Resistansi obat bergandaResistensi obat berganda adalah resistensi terhadap berbagai jenis obat dan hanya sedikit obat yang ampuh untuk mengatasinya. Resistensi obat berganda atau multiple drug resistance adalah kondisi dimana mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, atau parasit) tersebut kebal terhadap beberapa antimikroba yang berbeda, biasanya antibiotik, tetapi bisa juga anti jamur, anti virus, anti parasit, atau macam-macam zat kimia, sehingga tidak dapat dimusnahkan.[1] Resistensi obat berganda dibedakan menjadi extensively-drug resistant (XDR) dan pandrug-resistant (PDR) yang diperkenalkan melalui 2011 journal bernama "Clinical Microbiology and Infection" dan dapat diakses oleh siapa saja.[2] Organisme yang umum terhadap resistensi obat bergandaBiasanya bakteri:
Bakteri yang resisten terhadap antibiotikBermacam-macam mikroorganisme telah mengembangkan kemapuan adaptasinya selama ribuan tahun terhadap anasir-anasir antimikroba. Adaptasi melalui mutasi spontan atau transfer DNA. Proses ini memungkinkan sejumlah bakteri melawan keampuhan antibiotik tertentu, sehingga antibiotik menjadi tidak efektif.[4] Mikroorganisme ini memiliki sejumlah mekanisme sehingga terjadi resistensi obat berganda:
Banyak bakteri yang berbeda sekarang menunjukkan perilaku resistensi obat berganda, termasuk staphylococci, enterococci, gonococci, streptococci, salmonella, juga banyak bakteri gram negatip lainnya dan Mycobacterium tuberculosis. Beberapa bakteri yang resisten dapat mentransfer kopi DNA mekanisme resistensinya kepada bakteri tetangganya. Proses ini dinamai horizontal gene transfer. Resistensi terhadap obat anti jamurYeasts seperti Candida species dapat menjadi resisten di bawah perawatan yang lama dengan azole preparations, membutuhkan perawatan dengan kelas obat yang berbeda. Infeksi Scedosporium prolificans hampir semuanya fatal, karena resistensi terhadap sejumlah obat anti jamur.[7] Resistensi terhadap obat antivirusHIV adalah contoh utama dari resistensi obat berganda terhadap obat antivirus, karena bermutasi sangat cepat dengan pemberian obat tunggal. Influenza virus telah meningkat menjadi resisten terhadap bebrbagai macam obat; pertama-tama terhadap amantadenes, kemudian kepada neuraminidase inhibitors seperti oseltamivir, (2008-2009: 98.5% Influenza A adalah resisten obat berganda), juga lebih umum terjadi Cytomegalovirus dapat menjadi resisten terhadap ganciclovir dan foscarnet pada saat perawatan, terutama pada pasien dengan kekebalan yang tertekan. {[Herpes simplex]] virus jarang menjadi resisten terhadap acyclovir, kebnayakan terjadi resistensi silang terhadap famciclovir dan valacyclovir, biasanya pada pada pasien dengan kekebalan tertekan. Resistensi terhadap obat anti parasitContoh utama dari resistensi obat berganda adalah malaria. Plasmodium vivax telah menjadikan chloroquine dan sulfadoxine-pyrimethamine resisten beberapa dasawarsa yang lalu, dan pada tahun 2012 resistensi artemisinin terhadap Plasmodium falciparum telah membumbung di Kamboja Barat dan TThailand Barat. Toxoplasma gondii dapat juga menjadi resisten terhadap artemisinin, sama dengan atovaquone dan sulfadiazine, tetapi tidak selalu resistensi obat berganda[8] Resistensi Obat cacing terutama dilaporkan pada tulisan tentang hewan[9] dan akhir-akhir ini telah menjadi perhatian dari peraturan FDA. Mencegah membumbungnya resistensi antimikrobaUntuk membatasi perkembangan dari resistensi antimikroba, dianjurkan untuk:
Mencegah infeksi adalah yang terbaik. Pada kasus infeksi sistemik, meningkatkan sistem kekebalan dengan immunoglobulin mungkin dapat dilakukan. Referensi
|