TeofaniTeofani (bahasa Yunani: θεοφάνεια, teofania)[1] adalah peristiwa penampakan sosok ilahi kepada manusia.[2][3][4] Istilah ini sudah jamak digunakan sebagai sebutan bagi peristiwa penampakan dewa-dewi dalam agama-agama Yunani dan Timur Dekat pada Abad Kuno. Wiracarita Ilias adalah sumber tertua yang memuat deskripsi teofani pada Abad Klasik, tetapi mungkin sekali deskripsi teofani tertua tersurat di dalam naskah wiracarita Gilgames.[5] Istilah teofani kemudian hari dipakai pula oleh umat Kristen dan Yahudi sebagai istilah khusus bagi manifestasi Allah sesembahan Abraham kepada manusia, yakni tanda-tanda terindra yang mengisyaratkan kehadiran-Nya. Tidak banyak deskripsi teofani yang dapat ditemukan di dalam Alkitab Ibrani. Agama Yunani KunoDi Delfi, Teofania (Θεοφάνια) adalah nama festival tahunan yang diselenggarakan pada musim semi untuk merayakan kepulangan Dewa Apolo dari peristirahatan musim dinginnya di Hiperborea. Acara puncak dalam perhelatan ini adalah dikeluarkannya citra dewa-dewi dari persemayaman masing-masing untuk dipertontonkan kepada khalayak ramai. Kemudian hari, agama-agama misteri Romawi kerap pula menggelar upacara serupa, yakni mempertontonkan sepintas citra-citra sesembahan untuk menggairahkan para hadirin.[6] Penampakan diri Dewa Zeus kepada Semele ternyata melampaui batas daya terima makhluk fana, akibatnya Semele tewas tersambar dahana perbawa Zeus.[7] Meskipun demikian, kebanyakan teofani dalam mitologi Yunani tidak begitu mematikan. Teofani yang tidak lumrah dalam mitologi Yunani terdapat dalam kisah Prometeus. Tokoh ini bukanlah dewa yang bersemayam di puncak Olimpus melainkan titan yang membocorkan pengetahuan tentang api kepada manusia. Tidak ada deskripsi tentang nasib dari manusia yang tersangkut dengan teofani ini, tetapi Prometeus diganjar hukuman berat oleh Zeus. Penampakan sosok ilahi atau tokoh pahlawan sesekali muncul dalam sejarah, baik penampakan melalui mimpi maupun penampakan yang disaksikan secara sadar, dan sering kali bermuara pada pembentukan suatu kultus, atau setidaknya melahirkan suatu tindakan penyembahan dan pembaktian persembahan demi mengenang peristiwa tersebut.[8] Agama HinduDalam agama Hindu, manifestasi-manifestasi Dewa Wisnu di mayapada disebut Awatara Wisnu. Awatara Wisnu terpopuler adalah Sri Kresna, sementara teofani paling terkenal dalam agama Hindu termuat dalam Bagawatgita, bagian dari wiracarita Mahabarata. Syahdan di padang Kurusetra, sesudah panjang lebar diwejangi Sri Kresna, Arjuna mohon agar Sri Kresna sudi menampakkan wujud kesemestaannya. Permohonannya dikabulkan. Sri Kresna mencelikkan mata rohani Arjuna agar mampu menyaksikan Wiswarupa, wujud kesemestaannya, yakni manifestasi termulia Dewa Wisnu yang meliputi sarwa sekalian alam. Deskripsi dari teofani ini merupakan inti sari bab XI Bagawatgita. Agama YahudiDi dalam Alkitab IbraniAlkitab Ibrani menegaskan bahwa Allah menyatakan diri-Nya kepada umat manusia.