Sinode-sinode Antiokhia

Sinode-sinode Antiokhia merupakan serangkaian pertemuan gerejawi yang berlangsung di kota Antiokhia, salah satu pusat kekristenan awal yang sangat penting. Kota ini, yang terletak di wilayah Suriah pada zaman Romawi, menjadi tempat persidangan para uskup dan pemimpin gereja untuk membahas berbagai persoalan doktrin, disiplin gereja, dan persoalan lainnya yang memengaruhi umat Kristiani. Sinode-sinode ini memiliki peran yang sangat signifikan dalam pembentukan teologi Kristen, khususnya dalam merumuskan ajaran mengenai Tritunggal, Kristologi, dan relasi antara otoritas gereja lokal serta universal.

Latar Belakang

Antiokhia adalah salah satu kota terbesar Kekaisaran Romawi dan dianggap sebagai salah satu dari empat patriarkat utama dalam gereja perdana, bersama dengan Roma, Aleksandria, dan Yerusalem. Setelah gereja mulai berkembang melintasi dunia Yunani-Romawi, muncul berbagai ajaran yang berbeda dan bahkan sesat (heresi), yang mengancam kesatuan iman Kristen. Maka, para pemimpin gereja mulai mengadakan sinode atau pertemuan khusus untuk membahas permasalahan ini, menetapkan batas-batas doktrin, dan menegakkan disiplin gereja.

Sinode-Sinode Penting

1. Sinode Tahun 268 M

Sinode Antiokhia pertama yang terkenal diadakan pada tahun 268 M untuk mengadili ajaran Paulus dari Samosata, uskup Antiokhia yang dituduh mengajarkan bidat Monarkianisme dinamika. Doktrin ini menolak keilahian Yesus Kristus, mengklaim bahwa Kristus hanyalah manusia biasa yang diangkat menjadi Anak Allah karena kebajikan-Nya.

Keputusan

  • Paulus dari Samosata dipecat dari jabatan uskup.
  • Sinode menegaskan doktrin Tritunggal sebagai pengajaran yang benar, sekaligus menolak semua bentuk monarchianisme.

2. Sinode Tahun 341 M

Sinode Antiokhia pada tahun 341 M diselenggarakan untuk memperingati dedikasi ulang katedral Antiokhia yang baru dibangun. Pertemuan ini dihadiri lebih dari 90 uskup dari timur Kekaisaran Romawi dan menjadi terkenal karena menghasilkan beberapa pengakuan iman (credo), yang dikenal sebagai "Pengakuan-Pengakuan Antiokhia."

Keputusan

  • Sinode menolak Pengakuan Iman Nicea tahun 325 M yang mendukung doktrin homoousios (keesaan esensi) antara Bapa dan Anak.
  • Sebagai gantinya, sinode mendukung pandangan semi-Arianisme yang menyatakan bahwa Anak adalah "seperti esensi" (homoiousios) dengan Bapa.
  • Para uskup yang mendukung pandangan Nicea diasingkan atau dihukum.

3. Sinode Tahun 358 M

Sinode ini diadakan untuk merespons perselisihan di dalam gereja mengenai interpretasi Tritunggal. Kaum Arian, yang menyangkal keilahian Kristus, terus mendapatkan dukungan di kalangan gereja Timur.

Keputusan

  • Sinode mengadopsi pandangan kompromi yang dikenal sebagai "Homoianisme," yang menyatakan bahwa Anak adalah "seperti Bapa dalam segala hal," tanpa menggunakan istilah teknis seperti homoousios atau homoiousios.
  • Keputusan ini menuai kontroversi luas di kalangan gereja Barat.

4. Sinode Tahun 379 M

Sinode Antiokhia tahun 379 M menjadi titik balik dalam menentang Arianisme. Dipimpin oleh Uskup Meletius dari Antiokhia, sinode ini menegaskan kembali doktrin Tritunggal sebagaimana dirumuskan dalam Pengakuan Iman Nicea.

Keputusan

  • Anak adalah sepenuhnya Allah, sama dalam esensi (homoousios) dengan Bapa.
  • Roh Kudus juga diakui sebagai Allah yang sejati, sejajar dengan Bapa dan Anak.

Pengaruh Teologi

Sinode-sinode Antiokhia memainkan peran besar dalam perkembangan teologi Kristen, terutama dalam kaitannya dengan perdebatan Kristologi dan Tritunggal. Keputusan-keputusan sinode ini sering kali menjadi landasan bagi Konsili Ekumenis berikutnya, termasuk Konsili Konstantinopel I (381 M), yang menyelesaikan definisi doktrin Tritunggal.

Hubungan dengan Gereja-Gereja Lain

Sebagai salah satu patriarkat utama, Antiokhia sering terlibat dalam konflik dan kolaborasi dengan gereja-gereja lainnya. Sinode-sinode ini mencerminkan dinamika hubungan antara gereja Timur dan Barat, yang kadang-kadang harmonis tetapi juga penuh ketegangan. Antiokhia juga dikenal karena tradisi teologi eksesegesis Alkitabnya yang mendalam, yang memengaruhi perkembangan teologi di seluruh dunia Kristen.

Warisan

Hingga kini, keputusan-keputusan sinode ini terus dikenang dalam sejarah gereja. Mereka memberikan pelajaran tentang pentingnya menjaga kesatuan gereja sekaligus menegakkan doktrin yang benar. Dengan tegas, sinode-sinode ini menjadi teladan bagi pertemuan gereja di masa-masa berikutnya, yang berkomitmen pada kebenaran firman Allah dan ajaran rasuli.

"Demi memelihara iman yang telah sekali diberikan kepada orang-orang kudus," (Yudas 1:3), sinode-sinode Antiokhia menjadi mercusuar yang memancarkan terang teologi yang benar di tengah-tengah gelombang perpecahan dan ajaran sesat.

Referensi

  1. Rockwell 1911.
  2. Chapman 1911.
  3. Hahn, ยงยง 153-155, cited in Rockwell (1911).
  4. Hanson RPC, The Search for the Christian Doctrine of God: The Arian Controversy, 318-381. 1988, page 285-6
  5. Hanson RPC, The Search for the Christian Doctrine of God: The Arian Controversy, 318-381. 1988, page 287
Kembali kehalaman sebelumnya