah meriam T8 pada kereta pembawa T5. Meriamnya merupakan M1 dengan mekanisme rekoil dari howitzer 105 mm M2A1. Akhirnya sebuah versi dari T8 dengan meriam T20E1 dan kereta pembawa T15 diujicoba dan akhirnya menghasilkan meriam 105 mm T8.[7] Karena meriam 90 mm M3 terbukti tidak mampu menembus perisai depan tank terberat Jerman seperti tank Tiger II dan penghancur tank Jagdtiger yang jarang terlihat, sejumlah versi peningkatan M3 dikembangkan, termasuk T14 dan seri T15. Meriam 90–mm T15E1 L/73, dengan laras sepanjang 6,4 m (21 kaki), dirancang dan dikembangkan sebagai sebuah meriam AT yang mampu menyamai atau melampaui kinerja meriam 8.8 cm KwK43 L/71, meriam tank Tiger II yang terkenal. Kinerja Meriam Kecepatan Tinggi 90 mm T15Meriam antitank 90 mm T15 L/73 menggunakan beragam jenis peluru penembus perisai.
Dibuat dua versi dari meriam T15. Yaitu T15E1 dan T15E2 yang keduanya menggunakan pengisian amunisi terpisah. Mendekati akhir Perang Dunia II, versi eksperimental lain dari meriam 90 mm diuji coba termasuk meriam T18 dan T19 yang memiliki kecepatan luncur lebih tinggi. Meriam T19 adalah sebuah meriam T18 yang dimodifikasi sebagai usaha untuk mengurangi keausan laras. Versi lainnya termasuk T21, yang ditujukan untuk kendaraan beroda, dan meriam T22, yang menggunakan sungsang standar dari howitzer 105 mm M2. Meriam T21 dan T22 dirancang untuk menggunakan peledak yang lebih besar. Dari semua versi tersebut, tidak ada yang memasuki dinas. Pasca Perang Dunia II, pengembangan dari T15 dilanjutkan, dinamakan ulang menjadi T54, yang memiliki kemampuan untuk menembakkan peluru 90–mm HVAP APCR-T dengan kecepatan luncur 3,7503.750 ft/s (1.140 m/s).[10] Meriam T54 menjadi persenjataan utama dari tank M26E1 Pershing, M47 dan M48 Patton pada Perang Korea, juga pada kendaraan antitank M56 Scorpion. Artileri pesisirSelama Perang Dunia II, Korps Artileri Pesisir mengadopsi meriam 90 mm M1 untuk mendampingi atau menggantikan meriam 3-inci dalam komando pertahanan pelabuhan di CONUS dan wilayah AS. Meriam-meriam ini terorganisir dalam baterai Anti Kapal Cepat Torpedo (AMTB), biasanya dengan empat meriam 90–mm dan dua meriam 37 mm atau 40 mm AA. Biasanya dua meriam 90–mm dipasang pada dudukan tetap T3/M3 dan dua lainnya pada dudukan tarik M1A1, dan meriam 37–mm atau 40–mm dipasang pada dudukan tarik tunggal. Dudukan T3/M3 dirancang khusus untuk tembakan antipermukaan atau antipesawat. Beberapa dari meriam pesisir 90–mm adalah versi M2. Perkubuan untuk setidaknya 90 baterai dengan masing-masing dua meriam, ditambah meriam portabel, dibangun di CONUS, Panama, Alaska, Hawaii, Puerto Rico, dan lainnya pada tahun 1943.[11] VarianM1
M1A1Meriam tarik antipesawat. Produksi dimulai pada 1940. Menggunakan pendorong pegas M8A1 untuk memudahkan pengisian peluru. Memiliki kecepatan tembak 20 peluru per menit. M2Sebuah perancangan ulang total untuk menjadikan meriam ini sebuah meriam peran-ganda, berfungsi sebagai antitank sekaligus antipesawat. Mekanisme pengisian amunisi ditingkatkan dan ditambahkan penyetel sumbu otomatis M20. Meningkatkan kecepatan tembak hingga 24 peluru per menit. Elevasi juga ditingkatkan dengan kemampuan untuk menurunkan laras hingga −10 derajat. Untuk melindungi kru, pelindung baja ditambahkan. M2 adalah senjata standar sejak 13 Mei 1943. Pada 1944 senjata ini ditingkatkan kembali dengan penambahan peluru bersumbu jarak. M3Sebuah versi tank/antitank. Versi ini digunakan pada penghancur tank M36 dan tank M26 Pershing. Juga dikenal sebagai 90 mm L/53. M3A1Meriam M3 dengan rem moncong, digunakan pada tank M46 Patton. Amunisi M3
Lihat juga
Senjata dengan peran, kinerja, dan era yang sepadan
Referensi
Pranala luar
|