Pertempuran Laut Cirebon
Pertempuran Laut Cirebon adalah peristiwa penyerangan kapal pimpinan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) oleh kapal perang Angkatan Laut Belanda, HMS Kortenaer yang berlokasi di wilayah perairan Cirebon pada tanggal 5 Januari 1947.[1] Insiden tersebut menyebabkan gugurnya salah satu perwira Angkatan Laut, Lettu (anumerta) Samadikun bersama tenggelamnya kapal perang milik Indonesia, KRI Gajah Mada 408.[2] Awal mulaSebagai upaya meningkatkan kesiapsiagaan dan keahlian pasukan, Armada Pangkalan III Cirebon melakukan latihan gabungan perang laut bersama Angkatan Darat, polisi, dan sejumlah laskar di Keresidenan Cirebon sejak tanggal 1-5 Januari 1947 di perairan teluk Cirebon.[3] Kapal perang yang digunakan ALRI sebagai komando latihan saat itu adalah jenis kapal coaster pengangkut barang yang dibeli dari Singapura pada Oktober 1946 dengan haluan dan lambung kapal berbahan kayu, dan hanya dilengkapi persenjataan berupa satu meriam otomatis Oerlikon 20 mm dan satu senapan mesin Type 1 12.7mm.[4] Belanda yang pada saat itu menganggap ALRI yang mengadakan patroli laut telah melanggar status quo atas perundingan Linggarjati, akhirnya melakukan pengintaian dari jarak jauh selama latihan berlangsung.[3] Pada tanggal 3 Januari pukul empat sore kapal perang Belanda datang mendekati pantai Cirebon. Kedatangan kapal tersebut terlihat oleh KRI Gajah Mada yang sedang berpatroli. Pada tanggal 4 Januari pukul sembilan pagi kapal Belanda tipe pemburu kembali muncul di teritorial perairan Cirebon dan kemudian melepas sauh sejauh 7 mil (11,26 km) dari pantai. Namun selama patroli divisi KRI Gajah Mada tidak mengalami baku tembak dari pihak Belanda.[5] Insiden penembakanPertempuran antara KRI Gajah Mada dengan Kapal Perang Kortenaer milik Belanda terjadi pada tanggal 5 Januari di Perairan Cirebon. Pada hari terakhir latihan, kapal Pimpinan ALRI Pangkalan III Cirebon di bawah komando Lettu Samadikun memimpin iring-iringan Kapal Patroli P-8 yang dipimpin Lettu Sukamto, Kapal Patroli P-9 yang dipimpin Lettu Supomo, Kapal Tunda Antareja dan Tunda Semar yang dipimpin Lettu Toto PS berlayar ke arah utara. Di tengah laut mereka dihadang oleh Kapal Kortenaer milik Belanda. Pada jarak 4 mil (6,44 km) kapal Belanda memberi isyarat agar iring-iringan eskader ALRI segera dihentikan, tetapi isyarat tersebut tidak diindahkan sehingga Belanda memberikan serangan bombardirnya.[6] Lettu Samadikun kemudian memerintahkan kapal eskader untuk melakukan olah gerak menuju pelabuhan. Siasat Lettu Samadikun adalah membiarkan iring-iringan kapal kembali ke pelabuhan dan KRI Gajah Mada terus melaju sebagai tamengnya supaya tidak semua eskader kapal mengalami kehancuran. KRI Gajah Mada kemudian memutar haluan untuk menghadapi kapal musuh dan melepaskan tembakan balasan dengan senapan mesin berat, adu tembak antara kapal tempur pimpinan Samadikun dengan kapal milik Belanda tidak dapat terelakkan. Beberapa menit kemudian tembakan dari Belanda berhasil mengenai lambung kanan hingga merusak mesin kapal. Lettu Samadikun memerintahkan awaknya untuk segera meninggalkan kapal, sementara KRI Gajah Mada masih terus melaju mendekati musuh dan memberikan serangan balasan menggunakan senjata kaliber 12,7 mm.[6] Namun beberapa tembakan setelahnya, HMS Kortenaer berhasil menenggelamkan KRI Gajah Mada bersama Komandan kapal, Lettu Samadikun beserta awak kapal yang tersisa, Ismail Jait dan Sumaryo.[7] Setelah berakhirnya insiden tersebut, sebagai bentuk penghormatan Lettu Samadikun dinaikkan pangkatnya menjadi kapten.[2] Referensi
Daftar PustakaOemar, Moh (1982). LAKSDA TNI AL Anumerta Yosaphat Soedarso (PDF). Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. |