Sai Baba dari Shirdi
Wikimedia Commons memiliki media mengenai Sai Baba of Shirdi. Sai Baba dari Shirdi, juga dikenal dengan nama Shirdi Baba, ia adalah seorang Guru, mistikus Sufi, sekaligus Mahayogi yang tinggal di Masjid Dwarakamayi[1] di Desa Shirdi, Distrik Ahmednagar, Maharashtra, India. Pada awal perkembanganya, umat Hindu dan Muslim menjadi pengikutnya. Pengikutnya juga menganggap ia sebagai seorang Awatara. Kisah Singkat Shirdi BabaSebab Musabab KelahiranDi sebuah desa bernama Pathri yang terletak di wilayah Nizam, tinggal sepasang suami istri yang taat bernama Ganggabhava dan Devagiriamma. Sang istri adalah bhakta setia Dewi Gauri (Pendamping Dewa Shiva, yang disebut pula Dewi Parvathi). Suaminya, Ganggabhava adalah bhakta setia Dewa Shiva. Mereka tidak mempunyai anak. Hal ini membuat mereka tidak terlalu memikirkan masalah duniawi. Mereka menghabiskan waktu dengan melakukan pemujaan kepada Dewa Shiva dan Dewi Parvathi. Ganggabhava menjalankan perahu sebagai mata pencahariannya. Saat itu musim hujan dan air sungai meluap. Karena khawatir perahunya akan terbawa banjir bila tidak diawasi, Ganggabhava memberitahu istrinya bahwa ia akan pergi ke sungai dan akan tinggal di sana semalam untuk menjaga perahunya. Sang istri menyiapkan makan malam untuk suaminya pada jam 7 malam dan setelah suaminya pergi ia pun menyelesaikan makan malamnya sendiri.[2] Sekitar jam 9 malam, seorang mengetuk pintu. Karena mengira bahwa suaminya yang datang dan dengan bertanya-tanya mengapa suaminya pulang begitu cepat, ia membuka pintu dengan segera. Seorang lelaki tua berdiri di depan pintu. Lelaki tua itu kemudian melangkah masuk ke dalam rumah dan berkata. “Oh Ibu, di luar sangat dingin. Apakah engkau mau berbaik hati memberi sedikit tempat bagi saya untuk bermalam disini?” Dengan kebaikan hatinya, ia menyiapkan kasur, memberikannya kepada lelaki tua itu dan mengantarkannya ke suatu tempat di beranda untuk tidur. Devagiriamma masuk ke kamarnya sendiri, menutup pintunya dan berbaring. Tapi tak lama kemudian lelaki tua itu mengetuk pintu kembali. Ketika ia membuka pintu, lelaki tua itu berkata, “Oh, Ibu yang baik hati, saya merasa lapar. Bolehkah saya minta nasi sedikit untuk dimakan?” Karena ia tidak menemukan sesuatu yang berarti kecuali sedikit beras tumbuk di dapurnya, ia menyiapkan sedikit makanan dengan susu asam dan memberikannya kepada lelaki tua itu, ia pun kembali ke kamarnya, menutup pintu dan bersiap untuk tidur. Belum lama waktu berlalu, lelaki tua itu mengetuk pintu kembali. Ketika ia membuka pintu, lelaki tua itu berkata, “Oh Ibu, kaki saya sakit. Maukah engkau berbaik hati untuk memijatnya sebentar saja?” Wanita itu terkejut. Ia lalu pergi ke ruang pemujaan, bersimpuh di kaki arca Dewi Parvathi dan menangis, “Oh Ibu Yang Mahasuci, ujian berat apakah yang Kau berikan padaku ini? Apa yang harus aku lakukan sekarang? Tolong selamatkanlah aku dari keadaan yang sulit ini.” Beberapa saat kemudian ia mulai tenang. Ia mendapatkan ide untuk meminta seseorang yang bisa dibayar untuk memijat tamunya. Usahanya sia-sia dan ia pun kembali dengan putus asa. Tiba-tiba ada ketukan di pintu samping. Ketika pintu di buka, seorang wanita masuk ke dalam rumah dan berkata,”Ibu, sepertinya engkau datang ke rumah saya untuk meminta bantuan guna merawat seseorang lelaki tua di sini. Saya datang ke sini untuk menawarkan bantuan.” Devagiriamma sangat bergembira karena ternyata doanya telah di jawab. Ia mengantar wanita itu ke beranda dan meninggalkannya dengan lelaki tua itu dan kemudian ia kembali ke kamarnya sendiri.