Suprapto SuryodharmoSuprapto Suryodharmo (lahir di Surakarta, Jawa Tengah, tahun 1945; umur 79 tahun) adalah seniman dan penata tari berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal sebagai koreografer andal yang dimiliki Indonesia saat ini. Ia banyak melahirkan penari-penari muda yang datang kepadanya untuk belajar. Untuk mendukung eksplorasi geraknya, Suprapto juga belajar silat, kungfu, dan meditasi[1][2] [3] Latar belakangSuprapto Suryodharmo sudah mengakrabi dunia kesenian, khususnya seni tari sejak usia muda. Saat remaja, ia mengikuti ayahnya ke gunung, pepundhen, sendang, dan kuburan. Selama menemani sang ayah berpetualang, ia pun ikut menjalani laku seperti puasa, tidur di sendang ataupun kuburan untuk lebih mengheningkan sukma. Bakat seninya juga terbentuk oleh lingkungan sekitar, dan minatnya tumbuh saat sering mendengar lantunan gending atau langgam. Kemlayan, kampungnya, merupakan perkampungan tempat tinggal para pengrawit (musisi gamelan) keraton.[4] Pada 1966, Suprapto mendirikan kelompok kebudayaan Bharada (singkatan dari bhinneka raga budaya) yang berkumpul secara rutin di rumahnya untuk belajar dan melakukan gladhi (latihan). Pelatih-pelatih Bharada di antaranya adalah S. Ngaliman dan Mloyo Widodo, tokoh-tokoh terkenal dunia tari dan gamelan yang merupakan penjelmaan nilai-nilai spiritual dan artistik Jawa tradisional. Tahun 1967, ia masuk kuliah di Jurusan Karawitan ASKI Surakarta (sekarang ISI Surakarta), tak lama kemudian, ia terpilih sebagai ketua senat mahasiswa. Dengan posisinya tersebut, beberapa dia kali mengadakan lokakarya, pertunjukan, dan festival dengan mengundang seniman seperti penyair dan sutradara W.S. Rendra.[5] Suprapto pernah bekerja di ASKI dan di Organisasi ASKI untuk masyarakat umum, Pusat Kebudayaan Jawa Tengah, secara langsung di bawah Gendhon Humardhani antara 1972 hingga 1983. Gendhon Humardhani pulalah yang mendorongnya menuntaskan pendidikan sarjana mudanya di Jurusan Filsafat Universitas Gajah Mada. Pada saat bersamaan, ia mulai mempelajari Buddhisme dan Sumarah (penyerahan mutlak), sebentuk mistisisme Jawa yang melibatkan praktik meditatif melalui gerakan otomatis, selain Taichi, Kung Fu, dan Tarian Jawa Tradisional. Dengan Sudarno Ong, sebagai Pamong Sumarahnya yang utama. Tahun 1974, ia memimpin sebuah tim yang terdiri atas penari, dalang, musikus, dan seniman visual dari ASKI dan Akademi Seni Murni Yogyakarta, ASRI, menciptakan Wayang Buddha. Wayang Buddha merupakan pementasan wayang gaya baru yang menggabungkan seni rupa, musik dan dunia pewayangan. Pertunjukan Wayang Buddha menceritakan kisah-kisah Buddhis seperti riwayat Buddha, Sutasoma, dan Kunjarakarna Dhramkathana. Karya ini dipertunjukan baik di festival-festival seni maupun dalam acara-acara keagamaan dan hari raya Buddha. Sejak pentas bersama koreografer Sardono W. Kusumo) ke Jerman dalam Festival Pantomim Internasional tahun 1982, setiap tahun ia terus-menerus diundang ke luar negeri untuk memberikan workshop dan mementaskan karyanya di Eropa, Australia, Filipina, Korea, Jepang, dan Amerika Serikat. Ketika jaringannya mulai tersebar di banyak negara, tahun 1986, ia mendirikan Padepokan Lemah Putih. Di padepokan itulah kemudian lahir komunitas Sharing Movement. Sebuah metode belajar yang selalu ia terapkan untuk murid-muridnya adalah srawung candi (mengunjungi candi). Setiap 1 Januari, ia selalu mengajak murid-muridnya keliling Candi Sukuh di lereng Gunung Lawu, candi Borobudur, candi Sewu, candi Prambanan, candi Gedong Sanga hingga candi-candi di Bali dan Toraja, untuk mengamati dan menghayati kekosongan relief dan batu-batu untuk menyerap energinya. Suprapto merupakan inisiator perhelatan seni di Ground Zero, New York, Amerika Serikat, pada 2001. Karier
Karya
Referensi
|