Wonosido, Lebakbarang, Pekalongan
Wonosido adalah desa di kecamatan Lebakbarang, Pekalongan, Jawa Tengah, Indonesia. Desa ini terletak ujung tenggara Kecamatan Lebakbarang dan berbatasan dengan kecamatan Petungkriono, desa ini berjarak 12 km dan merupakan desa terjauh dari dari pusat kecamatan, desa ini berjarak 30 km dari Kajen Pusat pemerintahan Kabupaten Pekalongan. Secara Topografi desa Wonosido berada di dataran tinggi dengan ketinggian 800-1000 MDPL. Secara adiministrasi desa Wonosido terdiri dari 2 dusun (Wonosido dan Pulosari) dengan 2 RW dan 4 RT. Jarak antara kedua Dusun tersebut sekitar 1,5 kilometer yang dipisahkan oleh hutan Pinus. Dusun Pulosari merupakan hasil dari pemindahan Dusun sebelumnya yang bernama Sigendol, yang terletak sekitar 2 kilometer dari Dusun yang sekarang. Karena lokasi Dusun Sigendol yang berada di perbukitan, meski tanahnya subur namun jauh dari sumber air. Pada tahun 1949 dari hasil musyawarah antara warga masyarakat dan perhutani akhirnya Dusun sigendol di relokasi/ dipindahkan ke tempat yang dekat sumber mata air yaitu di kaki gunung Pulosari. Dan pada sejak itu akhirnya dinamakan Dusun Pulosari. Desa ini berbatasan dengan kecamatan Petungkriono di utara, timur dan selatan, serta desa Timbangsari dan desa Depok di barat. SejarahPada Jaman dahulu ada dua orang pemuda pengembara yang mencari penghidupan di hutan, mereka menetap dihutan dan mendirikan sebuah gubuk sebagai tempat tinggal. Mereka menggarap sebidang tanah sebagai lahan bercocok tanam untuk mata pencaharian dan guna menyambung hidup. Kedua pemuda tersebut bernama Ki Wantar dan Ki Wanajaya. Setelah beberapa tahun, tersebar kabar ke beberapa tempat bahwa mereka berdua berhasil bercocok tanam di tempat tersebut. Kemudian datanglah dua perempuan bernama Nyai Wajem dan Nyai Kasih yang ingin ikut mengadu nasib ditempat tersebut, akhirnya kedua wanita tersebut dijadikan istri oleh kedua pemuda tersebut. Berjalanya waktu kedua pasangan suami istri tersebut mempunyai banyak keturunan dan dibangunlah beberapa gubuk sebagai tempat tinggal mereka. Akhirnya berkembang menjadi sebuah peDusunan atau kampung kecil. Seiring perkembangannya jumlah penduduk mulai bertambah banyak kemudian berkembang menjadi sebuah kampung. Karena letaknya di tengah Hutan yang lebat maka kampung tersebut dinamakan Wonosido, konon Wonosido di ambil dari kata Wono yang berarti Hutan, dan Sido yang berarti Jadi/Lebat.[1] Kepala DesaPada zamannya, pola pemerintahan masih memakai sistem adat. Pemuka Adat sebagai pemimpin Kampung, pemimpin pertama adalah Ki Wantar dan Ki Wanajaya. Karena mereka berdua adalah tokoh pendiri kampung dan pembuka hutan yang pertama (babad alas). Setelah mereka tutup usia, kepala kampung atau dikenal dengan sebutan Lurah diteruskan oleh keturunannya yaitu Ki Daslam. Kemudian pada tahun 1925 diangkatlah Kepala Desa yang kedua melalui pemilihan oleh warga. Ki Talam akhirnya terpilih sebagai kepala desa yang ke dua, beliau menjabat kurang lebih 31 tahun. Disinilah tonggak sejarah demokrasi berawal di desa Wonosido. Lurah yang ke tiga yaitu Bp. Tayib menjabat dari tahun 1956 s/d 1987, Bp. Mispo dari tahun 1988 s/d 1998 yaitu selama 10 tahun. Kemudian pada awal era reformasi dipilihlah kepala desa yang ke lima yaitu Bp. Sugito dari tahun 1998 s/d 2006. Dan Kepala desa yang ke 6 yaitu Bp. Mujito dari tahun 2007 s/2013. Dan yang ke 7 Bp. Sugito kembali terpilih sebagai kepala Desa dengan masa jabatan dari tahun 2013 s/d 2018. InfrastrukturDalam sektor pendidikan desa Wonosido memiliki satu Sekolah Dasar Negeri yaitu SD Negeri Wonosido, dengan jumlah siswa sekitar 47 dan guru 6 orang. Desa Wonosido dalam sektor kesehatan memiliki satu bidan desa. Agama Masyarakat Wonosido adalah Islam, dan mempunyai satu masjid serta satu mushola sebagai tempat peribadatan. Referensi
|