Sajen jenang-jenangan

Bubur atau dalam bahasa Jawa disebut jenang

Sajen jenang-jenangan dalam ritual Jawa adalah sesaji atau sajen yang dilakukan untuk merayakan peristiwa kelahiran.[1][2][3] Jenang atau bubur merupakan ubo rampe yang selalu dilakukan orang Jawa ketika terjadi kelahiran seorang anak.[1][4][5] Ubo rampe ini terdiri dari jenang putih, jenang abang, jenang baro-baro, dan jenang pliringan yang masing-masing memiliki makna yang berbeda.[1]

Macam-Macam Sajen Jenang-Jenangan

  • Jenang Putih adalah bubur yang berwarna putih.[1] Bubur putih merupakan ubo rampe yang terbuat dari beras dan diberi sedikit garam.[1] Bubur putih ini dimaksudkan sebagai penghormatan dan harapan seseorang yang ditujukan kepada orang tua atau leluhurnya agar senantiasa diberi doa restu dan mendapatkan keselamatan.[1] Oleh nenek moyang orang Jawa, bubur putih dimaksudkan sebagai bibit dari ayah atau sperma atau darah putih.[1] Pada ritual sesaji, ubo rampe jenang putih ini selalu disertai dengan jenang abang karena masing-masing memiliki makna tersendiri dan menjadi semacam pangan yang tidak bisa dipisahkan.[1][3]
  • Jenang Abang adalah bubur yang berwarna merah. Bubur merah merupakan ubo rampe yang terbuat dari beras dengan dibumbui sedikit garam dan dicampur dengan gula Jawa sehingga berwarna merah.[1] Jenang Abang dimaksudkan sebagai penghormatan dan permohonan kepada orang tua agar diberi doa dan restu sehingga selalu mendapatkan keselamatan.[1] Jenang abang dimaksudkan pula sebagai lambang bibit dari ibu atau darah merah.[1][3]

Jenang abang dan jenang putih ini dimaksudkan sebagai lambang kehidupan manusia yang tercipta dari air kehidupan orang tuanya. Dalam hal ini bersatunya sperma atau dilambangkan sebagai darah putih.[1] Jenang abang dan jenang putih diartikan sebagai simbol terjadinya anak karena bersatunya darah dari ayah dan ibu.[1] Maka dari itu maksud dari sajen jenang abang dan jenang putih adalah sebagai bentuk setiap orang untuk menghormati orang tuanya.[1][3]

  • Jenang baro-baro adalah bubur yang terbuat dari bekatul atau tepung kulit beras dan di atasnya diberi potongan kecil-kecil gula merah.[1] Ubo rampe jenang baro-baro ini dimaksdkan sebagai penghormatan kepada kakang kawah adi ari-ari atau air ketuban dan tembuni yang keluar saat bayi dilahirkan.[1] Oleh nenek moyang orang Jawa, kakang kawah dan adi ari-ari dipercaya sebagai saudara gaib jabang bayi. Air kawah atau ketuban dipercaya sebagai saudara tua atau kakak sedangkan tembuni dipercaya sebagai saudara muda atau adik.[1] Ubo rampe jenang baro-baro disajikan agar orang yang sedang melakukan selamatan dan hajatan tidak diganggu.[1][3]
  • Jenang pliringan adalah bubur yang terbuat dari beras yang bentuknya separuh merah dan separuh putih.[1] Ubo rame jenang pliringan ini dimaksudkan sebagai penghormatan kepada prajurit Ratu Kidul yang bertugas di angkasa dan daratan.[1] Penghormatan ini dimaksudkan agar antara manusia dan mahluk halus sebagai sesama mahluk Tuhan dapat seiring dalam menjalani kehidupan dan tidak saling mengganggu.[1][3]

Rujukan

  1. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q r s t u Wahyana Giri MC (2010). Sajen & Ritual Orang Jawa. Yogyakarta: Narasi. hlm. 30-32. 
  2. ^ "Sajen Uborampe". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-14. Diakses tanggal 15 Mei 2014. 
  3. ^ a b c d e f "Upacara Tradisi". Diakses tanggal 15 Mei 2014. 
  4. ^ "Tingkepan". Diakses tanggal 15 Mei 2014. 
  5. ^ "Sajen Mitoni". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-05-17. Diakses tanggal 15 Mei 2014. 
Kembali kehalaman sebelumnya