Pulau Sibandang
Pulau Sibandang (dikenal juga sebagai Pulau Pardopur atau Pulau Pardepur)[butuh rujukan] adalah salah satu pulau alami di kawasan Danau Toba.[1][2] Pulau ini berada di Muara, Tapanuli Utara, Sumatera Utara. Merupakan pulau terbesar kedua di kawasan Danau Toba setelah Pulau Samosir. Luasnya mencapai 461 hektare, dengan ketinggian sekitar 910 meter di atas permukaan laut.[1] DemografiPulau ini dihuni empat marga,[3] yaitu marga Ompusunggu, Rajagukguk, Simaremare, dan Siregar dengan jumlah penduduk keseluruhan sebesar 1.200 jiwa[4] dengan kepadatan sekitar 276 orang per kilometer persegi[5]. Terdapat tiga desa yang ada di pulau ini, yaitu Desa Sibandang, Desa Papande dan Desa Sampuran.[2] Empat marga tersebut disimbolkan dengan adanya Pohon Hariara yang tumbuh di Desa Sibandang sebagai pendiri Sibandang. Pulau Sibandang juga merupakan salah satu dari 16 geosite yang ada di Geopark Kaldera Toba. Sejumlah hal yang bisa dinikmati di sana, nuansa pedesaan tradisional dan unsur-unsur geopark.[butuh rujukan] Iklim
Suhu rata-rata di pulai ini adalah 18°C. Bulan terpanas adalah pada Februari (20°C), dan terdingin pada September (16°C).[5] Rata-rata curah hujan di pulau ini adalah 2.674 milimeter per tahun. Bulan terbasah adalah November dengan curah hujan 375 milimeter, dan terkering pada Juni dengan curah hujan 102 milimeter.[7] Flora dan faunaHasil perkebunan menunjang produksi pertanian di kawasan ini. Khususnya komoditas mangga udang, yaitu mangga khas Pulau Sibandang. Komoditas mangga dapat menjadi daya tarik agrowisata melalui beberapa olahan kuliner yang diproduksi masyarakat setempat, seperti dodol mangga dan selai mangga. Selain mangga, terdapat pula hasil kebun lainnya, seperti alpukat, kopi, jagung, kakao, kacang tanah, bawang merah, dan ubi-ubian. Mayoritas penduduk bekerja sebagai petani. Sektor ekonomi lainnya, yaitu berasal dari hasil tangkapan ikan air tawar, seperti ikan mas, mujair, dan pora-pora.[butuh rujukan] TradisiBeberapa ritual adat yang masih dilakukan di Pulau Sibandang, seperti Gombura berupa ritual meminta hujan pada musim hujan. Lumban Pasir, yaitu ritual memuja, dan Situnggung berupa ritual berdoa sambil memainkan ogung atau alat musik berbentuk gong sekaligus alat komunikasi yang digunakan masyarakat Batak. Selain ritual, terdapat juga kesenian sakral seperti Hoda-hoda, sejenis kuda lumping. Kemudian, ada Tarian Tor-tor, dan kerajinan yang berkembang, yaitu menenun ulos tradisional di Desa Papande. Bisa dilihat langsung mulai dari proses pembuatan tali, motif hingga pengerjaan. Jenis ulos yang paling terkenal dari Sibandang adalah Ulos Harungguan. Kegiatan menarik lainnya yang bisa dilakukan dan disaksikan di Pulau Sibandang adalah memancing ikan di tengah danau. Sebagian besar masyarakat di sini juga bermata pencaharian sebagai nelayan. Desa ini juga memiliki situs peninggalan sejarah berupa rumah kepala nagari yang telah berdiri selama ratusan tahun, sejak zaman kolonial Belanda. Ada juga rumah adat Rajagukguk yang kini dijadikan sebagai tempat wisata. Rumah ini merupakan raja pertama di Sibandang yang sudah berusia kurang lebih 300 tahun. Puncak Bukit Sibandang juga termasuk spot yang banyak dikunjungi wisatawan karena keunikannya. Dari sini kita bisa menikmati sisi tengah Danau Toba. Di desa ini bisa dilihat pula makam Raja Sorta Uluan yang dikenal sebagai Raja Sibandang. Ada lagi situs partungkoan, yakni merupakan kursi batu tempat raja-raja dahulu melakukan rapat atau musyawarah.[butuh rujukan] ReferensiWikimedia Commons memiliki media mengenai Sibandang.
|