Siemens-Schuckert

Siemens-Schuckertwerke
Didirikan1903
Nama Siemens-Schuckert pada sebuah kemudi trem

Siemens-Schuckert (atau Siemens-Schuckertwerke) dulu adalah sebuah perusahaan rekayasa listrik asal Jerman. Perusahaan ini kemudian digabung ke dalam Siemens AG pada tahun 1966.

Siemens Schuckert didirikan pada tahun 1903 setelah Siemens & Halske mengakuisisi Schuckertwerke.[1] Kemudian, Siemens & Halske difokuskan pada rekayasa komunikasi, sementara Siemens-Schuckert difokuskan pada rekayasa tenaga dan instrumentasi pneumatik. Selama Perang Dunia I, Siemens-Schuckert juga memproduksi pesawat terbang. Pada tahun 1908, perusahaan ini mengambil alih produksi kendaraan Protos. Pada Perang Dunia II, perusahaan ini memiliki sebuah pabrik untuk memproduksi pesawat terbang dan komponen lain di Monowitz dekat Auschwitz. Terdapat sebuah kamp pekerja di dekat pabrik tersebut, yakni kamp konsentrasi Bobrek.

Logo Siemens-Schuckert berupa dua huruf S berukuran besar dan kecil yang saling bertumpuk di tengah, dengan huruf S yang lebih kecil diputar ke kiri sebesar 45 derajat.[notes 1][2] Logo tersebut digunakan hingga akhir dekade 1960-an, ketika Siemens & Halske, Siemens-Schuckert, dan Siemens-Reiniger-Werke digabung untuk membentuk Siemens.

Pesawat terbang

Siemens-Schuckert memproduksi sejumlah rancangan selama Perang Dunia I hingga menjelang Perang Dunia II. Perusahaan ini juga memproduksi mesin pesawat terbang dengan merek Siemens-Halske, yang kemudian berevolusi menjadi salah satu produk utamanya setelah Perang Dunia I berakhir. Pada tahun 1936, divisi produksi mesin pesawat terbang Siemens-Schuckert direorganisasi menjadi Brandenburgische Motorenwerke (Bramo),[butuh rujukan] dan kemudian dibeli oleh BMW pada tahun 1939. Nama divisi tersebut lalu diubah menjadi BMW Flugmotorenbau.[3]

Siemens-Schuckert merancang sejumlah pesawat pengebom berat pada awal Perang Dunia I, yakni tujuh Riesenflugzeug. Dirancang untuk penerbangan jarak jauh, SSW seri R pun dilengkapi dengan tiga unit mesin Benz Bz.III 150 hp untuk memutar dua baling-baling yang terhubung ke satu unit gearbox melalui sebuah kerucut kulit kombinasi dan kopling kunci sentrifugal pada model SSW R.I hingga SSW R.VII (SSW R.VIII menggunakan empat mesin). Jika terjadi kegagalan mesin, yang saat itu masih sangat sering terjadi, pesawat pengebom tetap dapat terbang dengan dua mesin, sembari satu mesin yang rusak diperbaiki oleh mekanik yang ikut terbang. Dua poros transmisi mentransfer tenaga dari gearbox ke gearbox baling-baling yang diletakkan di penyangga sayap. Walaupun terdapat sejumlah masalah dengan sistem kopling, gearbox terbukti dapat diandalkan jika dirawat dengan baik. Rancangan SSW R.1 hingga SSW R.VII terkenal berkat badan pesawatnya yang bercabang. Sejumlah pesawat pengebom tersebut (SSW R.V hingga SSW R.VII) digunakan di Front Timur. Walaupun konsepnya menarik, biaya produksi SSW seri R sangat mahal, sehingga angkatan udara akhirnya mengabaikan konsep ini hingga muncul konsep yang lebih praktis.

