Soedjoko
Mayor Jenderal Polisi[a] (Purn.) Soedjoko (15 Desember 1930 – 1 Juni 2001) merupakan seorang perwira tinggi Polri dan birokrat dari Indonesia. Jabatan terakhirnya di kepolisian adalah sebagai Deputy Administrasi Kapolri (setingkat Wakapolri sekarang), sedangkan jabatan terakhirnya di lingkungan sipil adalah sebagai Inspektur Jenderal Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Masa kecil dan pendidikanSoedjoko dilahirkan di Batavia, ibukota Hindia Belanda, pada tanggal 15 Desember 1930. Ia kemudian dibesarkan di kota Bogor. Karena kondisi keluarganya yang Tidak mampu, ia kemudian pindah ke rumah bibinya yang Surabaya untuk melanjutkan sekolahnya.[1] Pada masa Revolusi Nasional Indonesia, Soedjoko bergabung dengan Tentara Pelajar. Setelah perang berakhir, Soedjoko mendaftarkan diri ke Sekolah Polisi Negara (SPN). Ia awalnya ditolak karena tinggi badannya yang belum memenuhi, namun akhirnya diterima setelah berdebat dengan petugas penerimaan. Di SPN, Soedjoko seangkatan dengan Anton Soedjarwo, Pamoedji, dan J.F.R. Montolalu.[1] Setelah lulus dari SPN, Soedjoko ditempatkan di bagian reserse pada Markas Besar Kepolisian RI. Beberapa bulan kemudian, pada tahun 1958 Soedjoko mendaftarkan diri ke Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Ia lulus dari PTIK pada tahun 1961.[2] Karier di kepolisian dan pemerintahanSoedjoko memulai kariernya sebagai perwira kepolisian di Irian Barat. Di provinsi tersebut, ia menjabat sebagai Kepala Kepolisian Resor Biak[3] dan Kepala Staf Bidang Reserse dan Intelijen Kepolisian Irian Barat.[4] Ia juga menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gotong Royong Irian Barat dari 1963[5] hingga 1967.[6] Soedjoko mengakhiri kariernya di Irian Barat dengan pangkat Ajun Komisaris Besar Polisi. Ia dipindahkan ke Daerah Khusus Ibukota Jakarta pada awal tahun 1970an sebagai Komandan Wilayah (Komwil) 71 Jakarta Pusat (sekarang Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat). Sebagai Komwil, Soedjoko tercatat pernah membubarkan sebuah diskusi di Pusat Mahasiswa PMKRI.[7] Ia memegang jabatan tersebut selama beberapa waktu sebelum dipindahkan ke Markas Besar Komando Daerah Kepolisian Metro Jaya sebagai asisten intelijen.[1] Setelah menjabat sebagai asisten intelijen, pada tahun 1974 Soedjoko ditunjuk langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Syarief Thayeb sebagai Direktur Kemahasiswaan di Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.[8][2] Soedjoko acapkali melakukan kunjungan ke luar negeri sebagai direktur kemahasiswaan.[1] Selama menjabat sebagai direktur kemahasiswaan, Soedjoko mengeluarkan sejumlah arahan yang membatasi ruang gerak mahasiswa. Ia menginstruksikan rektor di seluruh perguruan tinggi negeri untuk melarang kegiatan pekan orientasi mahasiswa yang bersifat massal—kecuali saat penutupan[9]—dan berupaya untuk menerapkan kode etik mahasiswa. Penerapan kode etik mahasiswa memperoleh penentangan dari mahasiswa Universitas Gadjah Mada, yang menyatakannya secara langsung kepada Soedjoko di kampus Bulaksumur.[10] Soedjoko mengakhiri masa jabatannya sebagai direktur kemahasiswaan bersamaan dengan turunnya Syarief Thayeb dari jabatan menteri. Soedjoko kemudian kembali bertugas di Markas Besar Kepolisian sebagai wakil asisten intelijen. Pada tanggal 26 Februari 1980, Soedjoko dilantik menjadi Kepala Daerah Kepolisian (Kadapol) XVI/Maluku.[11][2] Ia mengakhiri masa jabatannya sebagai Kadapol pada awal tahun 1982[12] dan selanjutnya dipindahkan ke Palembang untuk menjabat sebagai Kepala Daerah Kepolisian (Kapolda) Sumatera Bagian Selatan dengan wilayah meliputi Sumatera Selatan, Jambi, Bengkulu, dan Lampung. Ia bertugas di Palembang hingga 1983.[13] Dari Palembang, pada tanggal 8 Desember 1983 Soedjoko dilantik sebagai Kapolda Metro Jaya yang meliputi Jakarta dan wilayah sekitarnya.[14] Di masa jabatannya, terjadi Peristiwa Tanjung Priok yang menewaskan ratusan orang.[15] Insiden penembakan misterius juga mulai marak dilakukan pada masanya. Meski demikian, Soedjoko membantah keberadaan penembakan misterius.[16] Ia mengakhiri masa jabatannya pada tanggal 26 Oktober 1984 dan digantikan oleh Mayor Jenderal Polisi Soedarmadji.[17] Setelah menjabat sebagai kepala daerah kepolisian di tiga provinsi berbeda, Soedjoko ditugaskan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Anton Soedjarwo sebagai deputy ( saat itu setingkat posisi Wakapolri) administrasi.[17][2] Dalam kapasitasnya sebagai deputy administrasi, Soedjoko diangkat menjadi Ketua Dewan Pendidikan dan Latihan Polri, sebuah dewan yang dibentuk untuk membantu Kapolri dalam merumuskan kebijakan mengenai pendidikan dan latihan.[18] Soedjoko mengakhiri masa jabatannya sebagai deputy administrasi pada tanggal 13 Juni 1986 dan digantikan oleh Mayor Jenderal Polisi Achmad Djuaeni.[19] Soedjoko kembali bertugas di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan sebagai inspektur jenderal pada tanggal 25 Agustus 1987.[20] Ia menjabat hingga 1 Agustus 1991 dan pensiun dari pemerintahan.[2] Kehidupan pribadiSoedjoko menikah dengan dr. Wularingan Manampira Ratulangi (Ukie) di kota Biak, Irian Barat tahun 1964 yang pernah menjadi anggota DPR RI. Mereka dikarunia 3 orang putri, Rianti Wulandari, Pingkan Riana Wahyuni dan Marini Widowati.[butuh rujukan] Soedjoko wafat pada tanggal 1 Juni 2001 di Jakarta.[21] Referensi
|