[9] Allah berfirman kepada Adam dan Hawa di Eden (Kejadian 3:9–19), kepada Kain (Kejadian 4:9–15), kepada Nuh (Kejadian 6:13, Kejadian 7:1, Kejadian 8:15) dan putra-putranya (Kejadian 9:1–8), maupun kepada Abraham dan Sara (Kejadian 18). Allah juga dua kali menampakkan diri kepada Hagar, budak perempuan yang melahirkan Ismael, anak pertama Abraham (Kejadian 16). Penyingkapan pertama yang diterima Musa dari Yahweh dalam peristiwa belukar yang menyala-nyala adalah "penampakan yang dahsyat", sampai-sampai "Musa takut memandang" Yahweh (Keluaran 3:3,6). Penyingkapan pertama yang diterima Samuel dalam mimpi juga disebut "penglihatan", sesudah itu Allah kerap "menampakkan diri" di Silo (1 Samuel 3:15,21). Penyingkapan pertama yang diterima Yesaya juga adalah penampakan Allah (Yesaya 6:1–5), demikian pula Amos (Amos 7:1,4; 8:1; 9:1), Yeremia (Yeremia 1:11,13), Yehezkiel (Yehezkiel 1:1; 8:1–3), dan Zakharia (Zahkaria 1,6), bahkan semua tokoh yang menyebut diri "pelihat". Bileam juga mengaku sebagai orang yang pernah menyaksikan "penglihatan Yang Maha Kuasa" (Bilangan 24:4). Dalam Kitab Ayub, Elifas menjabarkan sebuah penglihatan ketika berkata, "sewaktu bermenung oleh sebab khayal malam, ketika tidur nyenyak menghinggapi orang. Aku terkejut dan gentar, sehingga tulang-tulangku gemetar. Suatu roh melewati aku, meremanglah bulu romaku. Ia berhenti, tetapi rupanya tak dapat kukenali. Suatu sosok ada di depan mataku, berbisik-bisik suaranya kudengar" (Ayub 4:13–16). Taurat menggarisbawahi fakta bahwa meskipun Allah membuat diri-Nya dikenal melalui penglihatan kepada nabi-nabi lain, dan bersabda kepada mereka melalui mimpi, Ia berbicara dengan Musa "dari mulut ke mulut, seakan-akan seorang manusia yang sedang berbincang dengan sesamanya", menggunakan kata-kata yang dapat dipahami secara jelas, bukan dengan teka-teki (Bilangan 12:6–8, Keluaran 33:11, Ulangan 34:10). Di dalam belukar yang menyala-nyalaKetika Musa sedang menggembalakan ternak ayah mertuanya di Midian, Malaikat Tuhan menampakkan diri di dalam belukar yang menyala-nyala tetapi tidak dimakan api (Keluaran 3:1–2). Dari tengah-tengah belukar yang menyala-nyala itu, Yahweh memanggil Musa dan menyampaikan kepadanya bahwa Ia telah mendengar jerit tangis umat-Nya di Mesir. Yahweh kemudian memerintahkan Musa untuk menghadap Firaun dan memimpin Bani Israel keluar dari Mesir (Keluaran 3:3–12). Di dalam tiang awan dan tiang apiAllah menyatakan kehadiran dan perlindungan-Nya kepada Bani Israel dengan menuntun mereka keluar dari Mesir dan melintasi padang gurun Sinai dalam wujud tiang awan pada siang hari dan tiang api pada malam hari.[10] Di Gunung SinaiTeofani di Gunung Sinai diriwayatkan di dalam Keluaran 19:16–25. Manifestasi YHWH disertai guntur dan petir, kobaran api yang membumbung tinggi sampai ke langit, bunyi sangkakala memekakkan telinga, gunung pun berguncang dan berasap. Dari tengah-tengah nyala api dan awan, membahana suara yang mewahyukan Dasatitah. Riwayat dalam Ulangan 4:11–12 pada dasarnya sama saja dengan riwayat dalam Ulangan 4:33–36 dan Ulangan 5:4–19, dan dengan kalimat yang tertata menegaskan hakikat ketidakberwujudan Allah. Ketika memberikan restu terakhirnya kepada Bani Israel (Ulangan 33:2), Musa menyebut peristiwa tersebut sebagai cikal bakal keterpilihan Israel, tetapi mengacu kepada Gunung Sinai sebagai titik awal teofani, alih-alih surga. Allah dikatakan menampakkan diri di Gunung Sinai laksana matahari yang bersinar terang, tampil mengemuka dari antara "berlaksa-laksa orang kudus" (bdk. Sifrei Ulangan 243). Di dalam Nyanyian Debora (Hakim–Hakim 5:2–31), manifestasi Allah juga digambarkan sebagai peristiwa yang dahsyat, karena membuat bumi gonjang-ganjing, Tursina