Taur-taurTaur-taur adalah tradisi budaya yang khas dari masyarakat Simalungun, yang mirip dengan berbalas pantun namun disampaikan dengan cara bernyanyi atau bersenandung. Tradisi ini umumnya dilakukan oleh sepasang muda-mudi, yaitu garama (pemuda) dan anakboru (gadis). Penyampaian aur-taur sering kali melibatkan alat musik tradisional seperti seruling, yang dimainkan oleh pemuda, sementara gadis menyanyikan balasan.[1] Melalui aur-taur, mereka menyampaikan pesan atau isi hati masing-masing. Salah satu tema yang sering diungkapkan adalah tentang hubungan mereka, seperti mempertanyakan keseriusan hubungan atau perasaan yang sedang berkembang. Tradisi ini biasanya terbagi dalam dua bagian: pertama, nyanyian keluh kesah dari pihak pemuda yang disebut taur-taur, dan kedua, keluh kesah dari pihak gadis yang disebut simanggei. Lagu yang dilantunkan dalam aur-taur ini disebut inggou, yang berarti 'lagu' dalam bahasa Simalungun.[2] Contoh aur-taur yang biasa dinyanyikan oleh pasangan muda-mudi adalah sebagai berikut: Pemuda (Garama): Tiktik bonang salendang ‘Tiktik benang selendang’ Bongkou bulung ni kasang ‘Bundar daun kacang’ Ida attupi bangku demban botou ‘Ramu untukku sirih adik’ Demban laho marlajang aleeeeeee… ‘Sirih untuk merantau yahhhhhhhhhhh...’[3] Rferensi
|