Stevia
Stevia (/ˈstiːvɪə/, /ˈstiːvjə/ or /ˈstɛvɪə/)[1][2][3][4] adalah sebuah genus dari sekitar 240 spesies dari ramuan dan semak dalam keluarga bunga matahari (Asteraceae), asli subtropis dan daerah tropis dari barat Amerika Utara ke Amerika Selatan. Para spesies Stevia rebaudiana, umumnya dikenal sebagai 'sweetleaf, 'daun manis, 'Sugar Leaf, atau hanya 'stevia, banyak ditanam untuk daun manis. Sebagai pemanis dan gula pengganti, rasa stevia memiliki onset lambat dan durasi yang lebih lama daripada gula, dan beberapa ekstrak yang mungkin memiliki pahit atau licorice seperti aftertaste pada konsentrasi tinggi . Dengan sari steviol glikosida yang memiliki manis gula hingga 300 kali,[5] stevia telah menarik perhatian dengan meningkatnya kebutuhan karbohidrat rendah, pemanis rendah -gula . Karena stevia memiliki efek yang dapat diabaikan pada glukosa darah yang menarik bagi orang-orang pada diet karbohidrat-dikendalikan. Tanaman stevia juga digunakan dalam treatment untuk kanker dan pengganti untuk saccharose pada treatment untuk diabetes, obesitas, dan hipertensi. Selain itu, dapat pula berperan sebagai anti karsinogenik dan anti gingivitis. Beberapa studi menyebutkan bahwa selain mengandung rebaudiosida A sebagai pemanis, stevia juga mengandung steviol dan isosteviol yang memiliki manfaat dalam bidang terapeutik, seperti antihiperglikemia, antihipertensi, antiinflamasi, antitumor, antidiare, serta diuretika. Steviosida dan steviol dapat menginduksi sekresi insulin dari sel beta dari pulau langerhans. Steviosida memiliki tingkat rasa manis yang tinggi dan tanpa kalori sehingga sangat baik untuk dijadikan pemanis alternatif bagi penderita diabetes .[6] Ketersediaan stevia bervariasi dari satu negara ke negara. Di beberapa negara, telah tersedia sebagai pemanis selama beberapa dekade atau abad, misalnya, telah banyak digunakan selama beberapa dekade sebagai pemanis di Jepang. Di beberapa masalah kesehatan negara dan kontroversi politik telah membatasi ketersediaannya, misalnya, Amerika Serikat dilarang stevia di awal 1990-an kecuali dicap sebagai suplemen diet,[7][8] tetapi pada tahun 2008 hal itu disetujui Rebaudioside A mengekstrak sebagai pangan tambahan. Selama bertahun-tahun, jumlah negara-negara di mana tersedia stevia sebagai pemanis telah meningkat. Pada tahun 2011, stevia telah disetujui untuk digunakan di Uni Eropa.[9][10] Persyaratan Tumbuh dan PenyebaranStevia berasal dari dataran tinggi di Paraguay dan Brazil pada Amerika Selatan. Stevia rebaudiana merupakan varietas yang menghasilkan rasa paling manis dan paling umum ditumbuhkan sebagai pemanis alami, tetapi sebenarnya terdapat 100 spesies yang tumbuh pada daerah Amerika Utara dan Selatan. Stevia dapat ditumbuhkan melalui benih dengan waktu perkecambahan sekitar 8-10 minggu serta membutuhkan suplai cahaya yang cukup dan temperatur udara sekitar 75-80 ᴼF. Germinasi dapat terjadi dalam 7-14 hari dan membutuhkan tanah yang lembap. Suhu udara yang optimum bagi pertumbuhannya adalah pada 40 ᴼF.[11] Stevia dapat tumbuh optimum pada kondisi yang hangat. Akar tanaman ini juga perlu dijaga kelembapannya agar tidak mengalami kelembapan yang berlebihan sehingga dalam proses penyiraman, dibutuhkan air secukupnya. Paparan sinar matahari yang cukup juga dapat mengoptimumkan pertumbuhannya. Selain itu, penambahan kompos akan menambah nutrisi bagi pertumbuhannya dan mencegah terjadinya kondisi yang kering. Tanaman stevia memberikan respons yang baik terhadap pupuk dengan kadar nitrogen yang lebih rendah.[12] Kecepatan Tumbuh dan ProduksiSetiap hektar lahan dapat ditanami sekitar 50 ribu bibit dengan kapasitas produksi 12 ton daun basah per tahunnya dengan 12 kali panen yang setara 1,2 ton daun kering. Daun kering stevia, minimal terdapat 10% kadar glikosida steviol sehingga 1,2 ton daun kering dapat menghasilkan sekitar 120 kg pemanis stevia per tahunnya.[13] Potensi di IndonesiaPemanfaatan stevia di Indonesia sudah mulai berkembang, tetapi belum optimal sehingga potensinya masih sangat besar, sehubungan dengan kebutuhan impor gula di Indonesia pada tahun 2014 mencapai 5,7 juta ton sehingga stevia dapat menjadi produk pendamping gula tebu maupun sumber gula lainnya. Budidaya stevia di dataran rendah masih jarang dilakukan karena temperatur terlalu tinggi dan kelembapan yang terlalu rendah.