Perlambang Roma LamaPerlambang Roma Lama (bahasa Latin: vetus symbolum romanum), atau Syahadat Roma Lama, adalah versi Syahadat Para Rasul yang lebih tua dan lebih singkat.[1] Syahadat ini berasaskan Kaidah Iman abad ke-2 dan pernyataan iman dalam bentuk tanya-jawab yang ditujukan kepada calon baptis pada abad ke-3 atau sebelum abad ke-3.[1] Pada abad ke-4, pernyataan iman ini didapati sudah terdiri atas tiga bagian, selaras dengan nas Matius 28:19 (baptislah mereka dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus[2]), yakni bagian dari Amanat Agung. Menurut sejarawan Gereja John Norman Davidson Kelly, bapa-bapa Gereja abad ke-2, Tertulianus dan Ireneus, menyinggung syahadat ini di dalam risalah-risalah mereka.[3] Kesaksian paling kunoMenurut Oxford Dictionary of the Christian Church, peninggalan tertulis pertama yang membuktikan keberadaan syahadat ini adalah sepucuk surat yang dilayangkan kepada Paus Yulius I pada tahun 340 atau 341, dan yang baru-baru ini diteorikan ditulis dalam konteks kontrovesi Arian.[1] Bettenson dan Maunder menjelaskan lebih lanjut bahwa ketika diasingkan dari keuskupan Angkira akibat hasutan pihak Arian, Marselus tinggal di Roma selama dua tahun, dan akhirnya menghasilkan peninggalan tertulis yang disimpan Yulius, Uskup Roma, yakni surat yang memuat syahadat tersebut. Selain itu, sekitar tahun 400, Rufinus, seorang padri asal Akuilea, meninggalkan salah satu versi Latin syahadat ini di dalam risalahnya, Commentarius in Symbolum Apostolorum (P.L. xxi. 335B). Rufinus meyakini bahwa syahadat tersebut adalah Syahadat Roma, "kaidah iman" yang disuratkan para Rasul di Yerusalem.[4] Kira-kira pada waktu yang sama, Niketas, Uskup Ramesiana, juga menulis risalah Explanatio Symboli (P.L. Lii. 865-874B) berdasarkan Perlambang Roma Lama, tetapi ditambahi unsur persekutuan para kudus. Meskipun frasa "Syahadat Para Rasul" sudah muncul di dalam sepucuk surat Santo Ambrosius yang ditulis sekitar tahun 390, pernyataan iman yang dikenal dengan sebutan "Syahadat Para Rasul" pertama kali dikutip dengan susunan kalimat seperti yang ada saat ini pada abad ke-8. Syahadat tersebut adalah hasil pengembangan Perlambang Roma Lama, dan tampaknya berasal dari jemaat Hispania-Galia, lalu diterima di Roma sesudah Kaisar Karel Agung mewajibkan pemakaiannya di seluruh wilayah kedaulatannya.[5] Versi Latin dan versi YunaniTeks Latin yang tercantum di dalam karya tulis Tiranius Rufinus: Credo in deum patrem omnipotentem; Teks Yunani yang tercantum di dalam karya tulis Marselus, Uskup Angkira: Πιστεύω οὖν εἰς θεòν πατέρα παντοκράτορα· Perbedaan antara teks latin dan teks YunaniVersi Latin (Rufinus) dan versi Yunani (Marselus) merupakan terjemahan yang tidak melenceng, harfiah, dan verbatim satu sama lain. Satu-satunya perbedaan yang mencolok adalah frasa penutup di dalam teks Yunani, yaitu ζωὴν αἰώνιον (kehidupan kekal), yang tidak ada padanannya di dalam teks Latin. Frasa "kehidupan kekal" tercantum di dalam Syahadat Para Rasul yang ada saat ini. Versi Latin yang tercantum di dalam karya tulis Niketas, Uskup Ramesiana, juga sangat mendekati versi Rufinus (biasanya secara verbatim) tetapi juga menyertakan frasa vitam eternam (kehidupan kekal), sama seperti versi Marselus, dan frasa communionem sanctorum, yang tidak terdapat di dalam versi Rufinus maupun versi Marselus. TerjemahanAku percaya akan Allah, Bapa Yang Mahakuasa; Baca jugaRujukan
Kepustakaan
Pranala luar
|