Renatus Siburian
Renatus Siburian (19 Oktober 1914 – 20 Juni 1987) adalah seorang pendeta, penginjil, dan perintis Gereja Pentakosta Indonesia di Tapanuli, Sumatera Utara di Indonesia. Dalam kesibukannya sebagai penginjil dan perintis gereja dia mengalami banyak cobaan dalam hidupnya tetapi semua itu dapat dilaluinya oleh karena Tuhannya yang telah memanggil dia dalam perjuangan salib selalu memberikan kekuatan dan jalan keluar. Dalam tugasnya sebagai penginjil pernah dia tidak melihat anaknya meninggal, sebanyak lima kali, sebab kesibukannya untuk mengemban tugas yang dipikulkan Tuhan Yesus kepadanya adalah segala-galanya, bagaimanapun pada waktu dia sedang menginjil di tempat-tempat terpencil. Ditangkap oleh Pemerintahan Jepang oleh karena Injil, kemudian dikucilkan dari kehidupan masyarakat karena dianggap membawa ajaran yang unconventional ("tidak lazim"), tidak cocok dengan doktrin yang sudah ada pada waktu itu. Pendeta Renatus Siburian adalah perintis pertama ajaran Pentakosta di daerah Tapanuli Utara. Hinaan dan segala macam hambatan tidak pernah menghalangi Pendeta ini untuk menyebarkan Injil, bahkan pernah pula orang menuduh dan menganggap bahwa Pendeta Siburian sebenarnya menyebarkan agama yang baru yaitu agama Siburian, sebab kemanapun dia menginjil ratusan orang akan dibaptis, di setiap kampung ke mana dia menginjil pasti hampir seluruh penduduk akan datang mengunjungi Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR) yang dipimpinnya, yang unik bahwa setelah KKR yang selalu diadakan di luar rumah misalnya di halaman, di lapangan terbuka dan di pasar-pasar umum, maka sering pula diadakan tanya jawab tentang ajaran Pentakosta dan tentang isi Alkitab. Baptisan massal selalu diadakan di tempat terbuka, di sungai, di kolam, di danau atau di tempat-tempat sejenis itu, sehingga tetap dapat disaksikan oleh banyak orang. Bukan lagi berita bahwa banyak dari mereka yang dibaptis tadi adalah orang yang kebetulan lewat pada waktu upacara baptisan diadakan dan hanya sekadar ingin tahu apa yang terjadi, tetapi oleh karena Roh Kudus bekerja, orang-orang yang hanya melihat-lihat tadi malah menyerahkan dirinya untuk dibaptis. Dalam pekerjaannya sebagai pembaptis air, sudah puluhan ribu orang yang dibaptiskannya. Banyaknya orang yang dibaptiskan dalam upacara baptisan tadi sangat bervariasi, antara 100 sampai 1200 orang dalam setiap upacara baptisan. Itulah sebabnya Pendeta Siburian selalu dibantu 4 sampai 12 orang Pendeta pada waktu acara pembaptisan diadakan. Orangnya sangat sederhana dan rendah hati, tetapi sangat tegas dan keras dalam hal disiplin. Dia tidak pernah mau menonjolkan dirinya secara menyolok. Banyak Pendeta semasa hidupnya berkata supaya dia membuat satu buku biografi, karena itu sangat berguna bagi penerusnya. Tetapi dia hanya menjawab; "Segala apa yang saya kerjakan sudah tercatat seluruhnya di sorga". Satu kali dia tertawa dan tersenyum simpul ketika seorang Pendeta mengklaim bahwa dialah perintis satu-satunya dari aliran Pentakosta di Tapanuli/Sumatera Utara. Padahal Pendeta itu sendiri adalah anak rohani Pendeta Siburian bahkan Pendeta Siburian sendirilah yang membaptisnya. Tidak heran kalau Pendeta Renatus Siburian tidak seberapa dikenal di luar lingkungan penginjilannya, sebab dia tidak pernah berencana supaya menjadi orang yang terkenal. KeluargaPendeta Ev. Renatus Siburian lahir pada tanggal 19 Oktober 1914 di Paranginan Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Dia adalah anak ke enam dari 7 bersaudara. Abang Pendeta Siburian adalah seorang perintis pentakostawi juga di Tapanuli Utara dan pernah bekerjasama dalam penginjilan sebelum membentuk organisasi gerejanya sendiri. Istrinya yaitu Ibu boru Siahaan yang selalu setia mendampingi Bapak Pendeta melahirkan 9 orang anak, tetapi 5 daripadanya dipanggil Tuhan ketika masih kanak-kanak/bayi. Dan 4 orang lagi terdiri dari 2 orang laki-laki dan 2 orang perempuan, yaitu:
Pendidikan
PekerjaanBekerja sebagai pegawai perusahaan NKPM di Palembang, dan saat itulah dia bertobat. Dia menjadi anggota muda-mudi gereja di bawah pimpinan Pendeta Siwi.
Meninggalkan pekerjaannya di perusahaan minyak dan pergi ke Surabaya untuk masuk sekolah Alkitab karena merasa terpanggil untuk menginjil.
