Sahrianta Tarigan
Drs. Sahrianta Tarigan, M.A. (lahir 9 Agustus 1962) adalah Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Persatuan Indonesia DKI Jakarta. Sebelumnya, ia menjabat sebagai Anggota DPRD DKI Jakarta periode 2004—2014. Riwayat HidupSelepas SMP, Sahrianta berangkat dari tanah kelahirannya di Sumatera Utara hendak merantau ke Jakarta. Ia dilepaskan dengan airmata dan doa oleh ayah dan ibunya. Bukan apa-apa karena ia berangkat dalam usia yang masih sangat belia serta dengan bekal yang tidak seberapa, hanya pakaian di badan. Untunglah di Kapal Tampomas yang ditumpanginya itu ia bisa berjumpa dengan beberapa orang yang baik hati yang bersedia memberikannya makanan. Tiba di Jakarta, Sahrianta sangat senang sekaligus cemas karena memikirkan masa depannya. Namun dengan iman yang polos ia berdoa kepada Tuhan agar menjadikannya berhasil. Sahrianta pun melangkah ke rumah seorang family, di sini ia tinggal dan meneruskan sekolahnya di SMA. Saat SMA hingga selesai ia banyak berkenalan dengan rekan-rekan asal Sumatra. Di sini ia banyak dipengaruhi untuk pergi ke gereja. Kerohanian Sahrianta semakin diasah dan berkobar dengan keaktifannya di gereja. Ia melayani Tuhan dan mulai menyisihkan sejumlah uang untuk membayar perpuluhan. Akhirnya Tuhan menolong Sahrianta selsai SMA. Dalam hatinya ia memiliki kerinduan yang besar untuk kuliah. Baginya ilmu adalah jembatan memiliki kehidupan yang alayak di kemudian hari. Akan tetapi biaya hidup dan biaya kuliah tidak lah sedikit. Sahrianta putar otak untuk memperoleh cukup uang. Berbekal suara bersama tiga orang teman ia menyusuri jalanan. Mulai dari pasar Senen, Salemba hingga Matraman. Mereka berjalan kaki sambil menenteng gitar. Dua orang menyanyi termasuk Sahrianta dan seorang main gitar, seorang lagi menjadi body guard. “Kami menyanyi menghibur para pekerja malam yang nongkrong dan makan-makan. Jam kerja kami di jam-jam kecil antara jam 1-3 subuh. Lagu-lagu kami pilih sesuai asal daerah orang. Jika orang itu dari medan kami menyanyi lagu-lagu Batak, jika dari Sunda kami menyanyi lagu Sunda, pokoknya kami belajar banyak lagu untuk menghibur banyak orang,” ujarnya. Saat itu Sahrianta bersama ke tiga temannya tinggal di daerah Kramat. Mereka kos disatu rumah yang dibayar Rp. 50.000 per bulan. Uang kos itu ditanggung berempat. Setiap malam saat mengamen mereka bisa mendapatkan Rp.30.000- Rp.70.000. Uang itu dibagi berempat. Uang itu pula yang dipakai Sahrianta untuk membiayai kuliahnya di Universitas 17 Agustus Jakarta. Subuh dia ngamen. Pulang tidur sebentar kemudian mulai berangkat kuliah di pagi hari. Sore pulang kuliah dan malam pergi ke gereja. Hal itu dilakukan Sahrianta selama empat setengah tahun lamanya. Saat pagi menjelang Sahrianta selalu bangun dan memulainya dengan doa. Sebagai seorang mahasiswa yang miskin ia sangat ingin kehidupannya berubah. Itu sebabnya dalam doa-doanya ia selalu meminta empat hal yakni:
Keempat pokok doa ini selalu diucapkan Sahrianta dari kamar kosnya. Tak jarang ia menetesi kertas yang berisi empat pokok doanya itu dengan air mata dan peluh. Ia menatap langit dan memandang surga seolah berkata Tuhan peduli lah akan umatMu yang berdoa siang malam kepada Mu. Sahrianta tak pernah berhenti berdoa seperti itu sepanjang dia kuliah hingga lulus. Sepanjang itu pula ia tidak pernah mengeluh dengan keadaannya. Ia bersyukur senantiasa kepada Tuhan. Bahwa Tuhan sudah memberikan saudara-saudara seiman dan tempat tinggal yang layak. Minimal ia tidak tinggal di bawah kolong jembatan. Meskipun rumah kos yang ditinggalinya sangat sederhana tapi ia bersyukur. Dalam kamar kosnya itu ia tidak memiliki kasur. Hanya tikar dan sebuah bantal lusuh menjadi teman tidur. Iapun harus rela berbagi tempat tidur dengan ke tiga teman lainnya. Jauh di lubuk hati Sahrianta ingin rasanya ia megalami perubahan dalam hidup. Inilah yang memacunya untuk terus tekun berdoa. Ia sangat yakin doa-doanya pastilah suatu saat akan dikabulkan Tuhan.[1] Riwayat Jabatan
Riwayat Partai Politik
Referensi |