bergetar, dan gegana meniris. Gambaran semacam ini dielaborasi secara puitis dalam doa Nabi Habakuk (Habakuk 3) yang mencampuradukkan masa lampau dan masa depan. Sama seperti dalam Ulangan 33:2 dan Hakim–Hakim 5:4, Allah dikatakan datang dari Teman dan Paran, kemuliaan-Nya bak sinar terang nan gilang-gemilang, pralaya muncul mendahului-Nya. Gunung-gunung berguncang, bumi gonjang-ganjing, manusia dicekam kengerian. Allah digambarkan berwahana rata yudha, lengkap dengan kuda-kuda penghela, yakni konsep yang juga terdapat di dalam Yesaya 19:1 (berwahana awan) dan Mazmur 18:10 (berwahana kerub). Di dalam kitab Nabi Yesaya dan Nabi YehezkielYesaya dan Yehezkiel menerima amanat perutusan mereka sebagai nabi dalam peristiwa manifestasi mulia Allah. Yesaya melihat Allah bertahana jauh tinggi di takhta mulia. Sebenarnya yang ia lihat bukan diri Allah itu sendiri melainkan hanya ujung jubah-Nya yang memenuhi haikal surgawi. Di hadapan takhta Allah tampak tegak para serafim, malaikat bersayap enam. Sepasang sayap mereka gunakan untuk menutupi wajah agar tidak lancang menatap Allah, sepasang lagi menutupi kaki sebagai tanda takzim, dan sepasang lagi dipakai mengudara. Kesibukan mereka adalah selama-lamanya melaungkan puja-puji kepada Allah, yang di dalam Kitab Wahyu dikatakan berupa seruan kata "kudus" sebanyak tiga kali (Yesaya 6). Uraian Yehezkiel bahkan lebih muluk lagi daripada uraian Yesaya. Ia melihat takhta ilahi berbentuk sebuah kereta mahaistimewa. Ada angin badai, awan pekat, dan api yang berkobar-kobar. Cahaya terang melingkupi manifestasi tersebut. Di tengah-tengah kobaran api tampak empat makhluk berwajah manusia dan bersayap empat, memiliki bentuk kaki yang memungkinkan mereka bergerak menuju keempat penjuru bumi dengan kecepatan yang sama tanpa berbalik. Makhluk-makhluk hidup itu dikenali sang nabi sebagai kerubim (Yehezkiel 10:20). Api surgawi, bara yang menyala laksana suluh, bergerak kian kemari di antara mereka. Makhluk-makhluk itu bergerak secara serempak, ke mana pun roh Allah menggerakkan mereka. Di bawah makhluk-makhluk itu terdapat jentera (ofanim) yang dipenuhi mata. Kepala mereka menyangga cakrawala yang menjadi landasan takhta Allah. Bilamana kereta ilahi itu bergerak, sayap-sayap mereka bergetar dengan bunyi menderu laksana guruh. Di atas takhta tampak sosok ilahi yang menyerupai manusia. Tubuhnya bersinar-sinar (ḥasmal) dari pinggang ke atas, sementara dari pinggang ke bawah tampak seperti api (digambarkan sebaliknya dalam Yehezkiel 8:2). Allah turun dan menampakkan diri di muka bumi dalam penyingkapan di Gunung Sinai, tetapi tampak di langit dalam penglihatan nabi-nabi. Kenyataan ini selaras dengan hakikat peristiwanya, karena penyingkapan di Gunung Sinai ditujukan bagi khalayak ramai yang tidak dapat dibayangkan sedang berada dalam keadaan ekstase. Di dalam MazmurTeofani yang diperikan dalam Mazmur 18:8–16 sangat berbeda. Daud sedang menghadapi situasi genting, dan Allah mengabulkan doanya dengan menampakkan diri untuk menolongnya. Di hadirat Allah, bumi bergetar dan api berkobar. Allah berwahana kerub yang mengangkasa, dikelilingi awan pekat yang kemudian sirna tersibak pancaran kecemerlangan-Nya. Allah menyelamatkan sang pemazmur, dan membinasakan musuh-musuhnya dengan guntur dan petir. Di dalam kesusastraan RabaniPandangan