Síyáh-Chál
Síyáh-Chál (bahasa Persia: سیاه چال, secara harafiah bermakna "lubang hitam") adalah istilah umum dalam bahasa Persia untuk menyebut penjara bawah tanah. Berdasarkan sejarah, 'Síyáh-Chál dulu digunakan sebagai tempat untuk memenjarakan orang-orang yang menerima hukuman terberat, seperti pembunuh, perampok dengan kekerasan, dan pencuri.[1] Umumnya, penjara bawah tanah semacam ini tidak memiliki lubang lain selain pintu masuk yang terhubung ke tangga. Oleh karenanya, kondisi di dalam sangat gelap karena tidak ada penerangan dari sinar matahari yang dapat menjangkaunya. Dalam konteks agama Bahá'í Síyáh-Chál yang secara khusus dimaksud adalah penjara bawah tanah yang berada di sebelah tenggara Istana Golestan. Penjara bawah tanah ini sebelumnya merupakan tempat penampungan air yang digunakan warga untuk mandi dan mencuci. Bahá'u'lláh mendekam di balik gelapnya Síyáh-Chál selama empat bulan.[2] Signifikansi Bagi Agama Bahá'íSíyáh-Chál disebut sebagai tempat tersuci kedua bagi orang Bahá'í.[3] Di tempat inilah Bahá'u'lláh, pendiri agama Bahá'í dipenjarakan oleh otoritas Dinasti Qajar pada 1852 bersama lebih kurang 30 pengikut Sang Báb (Bábí) lainnya.[4][5] Pemenjaraan ini berkaitan dengan upaya pembunuhan Sháh Naser al-Din yang memerintah Persia antara 1848-1896 saat ia sedang berada di resor musim panas oleh dua pemuda Bábí. Berita mengenai percobaan pembunuhan tersebar ke seluruh negeri, dibumbui informasi bahwa Bábí berusaha memberontak. Alhasil, meledaklah kemarahan masyarakat. Mereka menginginkan penghancuran besar-besaran terhadap kelompok Bábí yang berujung pada pemenjaraan Bahá'u'lláh.[6] Di luar penjara, ratusan Bábí ditangkap, disiksa, dan dianiaya. Kekerasan sektarian kala itu menarik perhatian beberapa orang asing yang ada di Persia. Mereka meninggalkan beberapa catatan tertulis mengenai kengerian tersebut. Salah satu yang memberikan kesaksian adalah Kapten Von Goumoens dari Austria. Ia berkata bahwa ia menyaksikan sendiri ada pengikut Báb yang teramat lapar memakan telinganya sendiri; ada yang tengkoraknya dipecahkan dengan palu; ada yang giginya dirusak dengan tangan kotor; dan ada pula yang menjadi “lampu” penerang bazar.[7][a] Di Síyáh-Chál inilah Bahá’u’lláh mengklaim bahwa dirinya telah menerima wahyu.[3] Wahyu tersebut menyingkapkan bahwa ia adalah sosok Manifestasi Tuhan untuk zaman ini, sosok yang sebelumnya telah dinubuatkan oleh Sang Báb. Penerimaan wahyu tersebut oleh Bahá’u’lláh tidak langsung diumumkannya. Ia menyimpan hal tersebut dan baru mengumumkannya pada saat perpisahan menuju Istanbul di sebuah taman bernama Ridván di Baghdad pada 21 April 1863. Mengenai wahyu yang diterima di Síyáh-Chál ini, nantinya akan diceritakan oleh Bahá’u’lláh dalam bukunya yang berjudul Surat kepada Putra Serigala.[8][9][10] Di Síyáh-Chál pula pendiri agama Baháʼí ini menuliskan tulisan religiusnya yang pertama, yang bertajuk Rashḥ-i-ʻAmá (secara harafiah bermakna "Taburan dari Awan").[11][12] Pada akhirnya, kebanyakan Bábí yang dipenjara bersama dengan Bahá’u’lláh di Síyáh-Chál akhirnya dieksekusi secara brutal. Ia sendiri pun rencananya akan dieksekusi, tetapi hal itu tersebut tidak terjadi karena ia adalah salah seorang bangsawan dan masih memiliki jejaring yang luas di Teheran. Adik ipar Bahá’u’lláh bekerja untuk kantor perwakilan Rusia di Teheran. Ia berhasil membujuk Pangeran Dmitri Ivanovich Dolgorukov yang mewakili Rusia di Persia untuk menyelamatkan Bahá’u’lláh dari eksekusi. Sebagai gantinya Bahá’u’lláh dan keluarganya akan diasingkan. Mereka diperintahkan meninggalkan Persia untuk selama-lamanya.[13] Bahá’u’lláh dan keluarga dipaksa meninggalkan Persia pada suatu musim dingin yang mematikan tanggal 12 Januari 1853.[14] Mereka meninggalkan Persia tanpa kekayaan sama sekali karena semuanya ditinggalkan begitu saja. Tujuan mereka adalah Irak yang merupakan salah satu provinsi (vilayet) di wilayah Turki Usmani. Perjalanan dari Teheran memakan waktu lebih kurang tiga bulan. Mereka akhirnya tiba di Baghdad pada April 1853 dan tak pernah kembali.[b] Kondisi Saat IniPada tahun 1868, penjara bawah tanah ini ditutup dan ditimbun. Di atasnya dibangunlah Tekyeh Dowlat yang merupakan gedung opera milik kerajaan atas perintah Sháh Naser al-Din.[15] Kabarnya, kemegahan gedung opera ini tidak kalah dari gedung-gedung opera megah yang ada di Eropa.[16] Seiring dengan jatuhnya Dinasti Qajar, pada 1947 gedung opera tersebut diruntuhkan dan di atas reruntuhan tersebut dibangunlah sebuah bank.[17] Pada 1954, masyarakat Baháʼí Persia mendapatkan hak atas situs bersejarah tersebut setelah melakukan pembelian terhadap beberapa situs bersejarah yang berkaitan dengan agama mereka.[18] Kepemilikan oleh masyarakat Baháʼí Persia berlangsung selama 25 tahun hingga akhirnya dirampas tatkala berlangsungnya Revolusi Islam Iran. Referensi
Keterangan
|