Pertempuran Toba-Fushimi
Pertempuran Toba-Fushimi (鳥羽・伏見の戦い , Toba-Fushimi no Tatakai) adalah pertempuran antara pasukan pendukung pemerintah Kekaisaran Jepang melawan pasukan pendukung Keshogunan Tokugawa yang merupakan bagian dari Perang Boshin di Jepang. Pertempuran ini dimulai pada 27 Januari 1868 (tanggal 3 bulan 1 tahun 4 Keiō menurut kalender lama Jepang), ketika pasukan Keshogunan Tokugawa bentrok dengan pasukan aliansi Domain Chōshū, Domain Satsuma, dan Domain Tosa di dekat Fushimi, Kyoto. Pertempuran berlangsung selama empat hari, berakhir dengan kekalahan telak pasukan keshogunan. Latar belakangPengembalian kekuasaan ke tangan Kaisar Jepang secara resmi diproklamasikan pada 4 Januari 1868. Shogun Tokugawa Yoshinobu yang sebelumnya telah mengembalikan kekuasaan pemerintahan ke tangan kaisar, setuju untuk bertindak sebagai "instrumen pelaksana" perintah kekaisaran.[6] Peristiwa ini menandai berakhirnya pemerintah Keshogunan Tokugawa.[7] Meski pengunduran diri Yoshinobu menyebabkan kekosongan pada tingkat tertinggi pemerintahan, aparat negara dari pihak keshogunan tetap bertahan. Keluarga Tokugawa juga bertahan sebagai kekuatan utama dalam tatanan politik yang sedang berubah.[8] Kenyataan ini tidak dapat ditolerir oleh tokoh garis keras dari Satsuma dan Chōshū.[9] Meskipun mayoritas anggota dewan penasihat cenderung mendukung berlanjutnya kerja sama dengan keluarga Tokugawa dan merasa puas dengan deklarasi resmi kekuasaan langsung di tangan Kaisar Meiji yang masih berusia 15 tahun, Saigō Takamori secara fisik mengancam anggota dewan agar memerintahkan penyitaan tanah-tanah feodal milik Yoshinobu.[10] Walaupun awalnya setuju dengan permintaan istana, Yoshinobu pada 17 Januari 1868 menyatakan "bahwa ia tidak akan terikat oleh proklamasi Restorasi dan mengimbau istana untuk membatalkannya."[11] Pada 24 Januari 1868, setelah termakan provokasi para ronin dari Satsuma di Edo, Yoshinobu dari markasnya di Istana Osaka memutuskan untuk menyiapkan serangan ke Kyoto, dengan dalih membersihkan unsur-unsur Domain Satsuma dan Domain Chōshū yang mendominasi istana, sekaligus "membebaskan" Kaisar Meiji yang masih muda dari pengaruh mereka. PersiapanPertempuran dimulai oleh pasukan keshogunan yang bergerak ke Kyoto untuk menyampaikan sepucuk surat dari Shogun Yoshinobu. Isi surat berupa peringatan untuk kaisar tentang adanya intrik-intrik yang sedang direncanakan Domain Satsuma dan bangsawan istana pendukung mereka, seperti Iwakura Tomomi.[12] Pasukan keshogunan yang berjumlah lebih dari 15.000 prajurit unggul dalam jumlah, 3 banding 1 dibandingkan pasukan gabungan Domain Satsuma-Domain Chōshū. Pasukan keshogunan sebagian besar terdiri dari prajurit Domain Kuwana dan Domain Aizu, diperkuat oleh prajurit nonreguler Shinsengumi. Meski sebagian dari tentara keshogunan adalah tentara bayaran, sebagian lainnya seperti korps elite Denshūtai telah menerima pelatihan dari penasihat militer Prancis. Sebagian prajurit dari kedua belah pihak diterjunkan ke garis depan dengan persenjataan tradisional tombak dan pedang. Sebaliknya, pasukan Aizu terdiri dari kombinasi tentara modern dan samurai, dan kurang lebih begitu pula keadaan pasukan dari Satsuma. Keshogunan memiliki pasukan bersenjata lengkap, sementara pasukan Domain Chōshū paling terorganisir dan dilengkapi persenjataan paling modern.[13] Menurut Conrad Totman: "Dalam istilah organisasi ketentaraan dan persenjataan, keempat pihak yang bertikai kemungkinan dapat diurutkan sebagai: Chōshū yang terbaik, pasukan infanteri Bakufu nomor dua, pasukan Satsuma berikutnya, sementara pasukan dari Aizu dan sebagian pasukan dari domain-domain bawahan paling belakang".