Transplantasi penis
Transplantasi penis, pencangkokan penis, atau alih tanam penis adalah prosedur pemberian transplan penis kepada seorang pasien. Penis tersebut bisa berupa alograf dari pendonor manusia, atau ditumbuhkan secara artifisial, namun penis artifisial belum pernah ditransplantasikan ke manusia. Prosedur transplan periferal seperti bedah transplan tangan, wajah, atau penis dianggap kontroversial karena tidak diperlukan untuk menyelamatkan nyawa pasien. Namun demikian, transplan periferal dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Prosedur Afrika Selatan 2014Bulan Desember 2014, transplantasi penis pertama berhasil dilakukan pada seorang pria berusia 21 tahun oleh tim dokter spesialis di Universitas Stellenbosch, Afrika Selatan. Prosedur yang memakan sembilan jam ini melibatkan bedah mikro untuk menghubungkan pembuluh darah dan jaringan saraf.[1] Pasien tersebut kehilangan penisnya akibat gagal sunat saat berusia 18 tahun. Tanggal 13 Maret 2015, pasien ini dikabarkan telah mendapatkan kembali fungsi-fungsi penisnya seperti urinasi (buang air), ereksi, orgasme, dan ejakulasi, tetapi sensasinya baru dapat dirasakan penuh setelah dua tahun lagi.[2][3] Tim dokter yang melaksanakan transplantasi terkejut karena pasien diperkirakan sudah bisa pulih total pada bulan Desember 2016.[1] Karena sunat sering dilakukan di sebagian wilayah Afrika Selatan untuk menandakan akil balignya anak laki-laki, prosedurnya tidak steril, dan dilakukan oleh mantri amatiran yang tak berpengalaman, para dokter mengatakan bahwa Afrika Selatan kelak memiliki kasus transplantasi penis terbanyak di dunia.[3] Penis laboratoriumTahun 2008, Anthony Atala dan rekan-rekannya di Wake Forest Institute for Regenerative Medicine di North Carolina melakukan transplantasi penis hasil rekayasa biologi ke 12 kelinci. Semua kelinci dikawinkan dan empat di antaranya beranak. Transplantasi ini merupakan pengujian konsep yang ia susun sejak 1992 dengan tujuan memungkinkan transplantasi penis manusia. Ia telah memproduksi versi uji coba penis manusia hasil rekayasa biologi, namun tak satupun yang cocok untuk transplantasi pada manusia.[4] Lihat pulaReferensi
|