Siraman

Proses wudhu pada siraman adat jawa

Upacara Siraman adalah prosesi dari rangkaian pada pernikahan adat Jawa. Siraman selalu dilakukan sebelum mengawali proses periasan pengantin. Dalam upacara ini, terdapat banyak makna serta simbolis yang berisikan makna kehidupan bagi pasangan pengantin. Siraman secara harfiah memiliki arti "mengguyur". Upacara adat siraman dilakukan sebelum melakukan ijab kabul. Siraman memiliki makna pembersihan secara fisik maupun mental bagi kedua pengantin yang akan menikah. Hal ini bertujuan untuk membersihkan segala hal negatif yang dianggap mengganggu proses pernikahan dan ijab kabul. Prosesi siraman biasanya dilakukan pada pukul 10.00 - 15.00, sehari sebelum dilakukannya ijab kabul. Pada waktu ini diyakini sebagai saat ketika bidadari turun ke bumi untuk mandi. Pengantin membawa kesan cantik, tentu sangatlah tepat apabila proses "mandi" atau siraman dari pasangan pengantin tersebut dilakukan bersamaan dengan para bidadari. Selain penyucian diri, siraman juga memiliki makna memohon petunjuk serta rahmat Tuhan Yang Maha Esa untuk perjalanan kehidupan pernikahan kedua pengantin. Selama proses siraman berlangsung, dilantunkan doa-doa guna memohon keselamatan dan anugrah. Siraman juga menjadi tanda bahwa pasangan pengantin telah bertekad bulat dan siap untuk berperilaku bersih baik perkataan, perbuatan, maupun pikiran.[1]

Adapun urutan kegiatan dalam Upacara Siraman adalah sebagai berikut:

  1. Penyebaran/ penaburan kembang setaman pada wadah berisi air yang akan digunakan untuk upacara siraman. Kemudian dua buah kelapa yang terikat dimasukkan ke dalam wadah air untuk siraman.
  2. Pasangan pengantin yang telang memakai pakaian adat untuk siraman, kemudian akan dijemput oleh kedua orang tuanya dari kamar pengantin, serta diantarkan dan digandeng menuju ke tempat siraman. Sementara para pinisepuh mengiring dari belakang sembari membawa ubarampe (jarik grompol satu lembar, nagasari satu lembar, handuk, serta padupan).
  3. Kemudian acara pun dimulai dengan doa. Orang tua pengantin melakukan proses penyiraman menggunakan air yang telah disiapkan. Orang pertama yang melakukan penyiraman adalah sang ayah, kemudian dilanjutkan dengan sang ibu. Terakhir pinisepuh yang akan melanjutkan penyiraman kepada pasangan pengantin sekaligus memberikan berkah kepada pasangan pengantin.
  4. Pada akhir Upacara Siraman, juru rias ataupun sesepuh yang diminta akan mengeramasi pasangan pengantin dengan landha merang, santen kanil, serta banyu asem. Kemudian tubuh pengantin akan diluluri dengan konyoh dan dibilas kembali hingga bersih.
  5. Setelah itu, pasangan pengantin pun akan berdoa.
  6. Juru rias diminta untuk mengucurkan air dari dalam kendi yang digunakan pengantin untuk berkumur sebanyak 3 kali. Kemudian kepala pengantin akan dikucurkan air kendi sebanyak 3 kali, serta pembersihan wajah, leher, telinga, tangan, dan kaki sebanyak 3 kali hingga air kendi habis. Kemudian juru rias akan memecahkan kendi tersebut di depan kedua orang tua mempelai dan mengucapkan, "wis pecah pamore".
  7. Selanjutnya pengantin dibawa kembali ke kamar pengantin dengan digandeng oleh kedua orang tuanya.[2]

Referensi

  1. ^ "Mengapa Harus Ada Siraman dalam Pernikahan Adat Jawa?". Etnis - Warta Identitas Bangsa (dalam bahasa Inggris). 2019-08-15. Diakses tanggal 2020-01-13. 
  2. ^ Irmawati, Waryunah (2013-12-15). "MAKNA SIMBOLIK UPACARA SIRAMAN PENGANTIN ADAT JAWA". Walisongo: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan. 21 (2): 309. doi:10.21580/ws.2013.21.2.247. ISSN 2461-064X. 
Kembali kehalaman sebelumnya