Yahudi Rabani mengenai Alkitab Ibrani dapat diketahui dari Taurat Lisan, yakni ajaran-ajaran lisan yang kemudian hari dibukukan menjadi karya-karya sastra Rabani seperti Misnah dan Talmud. Maksud Allah menciptakan dunia adalah agar Ia dapat berdiam di tengah-tengah makhluk-Nya, dan itulah yang diperbuat Allah sebelum Adam berdosa. Dosa Adam menjauhkan Allah ke langit terendah dari tujuh lapis langit. Dosa Kayin membuat Allah naik semakin jauh dari makhluk-Nya, demikian pula dengan dosa-dosa yang diperbuat generasi-generasi selanjutnya, yakni generasi Henokh, generasi air bah, generasi Menara Babel, orang Sodom, dan orang Mesir, sehingga Allah akhirnya menjauh sampai ke langit ke tujuh. Sesudah itu, muncul tujuh generasi yang membuat Sekinah perlahan-lahan kembali membumi, yakni Avraham, Yitsak, Ya'kov, Levi, Kahat, Amram, dan Mosye. Kalimat "maka turunlah Hasyem ke atas Gunung Sinai" berarti Sekinah akhirnya kembali hadir di alam terendah ini. Miskan (Tabernakel) dibangun agar Allah dapat kembali berdiam di tengah-tengah manusia, sebagaimana yang difirman Allah di dalam Taurat: "Mereka harus membuat tempat kudus bagi-Ku, supaya Aku akan diam di tengah-tengah mereka" (Keluaran 25:8). Dengan demikian, hari peresmian Miskan adalah hari sukacita bagi Hasyem (Allah), sama seperti hari ketika Hasyem menciptakan dunia. Menurut para rabi, sebelum Miskan tegak di padang gurun, semua bangsa masih menerima wahyu dari Allah, tetapi semenjak Miskan didirikan, hanya Bani Israel saja yang lazim menerima wahyu kebenaran ilahi. Satu-satunya kekecualian adalah nabi-nabi non-Yahudi seperti Bileam yang dikaruniai kuasa kenabian, meskipun kemampuan terbaik yang mereka miliki hanya sampai pada tahap menerima mimpi-mimpi kenabian (Midras Imamat Rabah 1:12-13). Menurut Rabi Eliezer, tiap-tiap warga Bani Israel, bahkan budak perempuan terbodoh sekalipun, menyaksikan kemuliaan Allah di Laut Merah dalam wujud yang lebih jelas daripada yang kemudian hari disaksikan nabi-nabi sekelas Yehezkiel, sehingga mereka tergerak untuk bernyanyi, "Ia inilah Allahku" (Keluaran 15:2). Ketika diminta seorang Samaria untuk menjelaskan bagaimana sabda Allah "Tidakkah Aku memenuhi langit dan bumi?" (Yeremia 23:24) dapat dirukunkan dengan firman-Nya yang disampaikan kepada Musa, "Aku akan bertemu dengan engkau dan ... dari antara kedua kerub ... Aku akan berbicara dengan engkau" (Keluaran 25:22), Rabi Meir menyuruh si orang Samaria untuk berkaca pada dua cermin yang berbeda bentuk dan ukuran, lalu berkata, "lihatlah, bayangan sosokmu sendiri tampak berbeda karena kedua cermin itu memantulkannya secara berbeda, betapa lebih berbeda lagi kemuliaan Allah dipantulkan oleh akal budi manusia yang berbeda-beda itu" (Midras Kejadian Rabah 4:3). Agama KristenEusebius, Uskup Kaisarea pada abad ke-4, menulis sebuah makalah berjudul "Ihwal Manifestasi Ilahi" (bahasa Yunani: Περί Θεοφάνειας, Peri Teofanias), mengacu kepada inkarnasi Yesus. Rujukan Eusebius sehubungan dengan pokok bahasan tersebut mencakup ironi-ironi komparatif berikut ini. Dalam naskah pertama "injil menurut Yani" (maksudnya Yohanes Penginjil, bukan Yohanes Pembaptis), dijabarkan bahwa di sebelah atas dari mahkota duri yang terpasang di kepala Yesua (nama Yesus dalam bahasa Ibrani) terpampang kalimat dalam tiga bahasa, yakni "INRI, INBI, YHWH". Salah satunya adalah kalimat dalam bahasa Aram, yang ditulis Pontius Pilatus, dan yang huruf-huruf pertama dari tiap kata di dalamnya adalah YHWH, yakni kalimat "Yesua Hanozri Wemelek Hayedhudim" (Yesus orang Nazaret, raja orang Yahudi).