[3] Tak lama kemudian, sekali lagi, pintu kamar diketuk. Karena sekarang ada seoarang wanita lain di rumah, Devagiriamma membukakan pintu tanpa rasa ragu. Ia mendapatkan Dewa Shiwa dan Dewi Gauri berdiri dengan cahaya gemerlap. Ternyata lelaki tua dan seorang wanita tadi tak lain adalah Dewa Shiwa dan Dewi Gauri yang sedang yang menyamar untuk menguji kesetiaan Devagiriamma. Hati Devagiriamma dipenuhi rasa bahagia dan ia menyentuh kaki mereka. Dewi Gauri berkata,”Aku menganugerahkanmu seorang anak lelaki yang akan memberikan kemuliaan bagi keturunanmu dan juga seorang anak perempuan sehingga engkau bisa memperoleh punyam dengan menikahkannya dengan seseoarang. Devagiriamma menyentuh kaki Dewa Shiva. Dewa Shiva pun berkata,”Anak-Ku sayang, Aku sangat terkesan dengan bhaktimu. Aku sendiri akan lahir sebagai manusia dalam diri anakmu yang ketiga.” Setelah mengatakan hal itu mereka pun menghilang. Devagiriamma sangat gembira. Ketika fajar tiba, suaminya pulang dan mendengar istrinya tentang segala hal yang terjadi, suaminya enggan mempercayainya.[4] Waktu terus berjalan dan Devagiriamma pun mengandung. Seperti yang sudah diperkirakan, ia melahirkan bayi laki-laki. Satu tahun kemudian ia melahirkan seorang anak perempuan. Ganggabhava menyadari bahwa dua peristiwa yang disebutkan oleh istrinya sudah menjadi kenyataan. Sekarang ia mulai percaya bahwa Dewa Shiva dan Dewi Parvathi sungguh-sungguh memberi istrinya darshan (penampakan ilahi). Ia berkata kepada istrinya, “Engkau sangat beruntung, saya tidak.” KelahiranPikiran itu sangat dalam tertanam di benaknya. Seiring berjalanya waktu ia memutuskan melakukan tapa agar dapat memperoleh darshan (penampakan ilahi) Dewa Shiva dan Dewi Parvathi. Ia memutuskan untuk pergi ke hutan dan melanjutkan pencarian spiritualnya. Walau Devagiriamma sedang hamil anak ketiga, karena kesetiannya ia memutuskan untuk ikut menemani suaminya. Dalam perjalanan ke hutan ia melahirkan seorang bayi laki-laki tepat di bawah pohon banyan pada hari Senin tanggal 28 September 1838 Masehi. Devagiriamma membungkus bayinya dengan sepotong kain sari, meninggalkannya dan pergi mengikuti suaminya ke hutan.[5] Masa Kecil Sampai DewasaAda seorang Sufi Fakir tinggal di desa sekitar hutan tersebut. Ia tidak mempunyai anak laki-laki. Ia menemukan bayi yang terbuang itu dan membawanya pulang. Ia senang karena merasa Allah telah memberikannya seorang bayi. Dari tahun 1838-1842 Masehi, anak itu tumbuh di rumah Fakir. Setelah Fakir meninggal, istrinya yang kemudian mengasuh anak lelaki itu. Shirdi Baba memiliki beberapa kebiasaan di masa kecilnya, ia akan pergi ke kuil Hindu dan berteriak, “Akulah Allah” dan “Allah Malik Hai” (Tuhanlah Yang Mahakuasa). Di sisi lain ia pergi ke Masjid, menangis dan berkata, ‘“Rama adalah Tuhan” dan “Shiva adalah Allah” Karena kelakuanya itu, pemeluk dari umat Hindu dan Muslim tersebut mengeluh kepada istri Fakir. Ia mengalami kesulitan mengasuh anak lelaki itu dengan benar. Ia kemudian membawa anaknya ke seorang terpelajar dan memiliki ashram yang bernama Venkusa. Dari tahun 1842-1851, anak lelaki itu diasuh oleh Venkusa. Ia mengasuhnya dengan kasih sayang dan perhatian. Hal tersebut membuat kecemburuan dan kedengkian pada penghuni lain yang juga tinggal di ashram Venkusa. Suatu hari ia pergi meninggalkan ashram dan mengembara dari satu tempat ke tempat lain selama beberapa tahun. Pemberian Nama SaiDalam pengembaraanya, ia sampai ke desa yang bernama Dhupkeda. Selama ia tinggal di sana, ada acara pernikahan di desa itu di rumah Chand Bhai Patel.