[14] Sebagian pasukan keshogunan tidak memiliki semangat bertempur yang jelas, terbukti dari banyaknya senapan kosong yang dibawa prajurit garis depan. Motivasi dan kepemimpinan dari pihak keshogunan juga terbukti kurang.[15] Walaupun pasukan Chōshū dan Satsuma kalah dalam jumlah, mereka dipersenjatai dengan senjata modern, seperti howitzer Armstrong, senapan Minié, dan sebuah senapan Gatling. Pasukan keshogunan agak tertinggal dalam soal perlengkapan, meski pasukan elite keshogunan baru saja selesai dilatih oleh misi militer Prancis untuk Jepang. Shogun juga mengandalkan pasukan yang disediakan oleh domain yang bersekutu dengan keshogunan. Namun pasukan dari domain sekutu keshogunan tidak selalu maju dalam hal perlengkapan dan teknik militer. Akibatnya, pasukan keshogunan terbentuk dari campuran tentara modern dan tentara ketinggalan zaman. Angkatan Laut Inggris pada dasarnya mendukung Satsuma dan Chōshū, dan menempatkan sebuah armada yang kuat di Pelabuhan Osaka. Keberadaan armada Inggris di Osaka menjadi faktor ketidakpastian yang memaksa keshogunan untuk mempertahankan garnisun di Osaka ditambah sebagian pasukan dalam jumlah signifikan, dan bukan mengerahkan mereka semua untuk menyerang Kyoto.[16] Keberadaan pasukan asing ini sehubungan dengan baru dibukanya pelabuhan-pelabuhan di Hyogo (sekarang Kobe) dan Ōsaka) untuk pelabuhan asing, tiga minggu sebelumnya pada 1 Januari 1868.[17] Tokugawa Yoshinobu sendiri sedang terbaring di tempat tidur akibat demam tinggi, dan tidak berpartisipasi langsung dalam operasi ke Kyoto.[18] Pertempuran 27 JanuariPada 27 Januari 1868 (hari ketiga tahun baru kalender lama Jepang), Tokugawa Yoshinobu dari markasnya di Istana Osaka (sebelah selatan Kyoto) mulai memberangkatkan pasukannya ke utara ke arah Kyoto, lewat dua rute utama: jalan utama Toba (鳥羽街道) dan jalan utama Fushimi (伏見街道). Seluruhnya ada sekitar 13.000 tentara yang diberangkatkan. Meskipun demikian, mereka terpencar-pencar, hanya sekitar 8.500 prajurit yang terlibat bentrokan di Toba-Fushimi.[19] Komandan gabungan (Rikugun Bugyō) operasi tersebut bernama Takenaka Shigekata.[20] Pertempuran TobaPasukan keshogunan bergerak ke arah Toba di bawah pimpinan wakil komandan Ōkubo Tadayuki, seluruhnya terdiri dari kira-kira 2.000 hingga 2.500 prajurit.[21] Pada sekitar 17.00, pasukan garis depan keshogunan yang sebagian besar terdiri dari sekitar 400 anggota polisi khusus Mimawarigumi dipersenjatai tombak dan sejumlah senjata api di bawah pimpinan Sasaki Tadasaburo mendekati pos pemeriksaan yang dijaga pasukan Satsuma di Jembatan Koeda (小枝橋), Toba (sekarang berada di Minami-ku, Kyoto).[22] Mereka diikuti dua batalion infanteri (歩兵) yang membawa senapan kosong karena mereka tidak benar-benar mengantisipasi adanya pertempuran. Dua batalion infanteri keshogunan dikomandani oleh Tokuyama Kōtarō, diikuti jauh di selatan oleh delapan kompi dari Kuwana yang membawa empat meriam. Sebagian pasukan dari Matsuyama dan Takamatsu dan domain lainnya juga ikut serta, namun pasukan kavaleri dan artileri dari keshogunan tampaknya tidak ikut.[23] Pasukan keshogunan menghadapi sekitar 900 pasukan Domain Satsuma yang berlindung di parit-parit dan dilengkapi persenjataan empat meriam.[24] Setelah menolak memberi izin pasukan keshogunan untuk lewat, pasukan Satsuma mulai menembak dari arah samping yang menjadi tembakan pertama dalam Perang Boshin. Peluru yang ditembakkan pasukan Satsuma meledak di kereta senjata yang berada di sebelah kuda yang ditunggangi komandan pasukan keshogunan Takigawa Tomotaka. Kuda yang terkejut itu melempar Takigawa, lalu berlari dengan liarnya, menyebabkan kolone keshogunan panik dan kacau balau.