[14] Stevia rebaudiana Bertoni dapat tumbuh dan cocok ditanam di dataran tinggi Indonesia, seperti daerah Ciwidey, Kabupaten Bandung. Saat ini perkiraan kebutuhan tahunan stevia di Indonesia mencapai sekitar 350 ton. Di daerah Ciwidey ini, bila ingin ditanam stevia dalam skala komersial, perlu dilakukan penyewaan lahan. Namun, belum terdapat industri yang membutuhkan stevia dalam kuantitas besar sehingga petani belum tertarik untuk menanam pada lahan yang luas.[13] Menurut suatu survey tahun 2014 oleh Laura, dalam pasar global, gula menempati peringkat tertinggi dibandingkan pemanis lainnya, seperti high fructose corn syrup dan high intensity sweetner dengan persentase sebesar 82%. Dengan meningkatnya kepekaan masyarakat dunia akan kasus obesitas maupun diabetes, terus dilakukan riset mengenai senyawa-senyawa lain pengganti gula konvensional, salah satunya adalah stevia yang masih mencapai persentase yang rendah dibandingkan sucralose.[6] Sukralosa merupakan pemanis buatan dengan tingkat rasa manis yang lebih tinggi dari stevia serta cenderung lebih stabil dalam suhu tinggi, tetapi sukralosa perlu disintesis melalui sukrosa yang dimodifikasi. Sedangkan, stevia dapat berasal dari alam. Oleh karena itu, stevia dapat menjadi alternatif pengganti gula yang lebih alami.[15] Produk Utama dan SekunderDaun stevia umum diproduksi sebagai serbuk daun kering sebagai alternatif dari gula. Stevia digunakan sebagai produk pemanis alami rendah kalori yang baik untuk kesehatan. Selain rendah kalori, stevia tidak mengandung gula, karbohidrat nol, serta tidak terdapat respons terhadap glikemik. Produk pemanis dari stevia ini distandardisasi oleh Food and Drug Administration (FDA) melalui status Generally Recognized as Safe (GRAS).[16] Menurut estimasi Zenith International melalui penjualan ekstrak stevia di dunia mencapai 3500 ton pada tahun 2010 dan mencapai 11000 ton hingga 2014, kebutuhan akan produksi stevia terus meningkat. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya kepekaan masyarakat akan gula yang tidak berkalori.[6] Produk dengan pemanis stevia sudah mulai komersial, seperti ekstrak vanila dan cokelat yang dicampurkan dengan stevia. Selain itu, terdapat pula produk sirup. Dengan menggunakan stevia sebagai pemanis, produk yang dijual akan menjadi lebih ramah terhadap kesehatan terutama bagi orang-orang yang berpotensi terkena diabetes.[16] Menurut riset pada tahun 2009, hanya 5% dari produk makanan dan minuman diproduksi menggunakan pemanis yang berasal dari tanaman. Pada 2013, produksi pemanis dari ekstrak tanaman meningkat hingga 15%. Hal ini membuka peluang yang besar bagi stevia untuk dapat digunakan pada berbagai produk makanan dan minuman.[6] Kajian Metabolomik yang Telah DilakukanPendekatan metabolomik digunakan menggunakan Gas Spectrometry Mass Spectrometry (GC-MS) dan Nuclear Magnetic Resonance (NMR) untuk menginvestigasi mekanisme regulasi dari jalur metabolisme pada Stevia rebaudiana untuk mengetahui metabolit utama pada tanaman herbal, seperti stevia ini.[17] Selain itu, sebuah artikel jurnal mengenai metabolic profiling terhadap Stevia selama proses maturasi melakukan investigasi terhadap perubahan metabolit selama pertumbuhan dan perkembangan tanaman menggunakan GC-MS (Gas Spectrometry-Mass Spectrometry) untuk melakukan metabolic profiling dan HPTLC (High Performance Thin Layer Chromatography) untuk menganalisis ekspresi dari gen kunci jalur biosintetis steviol glikosida. Melalui penelitian ini diperoleh hasil dengan adanya peningkatan yang signifikan dari steviol dari 0,23% menjadi 6,6%, stevioside dari 3,3% menjadi 14,23%, rebaudiosida A dari 0,826% menjadi 4,99% serta diikuti dengan penurunan konsentrasi isomenthol selama proses maturasi.[18] Kajian Metabolomik yang Dapat Dilakukan SelanjutnyaStudi metabolomik dapat selanjutnya digunakan untuk membedakan metabolit yang dihasilkan oleh tanaman stevia pada dataran tinggi dan rendah agar dapat diketahui signifikansi perbedaannya karena selama ini budidaya stevia di dataran rendah masih jarang dilakukan akibat temperatur yang terlalu tinggi serta kelembapan yang terlalu rendah.[14] Referensi
|