Skala magnitudo momenSkala magnitudo momen (Bahasa Inggris: Moment magnitude scale, atau dikenal Skala magnitudo sering disingkat Mw atau Mw atau umumnya hanya M untuk magnitudo) adalah ukuran dari besarnya gempa bumi ("ukuran" atau kekuatan) berdasarkan pada momen seismik. Skala (Mw) ini dibuat pada tahun 1979 oleh Tom Hanks dan Hiroo Kanamori sebagai pengganti skala Richter dan digunakan pada bidang ilmu seismologi untuk membandingkan energi yang dilepas oleh sebuah gempa bumi. Skala momen Magnitudo (Mw) dianggap lebih akurat untuk menghitung skala gempa bumi dibandingkan dengan skala Richter, skala ini digunakan hingga saat ini. Kekuatan momen merupakan angka tak berdimensi yang didefinisikan sebagai berikut dengan adalah momen seismik (menggunakan satuan newton meter [N·m] sebagai momen). Sebuah peningkatan satu tahap dalam skala logaritmik ini berarti sebuah peningkatan 101,5 = 31,6 kali dari jumlah energi yang dilepas, dan sebuah peningkatan 2 tahap berarti sebuah peningkatan 103 = 1000 kali kekuatan awal. Skala Magnitudo momen Mw dianggap sebagai skala magnitudo resmi untuk menentukan peringkat gempa bumi berdasarkan ukuran. Skala ini lebih berhubungan langsung dengan energi gempa dibandingkan skala lainnya, dan tidak meleset – artinya, skala ini tidak meremehkan besaran seperti yang dilakukan skala lain pada kondisi tertentu. SejarahPada awal 1900an, sangat sedikit yang diketahui tentang bagaimana gempa bumi terjadi, bagaimana gelombang seismik dihasilkan dan merambat melalui kerak bumi, dan informasi apa yang dibawanya mengenai proses pecahnya gempa; Oleh karena itu, skala magnitudo pertama bersifat empiris. Langkah awal dalam menentukan besaran gempa secara empiris terjadi pada tahun 1931 ketika seismolog Jepang Kiyoo Wadati menunjukkan bahwa amplitudo maksimum gelombang seismik gempa berkurang seiring dengan bertambahnya jarak pada tingkat tertentu. Charles Richter kemudian mencari cara untuk menyesuaikan jarak episentrum gempa (dan beberapa faktor lainnya) sehingga logaritma amplitudo jejak seismograf dapat digunakan sebagai ukuran "magnitudo" yang konsisten secara internal dan secara kasar berhubungan dengan perkiraan energi gempa. Dia membuat Skala Richter pada tahun 1930an. Namun Skala Ritcher memiliki banyak kekurangan. Hiroo Kanamori dan seismolog Amerika Thomas C. Hanks kemudian mengembangkan skala magnitudo momen yang menggantikan skala Richter sebagai pengukuran kekuatan relatif gempa. Hiroo Kanamori menemukan metode untuk menghitung distribusi slip pada bidang patahan melalui bentuk gelombang teleseismik dengan Masayuki Kikuchi. Selain itu, mereka mempelajari seismologi waktu nyata. Hiroo Kanamori mengembangkan metode baru deteksi peringatan dini gempa bumi dengan analisis cepat gelombang P menggunakan jaringan yang kuat. Algoritme tersebut saat ini sedang diuji dengan sistem Peringatan Dini Gempa Bumi (EEW) Southern California Seismic Network "ShakeAlert", dan merupakan salah satu dari tiga algoritma yang digunakan oleh sistem.[1] PenggunaanSkala Magnitudo momen kini merupakan ukuran gempa yang paling umum digunakan untuk gempa berkekuatan sedang hingga besar. Skala ini kini digunakan oleh seluruh otoritas seismologi dunia seperti Survei Geologi Amerika Serikat, Badan Meteorologi Jepang, Pusat Seismologi Eropa-Mediterania dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia sejak 2017 (sebelum itu, BMKG menggunakan Skala Richter). untuk melaporkan gempa bumi besar (biasanya M> 4), menggantikan skala magnitudo lokal ML dan magnitudo gelombang permukaan Ms (Mww, dll.) mencerminkan berbagai cara memperkirakan momen seismik. SkalaBerikut ini penjelasan mengenai dampak khas gempa bumi dengan berbagai magnitudo di dekat pusat gempa. Nilai tersebut bersifat tipikal dan mungkin tidak tepat pada kejadian di masa depan karena intensitas dan dampak gempa bumi tidak hanya bergantung pada magnitudo tetapi juga pada (1) jarak ke pusat gempa, (2) kedalaman fokus gempa di bawah pusat gempa, (3) lokasi episentrum dengan jarak perkotaan, dan (4) kondisi geologi.[2] Intensitas dan jumlah korban jiwa bergantung pada beberapa faktor seperti (kedalaman gempa, lokasi pusat gempa, kepadatan penduduk, dan lain-lain) dan sangat bervariasi.
Lihat pula
Referensi
Pranala luar
|