[25] Serangan Satsuma begitu hebat dan segera membuat tentara keshogunan kacau balau dan mundur.[26] Sasaki memerintahkan anak buahnya untuk menyerbu penembak meriam Satsuma, namun anggota Mimawarigumi hanya dipersenjatai tombak dan pedang. Mereka tewas secara massal.[27] Meskipun demikian, pasukan dari Kuwana dan sebuah unit di bawah pimpinan Kubota Shigeaki bertahan di posisi mereka, terlibat tembak-menembak tanpa menimbulkan korban berarti.[28] Ketika ditarik mundur, pasukan keshogunan membakar rumah-rumah penduduk. Aksi tersebut justru mempermudah penembak jitu Satsuma untuk membidik mereka. Pertempuran mereda pada malam hari setelah pasukan bala bantuan dari Kuwana tiba.[29] Sekarang ini lokasi Pertempuran Toba telah diubah menjadi taman umum bernama Taman Tobarikyūato (鳥羽離宮跡公園). Di taman ini didirikan monumen untuk memperingati Pertempuran Toba. Letaknya persis di antara Jembatan Koeda, lokasi pasukan Satsuma ditempatkan, dan sebuah kuil bernama Jōnangū (城南宮) tempat bermarkasnya pasukan kekaisaran. Pertempuran FushimiPada hari yang sama, pasukan Satsuma-Chōshū yang maju ke tenggara Fushimi juga bentrok dengan pasukan keshogunan, dan berakhir tanpa ada pihak yang menang atau kalah.[30] Pasukan gabungan Satsuma-Chōshū mulai menembaki pasukan keshogunan setelah mereka mendengar tembakan meriam dari kawasan Toba. Pasukan keshogunan terdiri dari pasukan Bakufu, Shinsengumi, dan pasukan Aizu. Pertempuran sengit terjadi memperebutkan Jembatan Bungobashi (豊後橋). Peristiwa 28 JanuariPada 28 Januari, Iwakura Tomomi menyerahkan perintah yang diperolehnya dari Kaisar Meiji kepada Saigo Takamori dan Okubo Toshimichi. Perintah tersebut berisi pernyataan bahwa Tokugawa Yoshinobu dan pengikutnya sebagai musuh istana, memberi otorisasi penggunaan kekuatan militer untuk menupas mereka, dan memberi izin penggunaan panji-panji kain brokat kekaisaran.[31] Panji-panji brokat ini telah disiapkan sebelumnya, dibuat oleh Okubo Toshimichi beberapa bulan sebelumnya, dan disimpan di kediaman resmi Domain Chōshū di Kyoto hingga ada kesempatan yang tepat.[32] Selain itu, Pangeran Yoshiaki yang berusia 22 dan menjalani hidup sebagai biksu di kuil monzeki Ninna-ji diangkat sebagai panglima tertinggi tituler angkatan darat. Meski Pangeran Yoshiaki tidak memiliki pengalaman militer, pengangkatan ini secara efektif mengubah pasukan aliansi Satsuma-Chōshū menjadi angkatan darat kekaisaran (Kangun). Perubahan status ini terbukti sebagai senjata ampuh perang psikologis. Anggota tentara keshogunan menjadi bingung dan terpecah belah, karena barang siapa yang menembak ke arah pasukan kekaisaran secara otomatis menjadi musuh kaisar. Pasukan keshogunan yang sebelumnya berada di Toba ditarik mundur dan bergabung dengan pasukan keshogunan lainnya di Tominomori (富の森). Di tempat tersebut mereka mendirikan pangkalan komando. Sementara itu, Pertempuran Laut Awa berlangsung pada hari yang sama di Laut Pedalaman Seto. Pertempuran laut tersebut merupakan pertempuran laut pertama yang melibatkan armada kapal-kapal modern di Jepang, dan berakhir dengan kemenangan kecil armada keshogunan atas armada Satsuma. Meskipun demikian, kemenangan di Pertempuran Laut Awa tidak berhasil mengubah hasil akhir pertempuran di darat. Peristiwa 29 JanuariPertempuran TominomoriPasukan keshogunan yang baru dikelompokkan kembali di Tominomori (富の森) diserang oleh pasukan Satsuma pada pagi harinya. Sekitar tengah hari, panji-panji brokat kekaisaran tampak di belakang pasukan Satsuma-Chōshū. Pada awalnya kedua belah pihak tidak ada yang mengenali panji-panji tersebut. Kurir perlu dikirim ke kedua belah pihak untuk menjelaskan makna panji-panji tersebut. Pasukan keshogunan menjadi bingung. Sebaliknya, pasukan Satsuma-Chōshū yang semangat meninggi, mencabut pedang-pedang mereka dan menyerbu garis-garis pertahanan pasukan keshogunan. Serangan balasan sempat dicoba oleh pasukan keshogunan sebelum mereka terpaksa mundur dalam keadaan kacau.