[6] Bhagat Mahalsapati melihat keilahian Fakir muda itu dan menyambutnya dengan “Ya Sai” (Selamat Datang Sai). Orang-orang lainnya juga menyebutnya dengan nama Sai dan sejak itu dikenal dengan nama Sai Baba.[7] Nama “Sai Baba” merupakan kombinasi kata dari bahasa Persia dan India. Sāī (Sa'ih) dalam bahasa Persia merupakan sinonim dari kata Brahmajnani (bahasa Sanskerta) artinya orang yang telah mencapai Realisasi Diri. Sai juga dapat berarti Tuhan[8] Sedangkan Baba adalah kata dalam bahasa Indo-Arya yang merujuk pada sebutan hormat untuk bapak, kakek, orang yang dituakan. Nama Sai Baba merujuk pada makna "Bapa Suci"[9] Setelah mengikuti acara pernikahan itu, si Fakir muda mengembara ke Desa Shirdi pada tahun 1857. Ia tinggal di sana sampai ia wafat tahun 1918. Disana ia tinggal di Masjid Dwarakamayi. Di masjid tersebut ia mulai mengajar umat Hindu dan Muslim. MahasamadhiMenjelang akhir hidupnya, Sai Baba dari Shirdi berpesan kepada bhakta kesayangnya Dixit, Abdullah dan Sarada Devi. Ia berpesan bahwa ia akan bereinkarnasi kembali 8 tahun setelah Mahasamadhi (meninggalkan tubuh fisiknya) di wilayah Andhra (India Selatan) dan ia akan berinkarnasi dengan nama yang sama, Sai Baba. Nama kesayangannya adalah Sathyam.[10] Sai Baba pun kemudian Mahasamadhi pada 15 Oktober, 1918 pukul 2:30 sore. Dia mengambil Mahasamadhi di pangkuan salah satu pengikutnya dan kemudian dimakamkan di "Booty Wada" sebagaimana keinginannya. Kemudian sebuah tempat suci dibangun di tempat itu dan kemudian dikenal sebagai Samadhi Mandir.[11] Hari saat Shirdi Baba mahasamadhi adalah hari yang sangat suci bagi umat Hindu dan bagi umat Islam dimana festival Hindu Dassera dan hari raya Muslim, Muharram telah datang pada hari yang sama. Ini juga merupakan tanda kebesarannya sebagaimana orang-orang percaya bahwa jiwa-jiwa mulia meninggalkan bumi pada beberapa hari suci datang sekaligus. Penegasan JanjiSetelah Shirdi Baba mahasamadhi, para pengikutnya merasa sangat sedih. Pengikut setianya yang bernama Abdullah sangat cemas dengan keadaan ini. Dia akan menghabiskan begitu banyak waktu di Samadhi Mandir dengan kesedihan. Suatu hari Shirdi Baba menampakkan dirinya secara fisik kepada Abdullah dan berkata: “Abdullah, samadhi mandir hanyalah untuk tubuh, tetapi siapa yang sebenarnya mampu memakamkan Aku? Aku bersifat kekal. Aku akan berinkarnasi di Andhra (India Selatan) setelah delapan tahun". Setelah berkata seperti itu, Shirdi Baba kemudian menghilang. Dengan kata-kata tersebut Abdullah menjadi tenang.[12] AjaranKisah hidup Shirdi Baba merupakan pesan-pesan ajaranya. Beberapa diantaranya adalah:
Sejak kecil ia mengatakan “Rama adalah Tuhan” dan “Shiva adalah Allah”.Ia memberikan nasihat yang terus menerus kepada setiap orang: “Rama dan Rahim adalah satu dan sama, tidak ada satupun perbedaan di antara mereka, jadi mengapa para pemujanya menjadi terpisah dan bertengkar di antara mereka? Kalian rakyat bodoh, kanak-kanak, saling berpegangan tanganalah dan kumpulkan dua masyarakat itu bersama. Tuhan akan melindungi kalian”[13] Ia juga membiarkan ritual umat Hindu dan Islam di Masjid Dwarakamayi tempat dimana ia tinggal. nasihatnya mengajarkanTauhid dalam Islam atau disebut Advaita Vedanta dalam Hindu yang berarti Keesaan Tuhan .
