Yu Gwan-sun
Ryu Gwan-sun (16 Desember 1902 – 28 September 1920), juga dikenal sebagai Yu Gwansun, adalah organisator aktivis Kemerdekaan Korea yang kemudian dikenal sebagai Gerakan 1 Maret melawan Pemerintahan kolonial Jepang di Korea di Chungcheong.[1] Gerakan 1 Maret dianggap sebagai demonstrasi damai oleh rakyat Korea melawan kekuasaan Jepang. Ryu Gwan-sun menjadi salah satu peserta paling terkenal dalam gerakan ini, dan akhirnya menjadi simbol perjuangan kemerdekaan Korea. Masa kecil dan pendidikan awalYu Gwan-sun lahir di Cheonan, Chungcheong pada tanggal 17 November 1902.[2] Keluarganya tinggal di sebuah desa pertanian. Pada tahun 1916, Yu Gwan-sun masuk Sekolah Wanita Ewha (sekarang Ewha Girls' High School), di Seoul. Di sekolah ini, Ryu belajar dengan giat sehingga nilai-nilainya amat memuaskan. Pada liburan musim panas sekolah yang pertama, ia pulang ke kampung halamannya dan disana ia memberikan pengajaran kepada warga setempat mengenai ilmu pengetahuan barat dan geografi. Aktivitas-aktivitas demonstrasi pada masa penjajahan JepangPada tanggal 22 Januari tahun 1919, Kaisar Gojong tiba-tiba wafat. Rakyat Korea berduka-cita, menganggap kematian sang raja karena diracuni oleh Jepang. Rakyat diam-diam membentuk organisasi-organsisasi bawah tanah dan memulai rencana untuk mendeklarasikan kemerdekaan. Mereka menyusun deklarasi dan menyebarkan salinannya ke seluruh negeri serta ke organsisasi pejuang kemerdekaan di Jepang dan Tiongkok. Tepat pada tanggal 1 Maret 1919, massa berkumpul di pusat kota Seoul mendengarkan 33 orang tokoh membacakan Deklarasi Kemerdekaan Korea. Pada saat yang sama jutaan rakyat di seluruh negeri ikut berdemonstrasi menyuarakan kemerdekaan Korea.[3] Yu Gwan-sun beserta teman-teman sekolahnya ikut ambil bagian dengan mengumpulkan massa dan meneriakkan "Dirgahayu Korea". Peristiwa ini dinamakan Samil Undong (Pergerakan Satu Maret). Pada tanggal 5 Maret, Yu Gwan-sun dan teman-temannya yang ikut berdemo ditangkap oleh polisi, namun kemudian dilepaskan atas permintaan sekolah mereka. Pada tanggal 10 Maret, Jepang menutup sementara sekolah-sekolah di Korea. Demonstrasi di Cheonan dan akhir hayatYu Gwan-sun kembali ke kampung halaman pada tanggal 13 Maret 1919. Diam-diam ia membawa dokumen deklarasi kemerdeakaan dan menyusun rencana demonstrasi baru. Dengan bantuan dari masyarakat dan tokoh agama di desanya, ia menyusun demonstrasi serupa dengan yang di Seoul yang dijadwalkan pada tanggal 1 April 1919. Berkeliling dari desa ke desa, ia memberitahu warga untuk ikut berpartisipasi. Malam sebelum tanggal yang ditetapkan, Yu Gwan-sun telah mencapai puncak gunung dan menyalakan obor sebagai sinyal bahwa demonstrasi akan dimulai keesokan hari. Lebih dari 3000 warga berkumpul di Pasar Aunae, Cheonan, Yu Gwan-sun membawa Taegeukgi, membaca deklarasi dan kemudian berjalan mengelilingi kota. Polisi Jepang bereaksi dengan menangkap dan membunuh banyak demonstran, orang tua Yu termasuk yang gugur di dalamnya. Hukuman penjara dan ucapanSetelah penangkapan Ryu, dia