[11] Naskah-naskah Alkitab Yahudi terdahulu yang ditemukan di Qumran maupun di tempat-tempat lain, mengungkap fakta bahwa katib-katib Yahudi sudah sedari dulu mengganti kata YHWH dengan kata-kata lain demi menghindari laku sesat melisankan "kata" Allah dengan suara nyaring, misalnya dengan kata-kata Ibrani seperti "elohim", "adonai", dan "memrah", yang kemudian hari diterjemahkan menjadi "Bapa", "Tuhan", dan "Firman" Allah. Ironisnya, YHWH juga adalah kata Aram yang berarti "Aku ada" dalam deklinasi ilahi, sehingga ketika berbicara kepada Musa, dari belukar yang menyala-nyala, Yhwh memperkenalkan diri sebagai, "Yhwh YHWH" (secara harfiah berarti, Aku adalah Aku). Agaknya Pontius Pilatus paham akan hal ini ketika menuliskan kalimat tersebut, sekalipun ditentang orang-orang Farisi. Mungkin dapat pula dikatakan bahwa wujud inkarnasi Yesus pernah disaksikan seorang Raja Persia terdahulu (Nebukadnezar), yakni sosok yang dilihatnya menyertai Daniel, Sadrakh, Mesakh, dan Abednego di dalam tanur yang menyala-nyala.[12] Analisis tradisional ayat-ayat Alkitab menggiring para sarjana Kristen untuk memahami teofani sebagai manifestasi tak-ambigu Allah kepada manusia. Tak-ambigu berarti pihak atau pihak-pihak yang menyaksikan manifestasi tersebut tidak sangsi lagi bahwa yang dilihatnya adalah Allah yang sedang menampakkan diri.[13] Andaikata tidak demikian, maka digunakan istilah hierofani yang lebih umum sifatnya.[14] Kristen KatolikDi dalam Kitab Wahyu, Allah dikatakan "tampak laksana permata yaspis dan permata sardis, bertahana di singgasana berpraba bianglala yang gilang-gemilang bak kilau zamrud" (Wahyu 4:3). New Catholic Encyclopedia merujuk beberapa contoh teofani di dalam Alkitab, misalnya Kejadian 3:8 dan Kejadian 16:7–14. Khusus untuk teofani yang diuraikan dalam Kejadian 16:7–14, mula-mula diterangkan bahwa sosok yang menampakkan diri kepada Hagar adalah malaikat, tetapi kemudian dilanjutkan dengan keterangan bahwa Allah berfirman secara langsung kepada Hagar, dan bahwasanya Hagar melihat Allah tetapi tetap hidup (Kejadian 16:13). Contoh berikutnya adalah Kejadian 22:11–15, yang secara eksplisit menegaskan bahwa sosok yang berbicara dengan Abraham adalah Malaikat Tuhan (Kejadian 22:11). Meskipun demikian, sang malaikat menyampaikan sabda Allah kepada Abraham selaku orang pertama, yakni dengan menggunakan kata ganti orang pertama (Kejadian 22:12). Dalam kedua contoh teofani yang terakhir, meskipun yang berbicara adalah malaikat, suara yang terdengar adalah suara Allah yang dibahanakan melalui malaikat, karena sang Malaikat berkata, "Aku tahu bahwa kamu takut akan Allah dan kamu tidak menahan anakmu, anak tunggalmu itu, dari-Ku." Kasus yang mirip dengan ini adalah peristiwa Musa memeriksa belukar yang menyala-nyala. Mula-mula diriwayatkan bahwa Musa melihat malaikat di dalam belukar itu, tapi kemudian berlanjut dengan percakapan langsung dengan Allah sendiri (Keluaran 3). Berdasarkan injil-injil dan tradisi, umat Kristen memahami Yesus Kristus sebagai Allah Putra yang menjadi manusia (Yohanes 1:14). Meskipun demikian, New