Sai Baba mendorong pengikutnya untuk berdoa, menyanyikan nama-nama Tuhan yang manapun, membaca Al-Fatihah, mempelajari kitab suci Al-quran dan teks-teks Hindu seperti Ramayana, Wisnu Sahasranam (Seribu Nama Wishnu), Bhagavad Gita, Yoga Wasista[14][15] Kadang-kadang ia membaca Al-Fatihah sendiri, Baba juga senang mendengarkan moulu dan qawwali disertai dengan tabla dan sarangi dua kali sehari.[16]
Beberapa kata-kata yang ia ucapkan kepada para bhaktanya adalah:
Cara mengajar Shirdi Baba cukup unik dan eksentrik. Seperti gaya berpakaianya, ia memakai kafni sederhana, kusam dan robek, hal tersebut untuk mengajarkan ketidak terikatan kepada para pengikutnya. Ia kadang-kadang meminta sedekah kepada bhaktanya yang satu tetapi menolak menerima sedekah dari bhaktanya yang lain. Ia mengatakan meminta sedekah untuk mengambil keterikatan bhaktanya. Cara ia memberkati bhaktanya juga cukup unik, ia tak segan-segan mengatakan kepada bhaktanya: “Semoga kamu mati”, “kamu anjing”, “kamu keledai”. Saat ditanya tentang maknanya, ia berkata: “semoga kamu mati” berarti semoga seluruh keinginan, kemarahan dan keterikatanmu hancur. “kamu anjing” berarti semoga kamu memiliki iman, kepercayaan dan kesetiaan seperti anjing. “kamu keledai” berarti melayani tanpa mengharapkan penghormatan [18]
Suatu ketika seseorang datang ke Shirdi untuk memotret Shirdi Baba. Baba melihat mereka dan bertanya pada orang terdekatnya Mohan Shyam.”Shyam, kenapa mereka datang ke sini?” Shyam menjawab, “mereka datang untuk memotretmu”. Baba menjawab, “Tidak, tidak. Katakan pada mereka untuk tidak memotret-Ku. Tak mudah memotret-Ku. Dindingnya harus dihancurkan terlebih dahulu.” Maksud dari kata-katanya adalah, ia bukanlah tubuh dan ia adalah Parabrahman (Tuhan yang tak berwujud, tunggal, kekal abadi). Untuk bisa melihat atau “memotret” (mengenal) Parabrahman tidaklah mudah. Dinding ego (si aku) yang menghalanginya harus dihancurkan terlebih dahulu.[19] Shirdi Baba juga membuat dhuni (tempat pembakaran kayu) di Masjid Dwarakamayi yang menghasilkan udhi (abu suci), yang bermakna untuk bisa memasuki Rumah Tuhan, seseorang harus membakar egonya hingga hancur seperti abu. Mukjizat IlahiKehidupan dan tingkah laku Sai Baba dari Shirdi cukup misterius, bahkan kadang-kadang orang terdekatnya tidak mengerti makna apa yang ia lakukan. Ia juga biasa melakukan mukjizat antara lain menyembuhkan wabah kolera dengan udhi-nya (abu suci), menyelamatkan para pengikutnya dari musibah, mengubah air menjadi minyak, ia mempunyai kemampuan memahami bahasa binatang, juga berbicara dalam berbagai bahasa.[20] Suatu ketika ada seorang anak bermain kelereng dengan Shirdi Baba kecil. Shirdi Baba kecil terus menang. Karena anak itu kehabisan kelereng, anak itu mengambil batu Saligram[21] emas (yang bentuknya mirip kelereng) di altar rumahnya. Baba menang lagi da ia mengambilnya. Anak itu marah dan meminta agar Baba mengembalikannya. Tetapi Baba tidak mau karena ia sudah memenangkannya. Sadar batu saligram untuk acara ritual ibadah hilang, Ibu pemilik batu saligram itu menanyakan hal tersebut pada anaknya. Mendengar batu saligramnya diambil oleh Shirdi Baba kecil, Ibu tersebut mencari lalu menarik telinga Shirdi Baba kecil agar mengembalikan batu saligram tersebut. Tetapi Shirdi Baba kecil malah menelannya. Ibu itu kemudian memaksa Shirdi Baba kecil agar membuka mulut. Dengan lugunya ia membuka mulut. Ibu itu terkejut melihat alam semesta berada di mulut Shirdi Baba.[22] Orang terdekatnya yang bernama Mohan Shyam, suatu ketika ia mengintip kegiatan Shirdi Baba di malam hari. Ia melihat Shirdi Baba berbicara sendiri dengan berbagai bahasa. Saat Mohan Shyam bertanya kenapa Shirdi Baba melakukan hal itu. Ia menjawab bahwa; “Umat-Ku yang Aku urus bukan hanya engkau saja, Aku sedang menjawab doa-doa umat manusia di seluruh dunia.” Perkembangan GerakanDalam perkembangannya, Sai Baba kemudian dianggap sebagai Pir oleh beberapa kelompok sufi. Meher Baba menyatakan Shirdi Baba sebagai Qutub-e-Irshad—yang tertinggi dari lima Qutub.[23] Baba juga dihormati oleh tokoh terkemuka dari Zoroastrianisme seperti Nanabhoy Palkhivala dan Homi Bhabha dan telah dianggap sebagai tokoh yang paling populer dari non-Zoroaster yang menarik perhatian umat Zoroaster.[24] Sai Baba dari Shirdi dianggap sebagai simbol pemersatu agama-agama dan umat manusia. Tempat suci dan organisasi untuk penghormatan Shirdi Baba kemudian didirikan tidak hanya di India bahkan meluas sampai Malaysia, Singapura, Australia dan Amerika Serikat.[25] Lihat PulaDaftar Istilah
Referensi dan Catatan Kaki
Bacaan Lebih Lanjut
Pranala luarSitus Resmi Organisasi Sai
Website Shirdi Baba
|