Pesawat tempur pertama yang dirancang oleh perusahaan ini adalah Siemens-Schuckert E.I yang muncul pada pertengahan tahun 1915. Pesawat tempur tersebut merupakan pesawat terbang pertama yang memakai Siemens-Halske Sh.I, sebuah mesin putar baru yang dikembangkan oleh Siemens-Schuckert, yang mana silinder dan baling-balingnya berputar dengan arah yang berlawanan. Perusahaan ini juga memproduksi sejumlah mesin untuk dipasok ke sejumlah Feldflieger Abteilung untuk digunakan memproduksi komponen pesawat tempur monoplane Fokker dan Pfalz, yang saat itu terutama digunakan untuk keperluan pengawalan. Purwarupa SSW E.II, yang dilengkapi dengan mesin Argus AsII segaris, jatuh pada bulan Juni 1916, dan menewaskan Franz Steffen, salah satu perancang SSW seri R. Pada awal tahun 1916, generasi pertama pesawat tempur monoplane Jerman dikalahkan oleh Nieuport 11 dan Nieuport 17, sehingga Siemens-Schuckert pun diberi Nieuport 17 hasil sitaan untuk "dipelajari". Hasilnya adalah SSW D.I yang dilengkapi dengan Siemens-Halske Sh.I. Pesawat tersebut pun sangat mirip dengan Nieuport 17. Pesawat tersebut kemudian menjadi pesawat tempur buatan Siemens-Schuckert pertama yang dipesan dalam jumlah banyak, namun setelah tersedia dalam jumlah banyak (sekitar tahun 1917), pesawat tempur tersebut telah dapat dikalahkan oleh pesawat tempur Albatros.

Pengembangan terhadap mesin Sh.I kemudian menghasilkan Sh.III sebelas silinder 160 hp, yang bisa dibilang merupakan salah satu rancangan mesin putar paling canggih selama perang. Pesawat tempur D.I juga menjadi dasar untuk serangkaian rancangan, yang pada akhir tahun 1917 mencapai puncaknya dengan Siemens-Schuckert D.III, yang diproduksi secara terbatas pada awal tahun 1918, dan digunakan di unit pertahanan pangkalan sebagai sebuah interseptor, karena dapat menanjak dengan cepat. Modifikasi lebih lanjut untuk meningkatkan kendali dan performa D.III kemudian menghasilkan Siemens-Schuckert D.IV. Sejumlah varian dari desain tersebut meliputi triplane dan sebuah monoplane parasol, namun akhirnya tidak ada yang diproduksi.

Setelah perang berakhir, produksi D.IV tetap dilanjutkan, terutama untuk dijual ke Swiss. D.IV pun dipakai Swiss hingga akhir dekade 1920-an. Dengan ditandatanganinya Perjanjian Versailles, setahun kemudian, semua aktivitas produksi pesawat terbang di Jerman dihentikan. Siemens-Schuckert juga berhenti beroperasi, namun Siemens-Halske tetap menjual Sh.III dan mulai mengembangkan mesin yang lebih kecil untuk dijual ke masyarakat umum. Pada pertengahan dekade 1920-an, mesin putar buatan Siemens-Halske tidak lagi populer, namun versi "non-putar" dari dasar yang sama mengarah pada pengembangan serangkaian mesin radial 7 silinder, yakni Sh.10 hingga Sh.14A, yang dapat menghasilkan hingga 150 hp pada 14A. Sh.14A pun menjadi mesin yang paling laku untuk pesawat latih, dengan lebih dari 15.000 unit Sh.14A berhasil diproduksi.

Siemens-Halske tidak lagi memiliki mesin yang kompetitif untuk pesawat yang lebih besar, sehingga pada tahun 1929, perusahaan ini akhirnya melisensi produksi Bristol Jupiter IV sembilan silinder. Perubahan kecil terhadap mesin tersebut untuk menyesuaikan dengan kondisi Jerman pun menghasilkan Sh.20 dan Sh.21. Mesin tersebut kemudian ditingkatkan untuk menghasilkan Sh.22 yang dapat mengeluarkan tenaga sebesar 900 hp. Pada tahun 1933, RLM memperkenalkan penamaan mesin baru, sehingga nama Sh.22 pun diubah menjadi Sh.322, karena Siemens mendapat jatah nomor 300-399. Sh.322 memiliki masalah kehandalan, sehingga akhirnya tidak banyak digunakan.

Pada tahun 1936, divisi produksi mesin pesawat terbang Siemens-Schuckert direorganisasi menjadi Bramo, dan melanjutkan pengembangan mesin besar. Modifikasi Sh.322 dengan menambahkan injeksi bahan bakar dan supercharger baru pun menghasilkan Bramo 323 Fafnir, yang mulai diproduksi pada tahun 1937. Walaupun rancangannya ketinggalan zaman, mesin tersebut sangat handal, meskipun konsumsi bahan bakarnya tinggi. Sebanyak 5.500 unit Bramo 323 berhasil diproduksi hingga tahun 1944.

