Sosiologi organisasiSosiologi organisasi merupakan salah satu cabang kajian sosiologi yang fokus pada organisasi yang ada dalam masyarakat. Menurut Weber, sosiologi organisasi bertujuan untuk mengetahui perilaku manusia dalam organisasi, bagaimana manusia dipimpin ataupun dikelola,serta bagaimana manusia berhubungan dengan lingkungan sosialnya.[1] Sosiologi organisasi memiliki tiga ruang lingkup yaitu:
SejarahMenurut Kenneth Thompson ilmu sosiologi organisasi lahir hampir bersamaan dengan ilmu manajemen. Hal ini ditandai dengan terbentuknya organisasi Asosiasi Manajemen Professional pada masyarakat industri di Amerika dan Inggris yang bertujuan untuk mempromosikan ilmu mengenai asas-asas organisasi serta status profesional seorang manajer. Berbeda dengan Kenneth Thompson, W. Richard Scott, membagi sejarah dan perkembangan ilmu sosiologi organisasi ke dalam lima fase perkembangan, yaitu 1) fase pondasi, 2) fase konstruksi, 3) fase transformasi, 4) fase maturasi (kedewasaan), dan 5) fase tren masa kini.[3] Fase pondasi awalMenurut Scott, pada fase ini sudah muncul studi pertama mengenai perilaku organisasi, tepatnya pada abad ke-19. Pada masa ini para ahli dari bermacam-macam disiplin ilmu mulai memberikan perhatian khusus terhadap organisasi pengaruhnya bagi kehidupan sosial. Hal ini dipicu oleh perubahan struktur sosial yang berhubungan dengan proses industrialisasi dan birokratisasi. Fase konstruksiMenurut, Scott, organisasi lahir dan dikenal menjadi sebuah ilmu dan bagian dari ilmu sosial pada tahun 1950-an. Scott juga menjelaskan bahwa sejak tahun 1950-an sampai tahun 1980-an, para sosiolog mendiskusikan topik-topik yang beragam, tapi fokus utamanya adalah mengenai aspek-aspek utama dari struktur organisasi. Pada periode selanjutnya, sejak tahun 1980an ke depan, para sosiolog menggunakan level analisis yang lebih tinggi dalam mengkaji karakteristik struktural dari organisasi-organisasi yang sama (populasi organisasi) dan kumpulan perbedaan organisasi yang interdependen (struktur bidang organisasi dan jaringan network). Selanjutnya, para sosiolog secara terus menerus melakukan fokus kajian tidak hanya pada faktor-faktor, tetapi juga konsekuensi dari adanya struktur organisasi, serta mengkaji pengaruh penampilan organisasi dan anggota organisasi, dan pada level yang lebih luas, mengkaji tentang kekuasaan dan ketidakadilan sosial. Fase transformasiPada fase ini, para sosiolog mulai membentuk model-model sistem terbuka dengan cara menghubungkan dan memperbaharui pandangan disiplin keilmuan yang awalnya dianggap sempit dengan cara memfokuskan kajian pada persamaan-persamaan elemen dan proses dari bermacam-macam sistem, mulai dari sistem sel biologi sampai sistem solar. Walaupun konsep sistem terbuka ini mempengaruhi bermacam-macam disiplin ilmu termasuk sosiologi, pengaruh terhadap disiplin ilmu organisasi yang dianggap besar. Fase maturasiPada fase ini, diperkenalkan teori-teori inovatif dan argumen-argumen baru yang memberikan inspirasi untuk faktor-faktor penentu struktur organisasi. Teori awal yang muncul dinamakan teori kontigensi (contingency theory), yaitu satu pendekatan yang menganggap bahwa walaupun setiap organisasi bergantung kepada lingkungan baik dari konteks sumber daya ataupun informasi teknis, lingkungan ini sangat kompleks, dan tidak menentu, dan konskuensinya struktur organisasi akan berbeda. Fase tren masa kiniPada fase ini, ilmu sosiologi organisasi secara intensif berkembang menuju arah baru. Scott menyebut fase ini dengan istilah fase perubahan yang mencakup empat varian fase, yaitu perubahan batasan (change boundaries), perubahan strategi (change of strategies), perubahan proses kekuasaan (changing power process), dan perubahan konsepsi (changing conception).[2] Referensi
|