Catholic Encyclopedia hanya merujuk segelintir teofani di dalam injil-injil, yakni uraian Markus 1:9–11 tentang Yesus mendengar suara dari surga, dan uraian Lukas 9:28–36 tentang transfigurasi Kristus yang diikuti bahana suara Allah Bapa. Kristen OrtodoksGereja-Gereja Ortodoks Timur pada umumnya memperingati Teofani Yesus Kristus setiap tanggal 19 Januari (ekivalen dengan 6 Januari menurut sistem kalender Julian Kuno) sebagai salah satu "perayaan agung". Di Gereja-Gereja Ortodoks Barat, tanggal 6 Januari adalah hari raya Epifani, sementara hari raya Teofani jatuh pada hari Minggu sesudah tanggal 6 Januari. Dalam tradisi Kristen Ortodoks, hari raya Teofani diselenggarakan untuk memperingati peristiwa pembaptisan Kristus oleh Yohanes Pembaptis.[15] Peristiwa pembaptisan Yesus dipandang sebagai teofani karena merupakan peristiwa yang menandai awal kiprah Yesus di muka umum. Selain itu, uraian peristiwa pembaptisan Yesus di dalam Injil Matius adalah uraian pertama di dalam Alkitab tentang pernyataan Tritunggal Mahakudus secara eksplisit sebagai Bapa, Putra, dan Roh Kudus (doktrin Tritunggal). Kristen InjiliBeberapa pengulas Alkitab dari kalangan umat Kristen Injili modern, misalnya Ron Rhodes, menafsirkan tokoh "Malaikat Tuhan", yang berulang kali muncul dalam Kitab Suci Perjanjian Lama, sebagai Kristus prainkarnasi, yakni Yesus sebelum bermanifestasi dalam wujud manusia, sebagaimana yang dijabarkan dalam Kitab Suci Perjanjian Baru.[16] Istilah kristofani juga digunakan sebagai sebutan bagi penampakan Kristus prainkarnasi dalam Perjanjian Lama. Tafsir ini sejalan dengan tafsir tradisional bapa-bapa Gereja, bahkan tafsir Rasul Paulus sendiri, yang mengidentikkan batu karang yang menyertai Musa di padang gurun dengan Kristus. Golongan NontrinitarianKaum Nontrinitarian berbeda pandangan mengenai prawujud Kristus.
Gereja MormonJoseph Smith, nabi sekaligus pelopor gerakan Orang Suci Zaman Akhir, mengaku dilawat Allah Bapa dan Yesus Kristus di hutan kecil yang tidak jauh dari rumahnya ketika ia berumur 14 tahun. Peristiwa ini ia yakini sebagai teofani yang terjadi sebagai jawaban terhadap doanya. "Penglihatan Pertama" tersebut dianggap sebagai peristiwa yang melahirkan gerakan Orang Suci Zaman Akhir.[20] Kitab Mormon memuat berbagai riwayat hierofani maupun teofani lain yang berlangsung di Dunia Baru.[21] Agama Baha'iDalam bukunya, The Reconciliation of Races and Religions (terbit tahun 1914), Thomas Kelly Cheyne, FBA (1841-1915), rohaniwan tertahbis Gereja Inggris sekaligus sarjana Universitas Oxford, menguraikan teofani dalam konteks Baha'i, agama yang diciptakan Bahaullah pada tahun 1863 dan sudah menyebar ke seluruh dunia.[22][23] Di dalam bukunya, Thomas Kelly Cheyne mengemukakan bahwa "...ada orang yang merasa teologi tanpa teofani itu kering sekaligus sukar dibela. Kita menginginkan sosok awatara, yakni 'titisan' Allah dalam wujud insani".[23] Ia menggambarkan Bahaullah sebagai "manusia yang sudah mencapai taraf gemilang semacam itu, sehingga banyak orang berpikir bahwa sah-sah saja dan tidak mungkin tidak mengidentikkan Baha'u'llah secara mistik dengan Allah yang tak kasatmata."[23] Ia mengemukakan di dalam tulisannya bahwa Baha'u'llah adalah "citra sejati Allah dan pengasih sejati manusia, dan membantu memajukan ikhtiar untuk meluruskan sekian banyak penyimpangan yang menghalang-halangi terwujudnya kerajaan allah yang kukuh."