[33] Pada sore harinya, pasukan keshogunan sekali lagi harus mundur sampai ke kawasan Nōsho (納所) yang searah dengan Istana Yodo. Pertempuran TakasegawaPasukan keshogunan yang diberangkatkan ke Fushimi, terdiri dari pasukan Aizu, Shinsengumi, dan pasukan gerilya Yūgekitai (遊撃隊) kembali diserang di Takasegawa (高瀬川) dan Ujigawa (宇治川) pada pagi 28 Januari oleh pasukan Satsuma dan Choshu. Pasukan keshogunan dipaksa mundur setelah mendapat kekalahan pahit. Mereka juga mundur ke arah Istana Yodo. Pasukan keshogunan berusaha melakukan regrup di Istana Yodo, tapi mereka dilarang masuk. Setelah melihat panji-panji kekaisaran dan mengetahui pasukan keshogunan telah kalah, daimyo Domain Yodo telah memutuskan untuk membelot ke pihak kekaisaran. Permohonan tentara keshogunan yang sedang mundur ditolak, gerbang-gerbang Istana Yodo tetap ditutup untuk pasukan keshogunan. Mereka akhirnya terpaksa melarikan diri hingga ke Istana Osaka. Daimyo Domain Tsu membelot ke pihak kekaisaran dua hari kemudian. Peristiwa 30 JanuariPasukan keshogunan beramai-ramai mundur hingga ke Istana Osaka. Di markas besarnya di Istana Osaka, Tokugawa Yoshinobu mengumpulkan para penasihat dan pemimpin militernya untuk merencanakan strategi dan mempertinggi moral. Yoshinobu berkata kalau secara pribadi dia akan terjun ke medan tempur sebagai komandan pasukan keshogunan. Namun pada sore harinya, Yoshinobu menyelinap pergi dari Istana Osaka ditemani oleh daimyo dari Aizu dan Kuwana. Mereka berencana melarikan diri ke Edo dengan menaikan kapal perang keshogunan Kaiyō Maru. Kaiyō Maru belum datang, sehingga Yoshinobu menginap pada malam itu di atas kapal perang Amerika Serikat USS Iroquois yang melabuh jangkar di Teluk Osaka. Kapal Kaiyō Maru tiba pada hari berikutnya. Setelah mendengar berita Shogun telah pergi, sisa-sisa pasukan keshogunan meninggalkan Istana Osaka yang kemudian jatuh ke tangan pasukan kekaisaran tanpa perlawanan. Di kemudian hari Yoshinobu mengaku bahwa dirinya sangat terganggu oleh persetujuan kaisar atas aksi-aksi yang dilakukan pihak Domain Satsuma dan Chōshū, dan, begitu tampak panji-panji kekaisaran, ia kehilangan semua semangat untuk melawan.[34] Penasihat militer Prancis Jules Brunet dan Cazeneuve yang juga ikut serta dalam pertempuran, meninggalkan Osaka dan kembali ke Edo pada 12 Januari bersama-sama Enomoto Takeaki dengan menaiki kapal Fujisan. Enomoto membawa serta berbagai dokumen dan harta keshogunan sejumlah 180,000 ryō. Mereka tiba di Edo pada 14 Januari 1869. PascapertempuranMeskipun Pertempuran Toba-Fushimi berskala kecil, akibatnya begitu besar. Prestise dan moral pasukan Keshogunan Tokugawa telah sangat melemah, dan banyak daimyo yang sebelumnya bertahan untuk netral telah menyatakan berada di pihak kaisar, dan menawarkan dukungan militer untuk membuktikan loyalitas mereka. Usaha gagal Tokugawa Yoshinobu untuk merebut kembali kendali pemerintahan justru membungkam unsur-unsur di dalam pemerintah baru kekaisaran yang sebelumnya memilih pemecahan masalah secara damai.[35] Istana Osaka yang sempat dijadikan simbol hegemoni Tokugawa atas Jepang barat, jatuh ke tangan pasukan kekaisaran. Konflik ini berakhir dengan penyelesaian militer ketimbang kompromi politik. Catatan kaki
Referensi
Pranala luar
|