Perang Goryeo–Khitan
Perang Goryeo–Khitan adalah seri dari invasi-invasi pada abad ke-10 dan 11 oleh bangsa Khitan dari Dinasti Liao terhadap Dinasti Goryeo di wilayah perbatasan RRT dan Korea saat ini. Perang-perang ini berdampak atas kalahnya pasukan Liao. Latar belakangSemasa zaman Tiga Kerajaan Korea, Goguryeo menempati sebelah utara semenanjung Korea dan sebagian besar Manchuria. Dengan jatuhnya Goguryeo tahun 668, Silla menyatukan Tiga Kerajaan, sementara bagian utara bekas wilayah Goguryeo diduduki sekutu Silla, yaitu Dinasti Tang. Seorang mantan Jenderal Goguryeo menguasai kembali teritori Goguyeo di Manchuria dengan mendirikan kerajaan Balhae. Ketika Balhae, suku Yimaek dan Dinasti Tang melemah, kelompok suku Khitan mulai mengekspansi teritorinya di wilayah Mongolia Dalam dan Tiongkok Utara. Dengan jatuhnya Tang tahun 907, Tiongkok mengalami masa panjang perang sipil. Pada tahun 911, akibat terancam oleh ekspansi Khitan, Balhae meminta pertolongan Silla di semenanjung Korea. Tercatat pada Zaman Tiga Kerajaan Akhir, pemimpinnya pernah meminta bantuan dari Dinasti Goryeo. Pada tahun 916, pemimpin suku Khitan, Yelü Abaoji, mendirikan Dinasti Liao di Tiongkok Utara dan menyingkirkan dominasi suku Yimaek dan etnis Han . Hubungan Goryeo – KhitanDinasti Goryeo menggantikan posisi Silla pada tahun 918. Pada tahun 926 Khitan menyerbu Balhae dan membuat para pemimpin dan rakyatnya mengungsi ke Dinasti Goryeo di selatan. Sejarahnya kerajaan-kerajaan Korea memelihara hubungan diplomatik dengan dinasti-dinasti tradisional Tiongkok, tetapi menganggap suku-suku utara sebagai barbarian, terutama setelah kejatuhan Balhae. Pada tahu 922, Yelü Abaoji mengirimkan kuda dan unta sebagai hadiah kepada Goryeo. Namun, ketika Balhae runtuh, Raja Taejo menerima para pengungsinya dan mulai menerapkan kebijakan ekspansi ke utara. Pada tahun 942, Liao kembali mengirim hadiah 50 ekor unta pada Goryeo, tetapi ditolak Taejo dan bahkan mengasingkan utusan Khitan ke sebuah pulau dan membiarkan unta-untanya mati kelaparan. Penerus Raja Taejo pun menerapkan kebijakan anti-Khitan. Raja Jeongjong membentuk gabungan militer 300.000 orang pasukan untuk menghadapi Khitan. Goryeo membangun benteng-benteng di wilayah barat laut perbatasan dan meningkatkan pertahanan di wilayah Pyongan dan Hamgyong. Ekspansi LiaoPada tahun 946, Liao menghadapi konflik dengan Dinasti Song yang menyatukan Tiongkok pada tahun 960. Dalam tubuh pemerintahannya, Liao pun mengalami konflik antar-anggota keluarga kerajaan yang berakibat pada gagalnya usaha menaklukkan Tiongkok. Pada tahun 962, Goryeo mulai bersekutu dengan Song dan menerapkan kebijakan ekspansi utara. Sebuah negeri kecil yang terdiri dari warga pengungsi Balhae di lembah Sungai Yalu bernama Jeongan-guk ikut bergabung bersama Goryeo dan Song melawan Khitan. Dinasti Liao menjadi lebih stabil dibawah Kaisar Shengzong. Setelah menaklukkan Jeongan-guk tahun 986 dan menginvasi Jurchen di Yalu Bawah tahun 991, Khitan memperkuat pertahanan menghadapi Goryeo. Invasi PertamaPada tahun 993, Khitan melancarkan serangan ke perbatasan barat laut Goryeo dengan 800 ribu pasukan. Pasukan Khitan menarik diri dan menyerahkan wilayahnya di timur sungai Yalu ketika Goryeo menyetujui untuk mengakhiri aliansinya dengan Song. Namun diam-diam Goryeo masih mengadakan hubungan dengan Song, serta semakin memperkuat posisi dengan membangun benteng-benteng wilayah teritori barunya. Invasi KeduaLiao kembali melancarkan invasi pada tahun 1010 dengan 400 ribu tentara. Hal ini terjadi saat adanya konflik dalam tubuh pemerintahan. Akibat invasi ini Raja Hyeonjong terpaksa berlindung ke Naju. Takut akan serangan balik Khitan menarik mundur pasukannya. Invasi KetigaKetika Goryeo menyatakan penolakannya untuk mengembalikan teritori di utara, Liao kembali menginvasi Goryeo pada tahun 1018 dengan kekuatan 100 ribu orang tentara. Saat mereka sampai di sungai Kwiju, tentara Goryeo membuka bendungan dan menenggelamkan sebagian besar dari tentara Khitan. Setelah kekalahan itu Dinasti Liao dan Goryeo melakukan kesepakatan berdamai. Referensi
Pranala luar
|