awalnya ditahan di Cheonan Kantor Polisi Militer Jepang kemudian dipindahkan ke penjara Kantor Polisi Gongju. Dalam persidangannya, Ryu berargumen bahwa proses tersebut dikendalikan oleh pemerintah kolonial Jepang, hukum gubernur jenderal Korea, dan diawasi oleh hakim Jepang yang ditugaskan. Terlepas dari upayanya untuk mendapatkan apa yang dia yakini sebagai pengadilan yang adil, Ryu menerima putusan bersalah atas tuduhan penghasutan dan pelanggaran hukum keamanan dan dijatuhi hukuman lima tahun penjara di Penjara Seodaemun. Selama dipenjara, Ryu terus mendukung gerakan kemerdekaan Korea yang mengakibatkan dia dihukum berat dan disiksa oleh petugas penjara Jepang. Pada tanggal 1 Maret 1920, Ryu mempersiapkan protes berskala besar dengan sesama narapidana untuk memperingati ulang tahun pertama Gerakan Kemerdekaan 1 Maret.[3] Ryu dipenjara secara terpisah di sel yang terisolasi.[3] Dia meninggal pada tanggal 28 September 1920 karena luka-luka yang dideritanya dari penyiksaan dan pemukulan yang dilakukan oleh petugas penjara Jepang.[4] Menurut catatan yang ditemukan pada November 2011, dari 45.000 orang yang ditangkap sehubungan dengan protes selama periode tersebut, 7.500 tewas di tangan pihak berwenang Jepang.[5][6] "Jepang akan kalah", tulisnya saat di penjara:
Setelah wafatPetugas penjara Jepang awalnya menolak untuk melepaskan tubuh Ryu sebagai upaya untuk menyembunyikan bukti penyiksaan. Pihak berwenang akhirnya melepaskan tubuhnya di peti minyak Saucony Vacuum Company karena ancaman yang dibuat oleh Lulu Frey dan Jeannette Walter, kepala sekolah bekas sekolah Ryu, yang menyuarakan kecurigaan mereka atas penyiksaan kepada publik. Walter, yang mendandani Ryu untuk proses pemakamannya, kemudian meyakinkan publik pada tahun 1959 bahwa tubuhnya tidak dipotong-potong seperti yang dituduhkan.[9] Pada tanggal 14 Oktober 1920, pemakaman Ryu Gwan-sun diadakan di Gereja Jung-dong oleh Menteri Kim Jong-wu dan tubuhnya dimakamkan di pemakaman umum Itaewon, yang akhirnya dihancurkan. Setelah kemerdekaan Korea pada tahun 1945, sebuah kuil dibangun di Byeongcheon-myeon atas kerja sama Provinsi Chungcheongnam-do dan tentara Cheonan. Sementara itu, sejak 1946, upacara peringatan diselenggarakan oleh orang-orang dari Universitas khusus perempuan Ewha, termasuk Shin Bong-jo dan Park In-duk. Sekitar waktu ini, orang-orang yang mengambil alih peti mati Ryu dari Penjara Seodaemun membuka kotak itu dan ada rumor bahwa tubuhnya telah dipotong-potong. Tubuhnya dimakamkan di pemakaman di Itaewon, tetapi diyakini telah diperlakukan sebagai makam yang tidak rusak pada tahun 1936 selama proses relokasi pemakaman di Itaewon untuk tujuan membuat situs perumahan.[10] Penghargaan dan penghormatanPartisipasi Yu Gwan-sun dan tokoh pejuang dalam Pergerakan Satu Maret diperingati setiap tahun tanggal 1 Maret di paviliun genta Bosingak.[11] Tanggal ini disebut Samil-jeol, diperingati dengan memukul genta sebanyak 33 kali untuk menghormati 33 orang pahlawan pejuang kemerdekaan Korea.[11]
Pranala luar
Referensi
|