Pertanian tradisional Mandailing
Metode PertanianPraktik pertanian tradisional di Mandailing mengutamakan pendekatan organik dan berkelanjutan. Pemanfaatan pupuk alami, seperti kotoran hewan dan sisa-sisa tanaman, menjadi ciri khas utamanya. Hingga saat ini petani lebih sering menggunakan pupuk yang bersifat kimia Lahan pertanian umumnya berbentuk terasering, yang mengoptimalkan sumber daya air dari sungai atau mata air pegunungan. Hasil pertanian utama meliputi padi, jagung, ubi kayu, dan aneka jenis sayuran. Selain bertani, masyarakat sering mengintegrasikan kegiatan peternakan, seperti memelihara kambing, atau ayam. Hasilnya dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari atau dijual di pasar lokal.[2] Peralatan TradisionalDalam aktivitas pengolahan lahan, masyarakat Mandailing menggunakan alat-alat sederhana yang kebanyakan terbuat dari bahan kayu atau logam, seperti cangkul, bajak tradisional yang ditarik oleh kerbau, serta sabit. Peralatan ini tidak hanya mencerminkan kemampuan teknis, tetapi juga nilai-nilai budaya yang terus diwariskan. Masyarakat mandailing juga menerapkan gotong royong yang tertudang dalam marsialap ari untuk turun ke sawah. Pengelolaan irigasi menjadi aspek krusial dalam pertanian tradisional Mandailing. Air dialirkan melalui saluran-saluran kecil yang digali secara manual untuk mendistribusikan air secara merata ke seluruh area sawah. Sistem ini terbukti efektif dalam mendukung kebutuhan pengairan.[3] Referensi
|