Pertamina Geothermal Energy
PT Pertamina Geothermal Energy Tbk atau biasa disingkat menjadi PGE, adalah anak usaha Pertamina Power Indonesia yang bergerak di bidang eksplorasi, eksploitasi, dan produksi panas bumi. Hingga akhir tahun 2020, perusahaan ini mengelola 15 wilayah kerja yang tersebar di seantero Indonesia.[1][2] SejarahPerusahaan ini memulai sejarahnya pada tahun 1974, saat pemerintah Indonesia menugaskan Pertamina untuk melakukan survei sumber panas bumi, serta melakukan eksplorasi dan eksploitasi panas bumi untuk membangkitkan listrik. Pada tanggal 28 Januari 1983, Pertamina mulai mengoperasikan PLTP Kamojang Unit I yang berkapasitas 30 MW dengan memanfaatkan panas bumi dari Lapangan Kamojang di Jawa Barat. Pada tanggal 2 Oktober dan 15 November 1987, Pertamina mulai mengoperasikan PLTP Kamojang Unit 2 dan 3 yang masing-masing berkapasitas 55 MW. Pada tanggal 8 Agustus 1996, Pertamina mulai mengoperasikan PLTP Sibayak Monoblok yang berkapasitas 2 MW dengan memanfaatkan panas bumi dari WKP Gunung Sibayak-Gunung Sinabung di Sumatera Utara. Pada tanggal 21 Agustus 2001, Pertamina mulai mengoperasikan PLTP Lahendong Unit 1 yang berkapasitas 20 MW dengan memanfaatkan panas bumi dari Lapangan Lahendong di Sulawesi Utara. Pada tahun 2002, Pertamina mengembalikan 16 dari 31 wilayah kerjanya ke pemerintah. Pada tahun 2006, Pertamina resmi mendirikan perusahaan ini untuk mengelola bisnisnya di bidang panas bumi. Pada tanggal 19 Juni 2007, perusahaan ini mulai mengoperasikan PLTP Lahendong Unit 2 yang berkapasitas 20 MW. Pada tanggal 26 Januari 2008, perusahaan ini mulai mengoperasikan PLTP Kamojang Unit 4 yang berkapasitas 60 MW. Pada tanggal 22 dan 30 September 2008, perusahaan ini mulai mengoperasikan PLTP Sibayak Unit 1 dan 2 yang masing-masing berkapasitas 5 MW. Pada tanggal 7 April 2009, perusahaan ini mulai mengoperasikan PLTP Lahendong Unit 3 yang berkapasitas 20 MW. Pada tanggal 23 Desember 2011, perusahaan ini mulai mengoperasikan PLTP Lahendong Unit 4 yang berkapasitas 20 MW. Pada tahun 2012, Pertamina mengalihkan kuasa pengusahaan atas sumber daya panas bumi di 14 wilayah kerja ke perusahaan ini. Pada tanggal 16 September 2012, perusahaan ini mulai mengoperasikan PLTP Ulubelu Unit 1 dan 2 yang berkapasitas 55 MW dengan memanfaatkan panas bumi dari WKP Ulubelu di Lampung. Pada tahun 2015, perusahaan ini mengembalikan WKP Gunung Iyang Argopuro dan WKP Kotamobagu ke pemerintah. Pada tanggal 7 Juli 2015, Presiden Joko Widodo meresmikan PLTP Kamojang Unit V berkapasitas 35 MW yang dioperasikan oleh perusahaan ini. Pada tanggal 26 Juli 2016, perusahaan ini mulai mengoperasikan PLTP Ulubelu Unit 3 yang berkapasitas 55 MW. Pada tanggal 15 September dan 9 Desember 2016, perusahaan ini mulai mengoperasikan PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 yang masing-masing berkapasitas 20 MW. Pada tanggal 25 Maret 2017, perusahaan ini mulai mengoperasikan PLTP Ulubelu Unit 4 yang berkapasitas 55 MW. Pada tanggal 6 April 2018, perusahaan ini mulai mengoperasikan PLTP Karaha Unit 1 yang berkapasitas 30 MW.[1][2] Pada akhir bulan Agustus 2019, perusahaan ini mulai mengoperasikan PLTP Lumut Balai Unit I yang berkapasitas 55 MW.[3] Pada bulan Agustus 2021, Pertamina menyerahkan mayoritas saham perusahaan ini ke Pertamina Power Indonesia sebagai bagian dari upaya untuk membentuk subholding di internal Pertamina yang bergerak di bidang energi baru dan terbarukan.[4] Pada bulan Februari 2023, perusahaan ini resmi melantai di Bursa Efek Indonesia.[5] Referensi
Pranala luar |