Rotan lilin


Rotan lilin
Salah satu varietas rotan lilin (Calamus javensis), C.j. var. mollispinus
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Klad: Tracheophyta
Klad: Angiospermae
Klad: Monokotil
Klad: Komelinid
Ordo:
Famili:
Subfamili:
Tribus:
Genus:
Spesies:
C. ciliaris
Nama binomial
Calamus javensis
Sinonim

Referensi:[1][2]

  • C. borneensis Baill.
  • C. equestris Blume [Nama tidak sah]
  • C. javensis var. acicularis Becc.
  • C. pencillatus (non. Roxb.) Ridley
  • C. tetrastichus Blume
  • Palmijuncus borneensi (Miqg.) Kuntze
  • P. javensis (Blume) Kuntze

Rotan lilin (Calamus javensis) adalah sejenis rotan yang dipakai untuk tali-temali, macam-macam kerajinan, dan dahulu sempat diekspor ke luar negeri pada zaman Hindia Belanda. Sejak zaman Hindia Belanda, tumbuhan ini sudah diperjualbelikan. Di Indonesia, karena varietasnya yang banyak, rotan lilin punya macam-macam nama daerah; seperti, rotan lilin, r. mancik (barat daya Kalimantan), r. puh (untuk var. peninsularis Becc.; Mal.), r. opot (Bngk.), r. pělěděs (Bangka dan Suku Anak Dalam), r. sěrimit (Plb.), r. sěni (Suku Anak Dalam),[3] r. tělingkong daon (var. polyphyllus), r. těmiang (var. sublaevis Becc.), howè omas, h. cacing (Sund. dan Lmp.), r. angkut, dan r. sěga tikus (var. intermedius dan var. tetrastichus; Kalimantan).[4][5]

Deskripsi

Rotan lilin adalah sejenis rotan yang merumpun, dan mencapai tinggi 50 m.[6][7] Adapun batangnya, bisa mencapai lebih dari 10 m, dan batang tanpa selubung-daun berdiameter 2–6 mm, dan dengan selbung diameternya 10 mm, dan ruasnya mencapai 30 cm. Bentuk daun bulat, sedang anak daunnya lonjong bundar hingga lanset bundar. Panjangnya adalah 40 cm, dan daun rotan lilin yang terbawah bentuknya cembung, dan bersilang. Waktu daun masih muda, warnanya merah dan jarang mencapai 5 mm. Panjang tangkai daun adalah 6 cm, dan sedikit berduri. Daunnya adalah berukuran 20 × 35 cm. Tangkai daun tumbuhan ini sedikit berduri, dan berukuran lurus atau segitiga.[6][7] Perbungaannya berbentuk malai memanjang, yang pertama mandul dan bersulur untuk memanjat. Yang lainnya subur, dan panjangnya 1 meter. Buahnya berbentuk lonjong, bersisik, dan berbiji satu. Ukurannya 12 × 8 mm, dan adapun jumlah sisiknya bervariasi antara 15–21, dan berwarna putih-kehijauan. Bijinya agak bersudut, panjangnya 10 mm, dan dengan biji itulah, tumbuhan ini membiakkan dirinya. Tapi, bisa pula memakai tunas.[6][7]

Persebaran & penjelasan taksonomi

Rotan lilin tersebar mulai dari Thailand selatan, Malaysia, Singapura, Borneo, dan Palawan. Tumbuhan ini tumbuh sedari dataran rendah hingga 1800 mdpl. Menurut PROSEA, rotan lilin tumbuh hingga 2000 mdpl. Tumbuh pula di antara hutan hujan. Keanekaragaman rotan agak banyak, dikenal 12 macam varietas yang hampir sama bentuknya, dan dibeda-bedakan satu sama lain berdasarkan duri dan pelepahnya, bentuk, ukuran perbungaan, buahnya. Sebagai contoh, di Semenanjung Malaya, ditemukan 3 varietas, yakni var. purpurascens, var. inermis, dan var. pinangianus. Di Jawa, ada varietas exilis dan yang lain ditemukan di Kalimantan dan Sumatra.[6][7]

Adapun, bukti keanekaragaman rotan lilin itu berupa beberapa macam varietas rotan lilin yang akan diterakan di bawah ini:[1]

  • C. javensis var. sublaevis. Varietas ini memiliki tangkai daun yang panjang, hingga 45 cm, bulat torak, beralur sempit pada sisi atasnya. Menurut Odoardo Beccari, beberapa spesimen herbarium koleksi Hallier (no. 2130 pada Herbarium Bogoriense) dikumpulkan dari wilayah Sungai Kenepai, Keresidenan Sambas, Kalimantan Barat.
  • C. javensis var. intermedius. Menurut Beccari, dahulu rotan ini dinamakan rotan angkut; koleksi Hallier no. 2134 pada Herbarium Bogoriense ini juga diperoleh dari wilayah Sungai Kenepai. Pelepah daunnya dilengkapi dengan duri-duri yang tersebar, agak pendek, berwarna terang, dan agak menaik. Dua anak daunnya yang terbawah menaik, dan lebih besar daripada anak-anak daun selebihnya.
  • C. javensis var. tetrastichus. Bongkol bunga betina dengan seludang utama berujung serupa jarum; perbungaan dengan 3–4 spikelet, masing-masing spikelet dengan panjang 4–5 cm.

