Sopi


Sopi adalah minuman tradisional asal Maluku, namun beberapa daerah di timur Indonesia juga telah mengenal minuman ini seperti di NTT dan beberapa daerah di Papua. Sopi berasal dari bahasa Belanda, zoopje yang artinya alkohol cair. Minuman sopi berasal dari fermentasi enau (Arenga pinnata) yang telah mengalami destilasi.

Sopi dalam kultur dan tradisi di Maluku adalah lambang kebersamaan, atau untuk menyelesaikan suatu problem yang terjadi dalam satu keluarga, marga atau soa bahkan persoalan konflik yang terjadi antara satu desa dengan desa yang lain (biasanya desa-desa dengan penduduk beragama kristen). Tradisi mengunakan sopi sebagai bagian dari acara-acara adat sangat mengkultuskan kebiasan-kebiasan ini. Seperti salah satu adat yang di pakai dalam tradisi Tanimbar yaitu sumbat botol, sebuah botol yang berisi sopi kemudian penutupnya di sumbat dengan uang. Hal ini bertujuan untuk praktik jual beli, atau penyerahan sebidang tanah atau harta yang esensi dan keabsahaannya begitu kuat yang dianggap sah dalam praktik adat di maksud.[1]

Sopi dalam pergaulan modern hanya diminum sebagai selingan dalam acara maupun kumpul-kumpul keluarga dan sahabat, karena minuman tradisional yang satu ini jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak akan mengakibatkan mabuk yang berat.

Cara Pembuatan

Proses pembuatan minuman beralkohol ini cukup panjang. Cara pembuatan Sopi adalah dengan membubuhkan bubuk akar husor yang telah ditumbuk dengan air sedapan dari pohon enau atau biasanya disebut sageru oleh masyarakat setempat. Hal ini dilakukan agar air sageru tersebut tidak menjadi manis dan mengental sehingga menjadi gula merah ketika dimasak. Kemudian air sageru akan dimasak dalam tungku kedap udara. Kemudian uapnya akan berubah menjadi zat cair yang dialirkan melalui batang bambu, dan ditampung dalam botol atau wadah lainnya. Pengemasannya cukup mudah karena biasanya sopi dijual di dalam plastik, botol bekas air mineral, maupun botol kaca. Meskipun demikian ada juga beberapa masyarakat yang telah memproduksi sopi modern dengan kemasan yang cukup baik.

Kontroversi

Sopi merupakan minuman beralkohol seperti minuman keras pada umumnya. Sopi yang beredar di masyarakat saat ini mengandung alkohol sekitar 30% dan masuk dalam minuman keras golongan C. Sempat ada beberapa rencana Pemerintah Daerah untuk melegalkan minuman ini agar dapat dikontrol kandungan alkoholnya namun sampai saat ini belum juga terealisasi.[2]

Walaupun terus disita oleh pihak berwajib, namun sopi masih terus dikonsumsi dan digemari masyarakat. Hal ini dikarenakan konsumsi sopi telah menjadi budaya pada umumnya, Bahan baku sopi yang mudah didapat di hutan-hutan di Maluku menjadikan minuman tradisional ini mudah diproduksi secara rumahan. Proses pembuatannya yang mudah ditambah dengan harga yang cukup mahal menjadikan sopi juga sebagai mata pencarian beberapa orang terutama yang tinggal di dataran tinggi maupun hutan. Sehingga, meskipun sopi sampai saat ini masih dipandang ilegal, oleh pemerintah tapi keberadaannya masih dibutuhkan segelintir masyarakat yang bergantung pada hasil produksi minuman tradisional ini.[3]

Sopi juga telah beberapa kali mendapat tinjauan dari tokoh-tokoh agama agar tidak diminum di sembarang tempat terutama tempat umum. Tidak jarang minuman yang satu ini menjadi penyebab masalah baik kecelakaan lalu lintas maupun perselisihan antar kampung.[3] Peraturan Presiden (Pepres) No.74 tahun 2013 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permenndagri) No.6 tahun 2015, belum bisa diberlakukan sepenuhnya untuk minuman sopi karena sangat mengakar dalam kebudayaan masyarakat Maluku.

Dampak Kesehatan

Sopi memiliki dampak seperti minuman keras pada umumnya. Selain mengakibatkan mabuk berat, terdapat kandungan etanol di dalam sopi yang sangat berbahaya bagi kesehatan jika dikonsumsi dengan takaran besar dan dalam waktu yang panjang. Sebagai bahan psikoaktif, mengonsumsi etanol dapat membuat seseorang mengalami penurunan kesadaran. Selain mengandung etanol, miras mengandung zat adiktif yang akan menimbulkan efek candu bagi peminumnya. Inilah yang membuat banyak orang sulit melepasnya, meskipun tahu efek buruk mengkonsumsi sopi.[4]

Referensi

  1. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-03-06. Diakses tanggal 2019-03-05. 
  2. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-03-06. Diakses tanggal 2019-03-05. 
  3. ^ a b https://www.wartaekonomi.co.id/read179952/miras-sopi-antara-masalah-dan-solusi.html
  4. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-03-06. Diakses tanggal 2019-03-05. 
Kembali kehalaman sebelumnya