Tahun Lima Kaisar

Septimius Severus, kaisar yang akhirnya berjaya seusai huru hara yang berlangsung selama Tahun Lima Kaisar

Tahun Lima Kaisar adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan periode kekacauan politik dan perebutan kekuasaan dalam Kekaisaran Romawi pada tahun 193 M, di mana terjadi persaingan dan suksesi antara lima kaisar yang mengklaim takhta dalam waktu singkat. Kelima kaisar tersebut adalah Pertinax, Didius Julianus, Pescennius Niger, Clodius Albinus, dan Septimius Severus. Periode ini mencerminkan ketidakstabilan dinasti yang sering terjadi dalam sejarah Romawi setelah kematian seorang kaisar, terutama ketika tidak ada penerus yang jelas.

Latar Belakang

Tahun Lima Kaisar dimulai setelah kematian Kaisar Commodus pada tanggal 31 Desember 192 M. Commodus, putra Kaisar Marcus Aurelius, dibunuh setelah masa pemerintahannya yang penuh dengan korupsi dan ketidakpuasan di antara senat, militer, dan rakyat Romawi. Setelah pembunuhan Commodus, perebutan kekuasaan untuk mengendalikan takhta Kekaisaran Romawi dimulai.

Kondisi ini memperburuk ketidakstabilan politik yang sudah ada sejak masa pemerintahan Commodus, di mana elit Romawi, termasuk anggota senat dan jenderal militer, tidak puas dengan kebijakan-kebijakannya yang otoriter dan gaya hidupnya yang eksentrik.

Kaisar-Kaisar yang Terlibat

Pertinax (Januari – Maret 193 M)

Pertinax adalah orang pertama yang naik takhta setelah kematian Commodus. Sebagai mantan gubernur dan anggota senat yang dihormati, Pertinax dipilih oleh Garda Praetoria dengan harapan ia bisa mengembalikan stabilitas dan reformasi pemerintahan setelah kekacauan masa pemerintahan Commodus. Namun, pemerintahannya hanya berlangsung selama 87 hari. Kebijakannya yang bertujuan untuk mereformasi militer dan mengatur keuangan negara tidak populer di kalangan Garda Praetoria. Ketidakpuasan ini memuncak dalam pembunuhannya pada bulan Maret 193 M oleh sekelompok Praetorian yang marah karena tidak dibayar sesuai harapan mereka.

Didius Julianus (Maret – Juni 193 M)

Setelah kematian Pertinax, Garda Praetoria melelang takhta kepada penawar tertinggi, dan Didius Julianus, seorang bangsawan kaya, memenangkan lelang tersebut. Dia menawarkan suap yang besar kepada Praetorian untuk mengamankan posisinya. Pemerintahannya sangat tidak populer di kalangan senat dan rakyat Romawi, yang menganggap tindakannya sebagai penghinaan terhadap institusi kekaisaran. Kepemimpinannya yang lemah hanya berlangsung selama beberapa bulan, karena muncul pemberontakan dari para jenderal provinsi yang menantang klaimnya atas takhta.

Pescennius Niger (193 – 194 M)

Pescennius Niger, seorang gubernur dan jenderal yang populer di provinsi-provinsi Timur, dinyatakan sebagai kaisar oleh pasukan yang setia kepadanya setelah kematian Pertinax. Niger dengan cepat menyiapkan pasukannya untuk merebut kendali atas Kekaisaran Romawi, namun ia menghadapi perlawanan dari Septimius Severus, yang juga menuntut takhta. Niger kalah dalam beberapa pertempuran penting, termasuk Pertempuran Issus pada tahun 194 M, dan akhirnya tewas dibunuh setelah melarikan diri dari medan perang.

Clodius Albinus (193 – 197 M)

Clodius Albinus, gubernur Britania, awalnya bersekutu dengan Septimius Severus dalam perebutan takhta, tetapi kemudian mengkhianatinya setelah mengklaim dirinya sebagai Augustus (kaisar penuh) pada tahun 195 M. Konflik antara Albinus dan Severus berujung pada pertempuran besar di Lugdunum (Lyon) pada tahun 197 M, di mana Albinus dikalahkan dan tewas. Kekalahannya mengakhiri persaingan di antara para jenderal militer yang memperebutkan kekuasaan.

Septimius Severus (193 – 211 M)

Septimius Severus akhirnya muncul sebagai pemenang dari konflik ini. Dia diangkat sebagai kaisar oleh pasukan di Pannonia tak lama setelah kematian Pertinax. Septimius Severus, seorang jenderal yang berpengalaman, berhasil mengalahkan Niger dan Albinus dalam serangkaian kampanye militer. Setelah menyingkirkan semua rivalnya, Severus memerintah Kekaisaran Romawi dengan tangan besi dan memulai pendirian dinasti Severan. Pemerintahannya dikenal karena reformasi militer dan administratif yang memperkuat kekaisaran, meskipun seringkali dengan harga kebebasan politik dan pengaruh senat yang semakin berkurang.

Dampak dan Kesimpulan

Periode Tahun Lima Kaisar menandai salah satu babak paling kacau dalam sejarah Kekaisaran Romawi, menunjukkan betapa rentannya sistem suksesi kekaisaran, terutama ketika tidak ada pewaris yang jelas. Ketidakstabilan ini semakin memperlihatkan peran penting militer dalam menentukan kaisar, terutama Garda Praetoria dan legiun-legiun Romawi di provinsi. Meskipun Septimius Severus mampu memulihkan stabilitas dan mendirikan dinasti yang bertahan selama beberapa dekade, perebutan kekuasaan dalam Tahun Lima Kaisar menjadi preseden bagi lebih banyak krisis serupa di kemudian hari dalam sejarah Romawi.

Perebutan takhta yang berulang kali melibatkan beberapa kaisar sekaligus menunjukkan bahwa sistem monarki absolut di Romawi sangat tergantung pada kekuatan pribadi kaisar dan kesetiaan militer. Ketika kaisar lemah atau tidak mampu, kekacauan politik akan segera menyusul, dan ini menciptakan iklim ketidakpastian yang dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang ambisius.

Referensi

  • Dio Cassius, Sejarah Romawi, Buku 73-75.
  • Herodianus, Sejarah Kekaisaran Romawi, Buku 2.
  • Historia Augusta, Kehidupan Septimius Severus.
Kembali kehalaman sebelumnya