Kegunaan

Sejarah perdagangan

Menurut keterangan Heyne (1922), rotan lilin dibuat sebagai pengikat, keranjang, dan tikar. Menurut catatan Heyne, rotan lilin ini diperjualkan dengan macam-macam nama dagang. Misalnya, rotan serimit di Palembang, yang tumbuh di dataran rendah, tumbuh pula di tanah kering sekitaran rawa-rawa. Rotan ini tidak hidup dalam sekumpulan besar. Di Palembang, ada rotan yang tebalnya 3 mm, permukaan tebal, dan panjangnya 12–22 cm. Rotan serimit punya nama lain di daerah lain, Handleiding Warrenkennis yang dikutip Heyne menyebut: rotan lampei di Sampit, r. lilin di Banjarmasin, dan r. pilada di Padang. Warna rotan ini terang, agak kuat dan lentur dan sedikit rapuh, tetapi bagus untuk keranjang dan semacam ini. Menurut sejarahnya dahulu, rotan lilin dijual dengan harga 6-7 gulden.[4]

Di Banjarmasin, rotan lilin didapat dari tepian sungai Kahayan. Rotan lilin ini tebalnya 3 mm, panjang ruasnya 12–16 cm, permukaan halus, kuning, dan bergaris. Pada Mei 1912, Heyne mencatat bahwa harga rotan yang berguna sebagai pengikat adalah 4.50 gulden. Sedangkan, uwi sutra, nama dagang rotan lilin di Palembang, tebalnya 3 mm, bentuknya rata, dan panjang tiap ruas 15–20 cm. Warnanya biru hingga biru terang dengan simpul berwarna merah, dan mudah dibelah. Rotan ini bagus untuk bahan pengikat, dan tidak dijual di perusahaan rotan, karena kurang dikenal. Subspesies sublaevis, yang dikenal dengan rotan temiang di Palembang, dan tidak banyak mirip dengan rotan-rotan di atas sifatnya. Dikenal pula rotan sapit udang di Borneo, yang panjangnya 9 cm, dan permukaannya berkilau. Agak kaku dan kurang kuat, makanya di Banjarmasin, rotan ini tidak diekspor.[4]

Kegunaan & prospek

Rotan lilin -di Indonesia[6] dan Semenanjung Malaya- berguna untuk membuat keranjang dan anyam-anyaman, juga penjerat serta alat musik. Tangkai daunnya yang berduri dipakai pula untuk pemarut, dan juga alat penyumpit. Di Sabah dan Sarawak, rotan lilin dipakai untuk keranjang dan alat pengikat. Tanaman ini diperbanyak lewat biji, dan baru bisa digunakan apabila sudah mengering. Mungkin, tumbuhan ini bisa diperdagangkan secara komersiil.[5][7] Oleh Suku Anak Dalam di Dusun III Senami, Jebak, Kabupaten Batanghari, Jambi, rotan lilin dipakai sebagai bahan kerajinan. Dinamakan rotan seni karena memang rotan lilin dapat digunakan sebagai tanaman yang banyak gunanya, yakni sebagai alat kerajinan.[3]

Referensi

  1. ^ a b Beccari, Odoardo (1911). "Asiatic Palms - Lepydocaryeae". Annals of Royal Botanic Garden, Calcutta. 11 (suplemen No.1): 1 – 142. 
  2. ^ "Calamus javensis Bl". TPL - The Plant List. Diakses tanggal 29 Desember 2013. 
  3. ^ a b Jumati; Hariyadi, Bambang; Murni, Pinta (2012). "Studi Etnobotani Rotan Sebagai Bahan Kerajinan Anyaman Pada Suku Anak Dalam (SAD) di Dusun III Senami, Desa Jebak, Kabupaten Batanghari, Jambi". Biospecies. 5 (1): 33–41. [pranala nonaktif permanen]
  4. ^ a b c Heyne, K. (1922). De nuttige planten van Nederlandsch Indië. 1:373 – 74. Batavia:Ruygrok & Co.
  5. ^ a b de Clerq, Frederik Sigismund Alexander; Greshoff, Maurits (1909). Nieuw plantkundig woordenboek voor Nederlandsch-Indië. hal.188. Amsterdam:J.H. de Bussy.
  6. ^ a b c d e Sastrapradja, S.; Mogea, J.P.; Sangat, H.M.; Afriastini, J.J. (1981). Palem Indonesia. 13:92 – 93. Jakarta:LBN - LIPI bekerjasama dengan Balai Pustaka.
  7. ^ a b c d e Mogea, J.P. (1993). "Calamus javensis" Blume dalam: Dransfield, J. dan N. Manokaran (Editor). Plant Resources of South-East Asia No. 6: Rattans, hal.48. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.
Kembali kehalaman sebelumnya