Dalam hal desain, 323 memiliki potensi pertumbuhan yang kecil. Pada saat Perang Dunia II dimulai, tenaga 1.000 hp yang dihasilkan oleh 323 tergolong kecil, sehingga hanya digunakan pada pesawat angkut dan pesawat pengebom. Untuk memproduksi mesin dengan keluaran tenaga 1.500 hp, Bramo pun mengembangkan versi dua baris dari 323 dengan nama Bramo 329, meniru BMW yang meningkatkan Pratt & Whitney Hornet menjadi BMW 139. Desain kedua mesin tersebut sudah sangat canggih pada tahun 1939, saat BMW membeli Bramo. BMW kemudian menghentikan pengembangan 329, agar dapat berkonsentrasi pada pengembangan mesin yang kemudian diberi nama BMW 801.

Perang Dunia II

Tahanan memproduksi komponen pesawat terbang di pabrik Siemens-Schuckert di Bobrek.

Setelah menyadari bahwa pengembangan mesin radial dua baris beresiko, insinyur Bramo pun mulai mengembangkan mesin jet aliran aksial pada tahun 1938. Mereka mendapat kontrak untuk melanjutkan pengembangan dua mesin, yang kemudian diberi nama 109-002 dan 109-003, saat RLM resmi mendukung pengembangan jet. Mesin 109-002 menggunakan menggunakan kompresor kontra rotasi canggih untuk meningkatkan efisiensi, sementara mesin 109-003 menggunakan sistem kompresor/stator yang lebih sederhana, yang masih digunakan hingga saat ini. Mesin 109-002 terbukti terlalu kompleks dan akhirnya dihentikan, namun mesin 109-003 cukup menjanjikan dan akhirnya menjadi BMW 003.

Monowitz

Perusahaan ini memiliki sebuah kamp pekerja di dekat Monowitz untuk memproduksi komponen pesawat terbang yang dikenal sebagai kamp konsentrasi Bobrek. Kamp tersebut mempekerjakan tenaga kerja paksa ostarbeiter serta tahanan Auschwitz di pabriknya. Pabrik yang terletak di dekat kamp konsentrasi Bobrek dirancang untuk memproduksi karet sintetis dan bensin, serta dimiliki oleh IG Farben, salah satu perusahaan kimia terbesar di Jerman selama perang. Kamp tersebut merupakan salah satu sub-kamp dari Auschwitz yang didirikan oleh perusahaan besar asal Jerman untuk memasok persenjataan ke angkatan bersenjata, serta ke perusahaan lain, seperti Krupp, Rheinmetall, dan AEG. Kamp konsentrasi tidak hanya memproduksi senjata kecil seperti pistol dan senapan mesin, namun juga senjata besar seperti artileri, U-boat, dan komponen pesawat terbang.

Produk

Pesawat terbang

Mesin

Kereta Api

Catatan

  1. ^ Siemens pun menggunakan konsep logo perusahaan ini pada logo dari empat perusahaan yang lain, yakni Siemens & Halske dengan huruf H yang lebih kecil ditumpuk di atas huruf S. Lainnya meliputi Siemens-Apparate- und Maschinenbau (huruf S dan A), Siemens-Bauunion (huruf S dan B), Siemens-Planiawerke (huruf S dan P), serta Siemens-Reiniger (huruf S dan R)

Referensi

  1. ^ "Strong together – The founding of the Siemens-Schuckertwerke". Siemens Historical Institute (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-06-06. 
  2. ^ "A name and a commitment – the birth of the Siemens trademark". Siemens Historical Institute (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-06-05. Diakses tanggal 2019-06-06. 
  3. ^ Norbye, Jan P. (1984). "Starting Over: War Wounds and Amputation". BMW - Bavaria's Driving MachinesPerlu mendaftar (gratis). Skokie, IL, USA: Publications International. hlm. 72. ISBN 0-517-42464-9. The acquisition of Bramo instantly doubled the size of BMW's aircraft division, which acquired the new name of BMW Flugmotorenbau GmbH. 

Pranala luar

Kembali kehalaman sebelumnya