Setelah selesai Sekolah Alkitab, diangkat menjadi Evangelist oleh Hof Bestur De Pinster Kerk untuk daerah kerja Noort Sumatra, sambil menunggu hasil permohonan izinnya yang diajukan ke Gubernur Jenderal yaitu Rechtperson 177 sesuai dengan permohonan. Sambil menunggu hasil permohonan, Pendeta Renatus Siburian menginjil ke tanah Karo bekerjasama dengan Pendeta Purba setelah Pendeta Siburian kembali dari Malaysia/Malaka.
Menginjil dan membuka gereja di Berastagi, tetapi mendapat halangan dari Pemerintah Belanda karena besleit atau izin untuk menginjil belum juga dikeluarkan oleh Gubernur General. Setelah mendapat halangan dari Pemerintah Belanda di Berastagi, Pendeta Siburian pindah ke kota Medan, ibu kota Sumatera Utara untuk menginjil. Hanya beberapa bulan di sana banyak yang telah bertobat dan berhasil membuka siding yang semua anggotanya terdiri dari orang Tionghoa. Di sini pemerintah Belanda kembali memanggil Pendeta Siburian dan menyatakan bahwa dia tidak boleh membuka siding di kota itu karena besleit (izin penginjil) tidak ada atau belum keluar dari Gubernur.
Oleh karena tekanan Pemerintah Belanda pada Pendeta Siburian sedah begitu gencar, maka Pendeta Siburian pindah ke satu kota kecil bernama Kisaran, dan bekerja sebagai guru agama di gereja HCB (Huria Christian Batak) satu gereja beraliran Protestan. Dengan demikian dia dapat melakukan kegiatan penginjilannya di sekitar daerah itu dengan gerakan Roh Kudus di daerah Asahan dan Labuhan batu. Bahkan pada saat itu banyak orang yang dibaptiskannya (baptisan selam) termasuk beberapa anggota gereja HCB tadi.
Karena merasa gerakan penginjilannya terbatas di daerah tersebut lebih sebagai guru agama HCB, maka dia menuju kota Balige di Tapanuli Utara, dan mulai mengadakan gerakan penginjilan di daerah itu. Kemudian, Pendeta Simanjuntak datang dan bekerjasama dengan Pendeta Siburian. Sementara itu izin dari Gubernur Jenderal tidak dapat diharapkan lagi, akibat bias yang diterima oleh Pendeta Siburian sebab Pemerintah Belanda telah mencapnya sebagai Nasionalist, yang pada waktu itu sangat dibenci oleh Belanda. Sampai saat itu Pendeta Siburian belum lagi membuka organisasi agama walaupun sebenarnya orang yang bertobat sudah demikian banyak. Pada mulanya Pendeta Siburian beranggapan bahwa tidak perlu untuk membuka organisasi agama, yang penting adalah menginjil. Tetapi masalah yang timbul adalah bahwa orang-orang yang telah bertobat tadi yang telah dibaptis yang jumlahnya sudah ribuan orang, tidak mempunyai tempat peribadahan yang tetap. Sebab sudah sudah tentu tidak diterima lagi di dalam gereja asalnya kalau dahulu mereka mempunyai gereja asal. Demikian juga bagi mereka yang bertobat dari sipelebegu (animisme), mereka menginginkan tempat tertentu unutk beribadah. Selain itu mereka yang telah bertobat tadi banyak yang sudah dikucilkan dari adat masyarakat kampung dan organisasi desa sebab mereka dianggap manusia aneh, dengan cara mereka beribadah, tepuk tangan dalam puji-pujian, berdoa dengan suara yang kuat, dan lebih mementingkan pekerjaan Tuhan dari lainnya. Hal yang baru ini belum dapat diterima banyak orang pada waktu itu, sehingga pengucilan kepada orang-orang lahir baru ini terjadi hampir di segala pelosok.