[23] Ia mengemukakan pula bahwa "kita benar-benar menginginkan Almasih sekarang ini, terutama, perlu saya tegaskan, kita selaku umat Kristen ingin ada "orang-orang berjiwa besar" (para Mahatma), yang mampu "menuntun kita kepada kebenaran yang seutuhnya" (Yohanes 16:13). Kabarnya ada seribu orang Yahudi Teheran menerima Baha'u'llah sebagai Almasih yang dinanti-nantikan. Mereka benar dalam apa yang mereka nyatakan."[23] Pada tanggal 31 Desember 1912 di Universitas Oxford, Professor Cheyne berjumpa dengan Abdul Baha, KBE (1844 – 1921), putra Bahaullah sekaligus pemimpin umat Baha'i dari tahun 1892 sampai 1921.[24] Sebuah artikel yang dimuat pada tahun 1991 di dalam Journal of Bahá’í Studies memerikan "teofanologi Baha'i" sebagai "penerimaan terhadap Sang Nabi, atau 'Manifestasi Allah,' yang berbicara atas nama Allah."[25] Penulisnya mengemukakan bahwa pada era 1860-an, Bahaullah pernah menulis beberapa surat yang dialamatkan kepada para raja dan penguasa, antara lain Paus Pius IX, Napoleon III, Tsar Aleksander II, Ratu Victoria, dan Nasaruddin Syah Qajar. Dengan kalimat-kalimat "bernada teofanis yang penuh ketegasan" ia mengimbau mereka untuk mengupayakan pembaharuan.[25] Kumpulan surat-surat tersebut diterbitkan pada tahun 2002 dengan judul Summons of the Lord of Hosts.[26] Artikel Journal of Bahá’í Studies tersebut menyifatkan "teofanologi" Bahaullah sebagai "progresifis". Bahaullah mengaku memiliki "wewenang rohani" dalam surat-suratnya yang berisi peringatan kepada para pemimpin Dunia Barat untuk mewaspadai bahaya-bahaya yang akan menimpa umat manusia jika mereka memutuskan untuk tidak bertindak mengikuti petunjuknya. Sebagai contoh, dalam Lauh "Kalimat Firdaus" yang ia tulis sekitar tahun 1891, Bahaullah mengemukakan pernyataan ini: "Hal-hal aneh dan mencengangkan ada di dalam dunia tetapi tersembunyi dari pikiran dan pemahaman manusia. Hal-hal ini mampu mengubah seluruh atmosfer bumi dan kontaminasinya akan terbukti mematikan."[27] Teofani pada zaman modernPhilip K. Dick, penulis fiksi ilmiah, dikabarkan menyaksikan teofani pada tanggal 3 Februari 1974.[28] Peristiwa inilah yang melandasi penulisan buku-buku semibiografi yang ia beri judul VALIS (terbit tahun 1981) dan Radio Free Albemuth (terbit tahun 1985, sesudah Philip K. Dick wafat).[29][30] Pada tahun 1977, seorang pria di Prancis bernama Michel Potay mengaku telah menyaksikan lima teofani. Ia mencantumkan teks, yang katanya ia terima dari Allah, di dalam Kitab, bagian kedua dari bukunya yang ia terbitkan dengan judul Wahyu Arès. Ada banyak sekali kasus teofani pada zaman modern yang sudah dipublikasikan lewat media cetak, film, dan cara-cara lain, diantaranya:
Kedua kasus tersebut berbeda dari kasus-kasus di mana peristiwa perjumpaan dengan sosok ilahi secara eksplisit dianggap sebagai peristiwa fiktif oleh si penulis, yakni motif yang kerap muncul dalam karya-karya fiksi spekulatif seperti Serial Galactic Milieu karangan Julian May.[33] Penampakan yang disaksikan hewan dalam cerita keagamaanCerita-cerita keagamaan memuat catatan-catatan kuno tentang penampakan sosok ilahi kepada hewan, biasanya kepada hewan-hewan yang mampu menceritakan pengalaman tersebut kepada manusia dalam bahasa manusia:
Baca jugaRujukan
Pranala luar
|