Taman Nasional Betung Kerihun
Taman Nasional Betung Kerihun (sebelumnya Gunung Bentuang) adalah taman nasional yang terletak di provinsi Kalimantan Barat, Indonesia. Taman nasional ini didirikan pada tahun 1992, dan memiliki wilayah seluas 8.000 km² (3.100 mil²).[1] Bersama dengan Lanjak Entimau di Malaysia, taman nasional ini telah diusulkan menjadi Situs Warisan Dunia UNESCO.[2] MasyarakatTaman nasional menjadi tempat hidup bagi Suku Dayak Punan, Dayak Iban, Kayan, dan Dayak suruk.[3] PotensiDi dalam hutan nasional ini, lebih kurang area sebanyak 65 persennya berupa hutan, yaitu hutan lindung, hutan konservasi, dan hutan produksi. Ratusan ribu penduduk Kapuas Hulu sangat bergantung terhadap kelestarian hutan, baik pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, serupa gaharu, madu, maupun potensi satwa seperti ikan arwana, hingga potensi air serta wisata.[4] Cagar biosferBersama-sama dengan Taman Nasional Danau Sentarum, taman nasional ini telah dinominasikan ke dalam International Coordinating Council Man and Biosphere UNESCO yang ke-30 sebagai cagar budaya. Sebagai kelanjutan wacana ini, pada September 2016 diadakan sosialisasi dari Ditjen KSDAE Kemen LHK dan Direktur Program MAB – LIPI tentang pengelolaan cagar biosfer dan manfaatnya. Abang M. Nasir, Bupati Kapuas Hulu, mengeluarkan dukungan nominasi taman nasional ini pada November 2016. Diharapkan setelah dipromosikan ini, cagar alam ini akan lebih dikenal di tataran internasional, mendapat perhatian khusus dalam pengelolaan SDA, pengelolaan ekonomi berkelanjutan, pendidikan, untuk kesejahteraan masyarakat Kapuas Hulu.[5] Dari itu, proses kemudian berlanjut. Sidang internasional ICC-MAB kemudian berlangsung di Palembang, Sumatera Selatan pada 23-28 Juli 2018. Pemerintah menunjuk Prof. Enny Sudarmonowati, Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI sebagai perwakilan keketuaan Indonesia di sana selama 2 tahun.[6] Di dalam sidang itu, selain Betung Kerihun, 2 lagi dinominasikan: yakni Taman Nasional Gunung Rinjani, dan Taman Nasional Berbak Sembilang di Jambi dan Sumatera Selatan.[7][8] Maka, setelah sidang tersebut, 3 taman nasional di atas masuk sebagai cagar biosfer dunia.[4][6] Keputusan ini dibacakan bupati tepat pukul 16.30 WIB.[4] Referensi
|