Barulah pada tahun ini Pendeta Siburian membentuk suatu organisasi keagamaan yang dinamakan "Gereja Pentakosta Tanah Batak Tapanuli". Ini dimungkinkan karena pada waktu itu adalah peralihan pemerintahan Belanda ke pemerintahan Jepang. Itulah sebabnya semasa hidupnya Pendeta Siburian berkata bahwa Kemerdekaan Indonesia baginya sangat mendalam sekali. Oleh karena kemerdekaanlah maka dia dapat hidup sebagai orang yang mempunyai hak untuk dapat menganut dan menjalankan tugas Injilnya dengan baik. Organisasi gereja ini adalah independent, tidak berafiliasi dengan organisasi lain. Ada yang beranggapan bahwa gereja ini berinduk kepada GPdI. Hal ini tidak benar, sebab gereja yang dibentuk ini tidak pernah mendaftarkan diri kepadda organisasi lain. Ketuanyapun pada waktu pendirian organisasi gereja itu adalah Pendeta Renatus Siburian. Organisasi Gereja Pentakosta ini pertama kali didirikan di Paranginan, Tapanuli Utara. Sejak itu penginjilan dengan nama Gereja Pentakosta ini mengembang sampai ke seluruh pelosok Tapanuli Utara. Boleh dikatakan tidak ada pelosok Tapanuli Utara yang tidak dijelajahi untuk menyebarkan Injil Yesus. Gereja ini berkembang dengan baik dan kemudian menyabar sampai ke Sumatra Timur. Pada waktu penyebaran Injil dan perkembangan gereja ini, tidak sedikit percobaan. Pemerintah Jepang mulai dipengaruhi oleh orang-orang tertentu supaya Gereja Pentakosta ditutup saja. Sebab dari satu Gereja yang didirikan sekarang sudah ratusan gereja yang dibuka. Dan ini terjadi pula di daerah Simalungun dimana banyak gereja di bawah pimpinan Pendeta Siburian ditutup oleh pemerintah Jepang, tetapi setelah Pendeta Siburian menghadap Gudsebu Pemerintahan Jepang kemudian diizinkan untuk membuka kembali. Pengembangan penginjilan yang demikian pesat adalah ditunjang oleh banyaknya tanda-tanda heran dan mujizat yang terjadi di setiap kebaktian massal (KKR) maupun kebaktian rutin. Gereja ini berkembang menjadi Evangelical Church yang murni. Gereja tersebut berkembang menjadi geraja Injili yang fungsinya bukan lagi hanya menampung orang-orang percaya tetapi menjadi pusat gerakan penginjilan di seluruh Tanah Batak dan kemudian Sumatra Timur (sekarang masuk Sumatera Utara). Gereja ini tentu menjadi penggerak penginjilan pentakostawi.
Gereja Pentakosta Tapanuli ini mengadakan sinode yang langsung dipimpin oleh Pendeta Renatus Siburian. Melihat perkembangan yang sudah melebar sampai luar Tapanuli (kabupaten) maka di sinode itu diputuskan untuk mengganti nama gereja ini menjadi Gereja Pentakosta Sumatera Utara (Sumatera Utara adalah provinsi).
Pendeta Siburian mendaftarkan organisasi gereja ini ke Pemerintah Republik Indonesia di pulau Jawa melalui Jawatan agama Tapanuli/ Pulau Jawa. Visi Pendeta Siburian mengenai gereja ini terbuka, ketika dia sadar bahwa gereja ini bisa berkembang ke segala pelosok. Pada mulanya dia berpikir bahwa gerakan ini hanya terjadi di sekitar Tapanuli saja. Namun Tuhan bermaaksud lain, dan ini dengan cepat disadari. Penginjilan ini tidak dapat dibatasi oleh garis perbatasan daerah, sebab penginjilan ini adalah untuk semua manusia.
Gereja Pentakosta Sumatera Utara mengadakan Synode (dipimpin oleh Pendeta Ev. R Siburian ) yang diadakan di kota Balige Tapanuli Utara dan juga memutuskan nama Gereja Pentakosta Sumatera Utara menjadi Gereja Pentakosta Indonesia, yang dipakai sampai sekarang .Belakangan hari ada orang yang memakai nama Organisasi Gereja Pentakosta Sumatera Utara, tetapi itu bukanlah lanjutan dari Gereja Pentakosta Sumatera Utara yang didirikan oleh Pendeta Siburian tetapi orang yang keluar atau memisahkan diri dari gereja pimpinan pendeta Siburian mendirikan gereja yang bernama tersebut.
Pendeta Siburian sebagai ketua Gereja ini, kembali mendaftarkan Organisasi Gereja ini ke pemerintahan R.I.di Jakarta dan mendapat Surat Pengukuhan dari Menteri Kehakiman dan Kementerian Agama di Jakarta.[1]
Rombongan Pendeta Siburian mengadakan kunjungan Penginjilan ke Pulau Nias, sebuah pulau yang pada waktu itu ditempuh empat hari naik kapal kecil mengarungi lautan India. Mereka menginjil dan membuka gereja di sana bersama-sama dengan penduduk setempat antara lain Pendeta Harefa. Sekarang Gereja Pentakosta Indonesia ada 172 sidang di pulau tersebut. KematianPada tanggal 20 Juni 1987 hamba Tuhan Pendeta Evangelist Renatus Siburian dipanggil oleh Tuhan Yesus di Sorga untuk beristirahat dari segala kesusahan dan perjuangan salibnya di atas bumi ini. Dia telah menyelesaikan pekerjaan dan panggilannya dengan baik dan penuh pengabdian. Dia meninggalkan begitu besar pekerjaan untuk jemaatnya dan dia ingin agar jemaat yang ditinggalkannya dapat meneladaninya sebagaimana dia telah meneladani Kristus. Ketika upacara pengebumiannya diadakan, lebih dari 12.000 orang yang hadir dan ribuan orang yang hadir siang malam di rumah duka (selama 4 hari) untuk mengucapkan salam akhir mereka kepada Bapak Rohani umat Pentakosta. Kegiatan lain
Referensi
Lihat pula |