Rumah Gadang Ukiran Cina
Rumah gadang ukiran cina atau Rumah gadang ukiran cino adalah salah satu dari jenis rumah gadang yang merupakan rumah adat tradisional Minangkabau. Salah satu rumah adat ukiran cina ini berada di Jorong Batu Nan Limo, Nagari Koto Tangah Simalangang, Kecamatan Payakumpuh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, lebih tepatnya berada di jalan lintas antara Kota Payakumbuh dengan Taeh. Disebut dengan nama rumah gadang ukiran cina karena terdapat ukiran-ukiran yang bermotifkan pernak-pernik cina atau dalam bahasa daerahnya disebut aka cino. Rumah gadang ukiran cino ini merupakan salah satu rumah gadang yang menggabungkan unsur-unsur arsitektur antara Minangkabau dan cina serta di tambah dengan unsur arsitektur bangunan yang dipengaruhi oleh jenis arsitektur bangunan bergaya kolonial Belanda.[1] LokasiRumah gadang ukiran cina atau ukiran cina ini berada di Nagari Simalanggang, Kecamatan Payakumbuh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Daerah tersebut merupakan sebuah dataran rendah di Kabupaten Lima Puluh Kota dengan ketinggian kawasan tersebut lebih kurang 500 meter di atas permukaan laut. Akses jalan menuju rumah gadang ukiran cina ini cukup baik. Rumah gadang yang telah menjadi situs cagar budaya ini hanya berjarak lebih kurang 200 meter dari jalan raya atau jalan utama yang menghubungkan Kota Payakumbuh dengan Nagari Taeh. Kemudian, untuk menuju ke depan rumah gadang atau halaman rumah gadang tersebut dapat melewati jalan tanah yang cukup lebar yang dapat dilalui kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat.[1][2] SejarahRumah gadang ukiran cina ini resmi berdiri pada tahun 1902. Pada masa itu merupakan masa penjajahan kolonial Belanda di Indonesia. Rumah gadang yang merupakan bangunan tradisional Minangkabau ini memiliki bentuk bangunan yang di pengaruhi oleh Belanda yang menjajah saat itu dan Cina yang juga berdagang saat itu. Secara historis, bangunan ini mempunyai kekhasan tersendiri. Sebuah rumah gadang biasanya didirikan oleh dan atas nama kaum sepersukuan. Namun demikian, Rumah gadang ukiran cina berbeda dengan adat kebiasaan karena dibangun oleh dan atas nama pribadi sehingga bukan milik kaum atau suku tertentu.[2] Rumah gadang ukiran cina mulai dibangun oleh pemiliknya, yang pada saat itu bernama Datuak Bandaro Leman atau biasa dipanggil dengan gelar Leman Kayo, pada tahun 1890-an.[3] Datuak Bandaro Leman adalah seorang pengusaha yang sangat sukses dengan usaha dagang dan peternakannya. Ternak Datua Bandaro Leman sangat banyak dan dipelihara oleh orang-orang yang bekerja padanya. Usaha perdagangannyapun maju pesat hingga sampai keluar negeri, seperti ke negeri Cina. Oleh karena itu, sangat memungkinkan dia dapat mendatangkan para arsitek Cina untuk membangun rumahnya. Datuk Bandaro Leman sendiri meninggal pada tanggal 13 Maret 1939 dan kemudian dimakamkan di belakang rumahnya tersebut.[3] Rumah gadang ukiran cina mulai di tempati dan dipakai pada tahun 1902. Hal ini tampak ditandai dari sebuah kain semacam spanduk peresmian saat itu yang terbuat dari sutera yang masih terpasang di rumah ini pada saat ini. Pada kain tersebut tersulam tulisan “Slamat Pakai 15 Maart 1902”. Selain itu, pada waktu zaman kelarasan dan di masa kolonial Belanda, rumah ini juga pernah dipakai sebagai kediaman Tuanku Lareh Simalanggang.