Polutan organik persistenPolutan organik persisten (POP) merupakan kontaminan kimia dengan karakteristik beracun dan persisten atau keras bagi lingkungan, bioakumulatif, rentan terhadap migrasi dan deposisi lintas batas atmosfer jarak jauh, dan berefek serius bagi kesehatan manusia, satwa liar, dan biota laut baik yang dekat maupun jauh dari asal emisinya.[1] POP adalah senyawa yang susah terurai serta dapat berefek karsinogenik dan mutagenik pada kesehatan manusia dan ekosistem lingkungan. KarakteristikPOP bersifat hidrofobik dan lipofilik. Pada lautan dan daratan, mereka menikat kuat pada padatan, terutama bahan organik, menghindari segmen air. Mereka juga mudah memasuki jaringan lemak suatu organisme. Penimbunan senyawa POP dalam jaringan lemak memungkinkan senyawa bertahan lama dalam biota, dimana tingkat metabolismenya rendah. Akibatknya POP dapat memanjat rantai makanan karena efek gabungan dari konfrontasi, metabolisme, dan lipofilisitas. POP berpindah ke daerah yang bersuhu rendah dan mengendap disana, karena suhu rendah tidak memungkinkan mereka mudah rusak. Akibatnya, mereka bergerak dari udara dan air ke tanah dan tumbuhan, kemudian ke hewan dan manusia dengan mudahnya. POP cenderung bergerak dalam fase gas dibawah suhu lingkungan. Oleh karena itu, mereka menguap dari tanah, bervegetasi, dan sistem akuatik ke udara, karena resistensi mereka tahan terhadap reaksi pemecahan di udara, sehingga dapat berimigrasi jarak jauh. Hal tersebut juga dapat disebabkan dari sifat semi-volatile yang ada.[2] POP dapat bertahan lama pada tanah atau sedimen, udara, dan biota, pada tanah/sedimen selama tahunan hingga dekade dan bertahan pada udara selama beberapa hari. POP dapat menghilang jika tidak ada sumber yang menyebabkan adanya POP lagi. Jenis dan klasifikasiSengaja dibuatAldrin, endrin, chlordane, DDT, dieldrin, heptachlor, mirex, toxaphene, hexachlorobenzene (HCB), dan polychlorinated biphenyls (PCBs). AldrinAldrin, nama sebuah senyawa yang mengandung 95% HHDN.[3] Aldrin akan dimetabolisme menjadi dieldrin jika masuk tubuh. DielderinDieldrin, senyawa yang terikat kuat pada tanah. Dieldrin memiliki sifat peristen yang tinggi dan solubilitasnya tinggi dalam lemak, menyebabkan dieldrin dapat mengalami biokonsentrasi dan biomagnifikasi dalam organisme.[3] DDTDDT, tergolong dalam hidrokarbon berklor (chlorinated hydrocarbons atau organochlorines), tidak mudah terurai dan persisten di organisme maupun lingkungan.[4] HCBHCB, diproduksi secara disengaja sebagai pestisida dan juga tidak disengaja diproduksi dari proses industry, seperti dari industry pestisida, kimia dan juga proses pembakaran.[5] HCB dapat terbentuk dari industry pestisida yang mengandung klorin, seperti atrazine, simazine, picloram, pentachloronitrobenzene (PCNB), chlorothalonil, dimethyl tetrachloroterephthalate (DCPA), pentachlorophenol, technical HCH and lindane. Selain itu HCB juga terdapat pada technical chlorothalonil dan pentachlorophenol. PCBsPCBs, senyawa yang sengaja diproduksi secara komersial sebagai campuran pada aplikasi industri seperti pada cairan dielektrik pada kapasitor dan trafo, selain itu juga secara tidak sengaja terkandung sebagai impurities pada pelarut tinta, bahan plastik, dan cat.[6] Tidak sengaja dibuatPolychlorinated dibenzi-p-dioxins (PCDDs) dan polychlorinated dibenzofurans (PCDFs). PCDDsPCDDs, senyawa dari pembakaran tidak sempurna, proses produksi pestisida dan senyawa berklorin lainnya.[6] Senyawa tersebut lepas ke lingkungan dari pembakaran terbuka dari sampah, sisa pertanian, industri logam dan limbah berbahaya. PCDFsPCDFs, dihasilkan dari proses yang sama dengan proses yang menghasilkan PCDDs, dan juga produksi PCBs. Sumber dan emisiSumber utama POP adalah api, pestisida, dan bahan kimia. Pembakaran non sampah dan pembakaran sampah terbuka termasuk pembakaran pada lokasi pembuangan sampah menjadi sumber POP yang disengaja. Kebakaran baik pada sampah maupun non sampah yang tidak disengaja juga merupakan sumber POP, karena sumber utama POP dari api yang membakar suatu barang. Semakin besar kebakaran atau pembakaran, semakin besar emisi POP yang dihasilkan. Pestisida mengandung bahan kimia terstentu yang digunakan untuk membasmi hama pada tanaman. Dosis dan toksisitasPOP dikhawatirkan karena potensi toksisitasnya dan dominasi di lingkungan. Berbagai senyawa mencemari air, masuk ke tanah dan diserap oleh tanaman yang kemudian dikonsumsi oleh hewan dan manusia.[2] Sejumlah bahan kimia POP diakui sebagai pengganggu hormon yang dapat menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan sistem reproduksi pada hewan dan manusia. Beberapa komplikasi yang terjadi pada hewan dan manusia akibat cemaran POP meliputi cacat lahir, ketidakmampuan belajar, kanker, neurologis, reproduksi, dan gangguan imunologi. Manajemen dan perbaikanKeberadaan POP sudah menjadi isu dunia dan memiliki tantangan tersendiri dalam mengatasinya. Beberapa teknik untuk menangani POP telah ditemukan, seperti termal, kimia, dan teknik biologi dan kombinasinya, seperti green nanothecnology dan magnetic-biochar. Referensi
|