Vihara Thay Hin Bio
SejarahVihara Thay Hin Bio dulunya adalah sebuah cetiya . Sejarah panjangnya bermula ketika orang dari Tiongkok bernama Po Heng datang membawa patung Dewi Kwan Im pada tahun 1850. Patung tersebut menarik perhatian masyarakat, sehingga muncul gagasan untuk membangun tempat ibadah yang dapat digunakan bersama – sama. Akhirnya, pada tahun yang sama, masyarakat sekitar bersama – sama membangun cettiya yang diberi nama Avalokiteswara. Cettiya Avalokiteswara dulu dibangun di tempat yang sekarang menjadi lokasi gudang agen. Karena banjir akibat letusan Krakatau tahun 1883, bangunannya rusak, sehingga patung sang Dewi harus dipindahkan. Pemindahan patung dilakukan oleh Po Heng. Ia membawa patung tersebut ke tempat yang disebut “tanjakan residen”. Tiga belas tahun kemudian yaitu pada 1896, cettiya yang baru didirikan di tempat ini. Cetiya tersebut diberi nama Kuan Im Thing atau persinggahan Dewi Kuan Im. Pembangunannya dibiayai oleh masyarakat. Mereka menggalang dana kemudian menyerahkannya pada Yayasan Mahopadi. Yayasan inilah yang kemudian membangun cettiya Kuan Im Thing. Tanggal 1 Oktober 1898, pemerintah Belanda mengeluarkan izin bangunan. Sejak itu, jalan di depan cettiya disebut jalan Kelenteng. Dua puluh satu tahun kemudian, tepatnya pada 1927, beberapa orang dikirim ke Tiongkok untuk memohon bhikhu atau biksu. Hal ini ditanggapi positif, Tiongkok mengutus Bhikhu Sek Te Thi untuk mengajarkan Dharma Buddha dan membimbing upacara doa. Kedatangan Bikkhu Sek Te Thi menarik perhatian pengunjung. Dari waktu ke waktu jumlah pengunjung cettiya semakin banyak, sehingga bangunannya harus direnovasi. Tahun 1963 cettiya Kwan Im Thing direnovasi. Renovasi selesai dilakukan tahun 1967, terhambat karena pemberontakan G30S / PKI tahun 1965. Pasca renovasi, cettiya berganti nama menjadi Vihara Thay Hin Bio yang berarti vihara yang besar dan jaya. [1] Sekilas Tentang ViharaVihara Thai Hin Bio adalah vihara yang merupakan saksi sejarah peradaban bangsa Tionghoa di Teluk Betung, karena vihara ini merupakan yang tertua di Kota Bandar Lampung, bahkan untuk Provinsi Lampung. Lokasinya, dekat dengan tempat perbelanjaan oleh-oleh di Telukbetung Selatan. Vihara Thay Hin Bio dibuat pada tahun 1850. Vihara yang sampai sekarang masih tetap berdiri tegak itu bukan hanya simbol biasa, melainkan dapat menceritakan peristiwa masa lalu. Berdirinya vihara merupakan salah satu tanda titik kemajuan perkembangan peradaban etnis China di Lampung. Stabilitas ekonomi, keamanan yang terjamin, pola hubungan sosial yang harmonis dan dinamis, baik sesama etnis China maupun dengan masyarakat non etnis China. Ada suatu perkampungan dalam kota yang betul-betul memiliki jumlah hunian terbesar etnis Tionghoa di Bandar Lampung. Warga setempat biasa menyebutnya Daerah Pecinan Teluk Betung. Kawasan itu membentang dari awal akses Pasar Pagi hingga berbatas dengan Kampung Palembang di arah selatan kota, Gudang Lelang Lama, Pasar Kangkung, dan wilayah Gudang Garam. Pemukiman etnis Tionghoa di Lampung jejaknya dapat ditelusuri di sekitar daerah Teluk Betung. Di Jalan Ikan Kakap misalnya, yang memang hampir sepanjang jalan berjejer pertokoan yang sebagian besar milik etnis Tionghoa. Menemukan Kampung Pecinan ini, tak sulit karena lokasinya masih menyatu dengan ibu kota provinsi. Dari Tanjungkarang bisa ditempuh hanya 15 menit dengan menumpang angkutan kota karena tak ada kemacetan. Jika dengan kendaraan pribadi paling lama hanya 10 menit ke arah selatan. Menilik Pecinan Teluk Betung, tak lepas dari sejarah peradaban kota Teluk Betung yang entah dimulai sejak kapan dan abad ke berapa. Yang pasti keberadaan etnis Tionghoa di wilayah Teluk Betung, sejalan dengan menggeliatnya kota ini sebagai kota tertua di Provinsi Lampung.[2] Referensi
|