[3][4] KarakteristikArsitekturalRumah gadang ukiran cina merupakan salah satu bentuk rumah tradisional Minangkabau. Namun demikian, rumah gadang ini memiliki beberapa keunikan yang khas dan langka sehingga membedakannya dengan rumah gadang pada umumnya. Rumah gadang ini merupakan salah satu rumah gadang yang menggabungkan unsur-unsur arsitektur, yang terdiri dari unsur arsitektur dasarnya yaitunya Minangkabau itu sendiri. Kemudian unsur arsitektur Cina yang di pakai pada ragam hias yang terdapat pada rumah gadang tersebut, dan selanjutnya adanya unsur Belanda yang mempengaruhi penggunaan teknologi dan penggunaan bahan bangunannya.[5] Rumah gadang ini mempunyai ciri-ciri tradisional yang sama dengan jenis rumah gadang yang lainya. Ciri-ciri pokok arsitektur tradisional yang masih dapat diamati pada bangunan rumah gadang ukiran cina antara lain ialah atap (atok), anjungan (anjuang), dan tangga masuk (janjang). Atap rumah gadang ini berbentuk gonjong yang berjumlah enam buah.[6][7] TerminologisRumah gadang seperti rumah gadang ukiran cina ini disebut sebagai rumah gadang bagonjong enam. Rumah gadang tersebut biasanya juga mempunyai ciri berupa dua buah anjungan yang terletak di ujung dan pangkal bangunan.[8][9] Keberadaan anjungan tersebut menyebabkan rumah gadang semacam itu juga biasa disebut rumah gadang baanjuang atau disebut juga dengan nama rumah gadang sitinjau lawik. Selain itu, rumah gadang semacam ini juga mempunyai ciri berupa tangga masuk yang berada di tengah-tengah bangunan rumah gadang.[6][7][10] HirarkisRumah gadang ukiran cina terdiri dari tiga tingkat. Tingkat pertama adalah kaki bangunan yang berbentuk kolong. Tingkatan ini selain berfungsi sebagai pondasi atau penyangga badan dari bangunan tersebut. Selain itu, kolong rumah atau kandang rumah dalam bahasa setempat juga berfungsi untuk menyimpan barang-barang atau sebagai gudang. Sementara itu, tingkat kedua adalah badan bangunan. Tingkatan ini berfungsi sebagai hunian atau tempat tinggal keluarga.[11] Selanjutnya, tingkat ketiga adalah atap bangunan. Tingkatan ini berfungsi sebagai pelindung dari panas dan hujan. Ketiga tingkatan bangunan rumah gadang tersebut merupakan satu kesatuan dan membuatnya tahan terhadap guncangan gempa.[12] Bentuk bangunanRumah gadang ukiran cina ini mempunyai bentuk denah dasar persegi panjang berukuran panjang 14,3 m dan lebar 6,5 m. Sementara itu, bagian anjungan yang terletak di ujung dan pangkal bangunan masing-masing berukuran 3,60 x 3,60 m. Pada bagian belakang bangunan dulu terdapat sebuah dapur, tetapi sekarang sudah tidak ada. Dengan demikian, secara keseluruhan bangunan ini berukuran panjang 21,5 m dan lebar 6,5 m.[1] Secara fisik, Rumah gadang ini memiliki ukuran panjang 18 meter dan lebar 8 meter dengan atap bergonjong enam yang terbuat dari seng. Atap ini masih merupakan atap sewaktu pembuatannya. Pada pembangunan awal kedua sisi rumah gadang ini terdapat anjungan. Namun sekitar tahun 1940-an salah satu anjung yaitu pada sisi kiri dibongkar, yang dijadikan dapur dan ruang makan.[2] Tangga naik awalnya persis tepat di tengah bangunan. Namun sewaktu pembongkaran anjung sisi kiri tangga juga dibongkar dan disatukan dengan bangunan baru pada sisi timur. Dinding dari bangunan ini terbuat dari tembok bata. Sebagian besar dinding terdapat ukiran motif Cina (Macau) berupa binatang dan tumbuhan. Rumah gadang ini mempunyai jendela sebanyak 14 buah yang terdapat pada bagian depan, samping kanan, dan belakang. Selain itu, di dalam rumah gadang ini masih tersimpan koleksi berupa kain, keramik, meja, tempat tidur yang seusia dengan bangunan tersebut.[1][5] Referensi
|