Pengetahuan tradisional

Pengetahuan tradisional merupakan suatu istilah yang memiliki banyak pengertian. Hal ini dikarenakan banyak yang berkepentingan terhadap hal ini, oleh sebab itu perlu dihimpun. Menurut World Intellectual Property Organization (WIPO), adalah ciptaan-ciptaan yang didasarkan pada karya sastra tradisional, seni atau ilmu pengetahuan, pertunjukan-pertunjukan, invensi-invensi, penemuan-penemuan ilmiah, desain, merek, nama-nama dan simbol, informasi yang bersifat rahasia dan semua inovasi lainnya yang bersifat tradisi. Hal ini mencakup dua hal, yakni adalah pengetahuan yang mengacu pada hal yang diketahui dan bukan hanya suatu bentuk ekspresi, dan pengetahuan yang menurut budaya tradisional tertentu.[1]

Alasan perlindungan

Konsep kepemilikan mengenai pengetahuan tradisional ini sendiri memiliki konsekuensi yang berbeda mengenai Hak Kekayaan Intelektual pada umumnya. Dalam konsep pengetahuan, hal ini harus dijaga dan dipelihara oleh setiap generasi secara turun-temurun, karena dengan memberi perlindungan bagi pengetahuan tradisional akan memberi manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Ada alasan-alasan utama yang dilakukan untuk memberi perlindungan terhadap pengetahuan tradisional, yakni :

  1. Pertimbangan keadilan;
  2. Konservasi;
  3. Memelihara budaya dan praktik tradisional;
  4. Mencegah perampasan oleh pihak yang tidak berwenang terhadap komponen pengetahuan tradisional;
  5. Mengembangkan penggunaan dan kepentingan tradisional.

Bedasarkan alasan tersebut, dapat ditarik 4 prinsip yang dimiliki oleh komunitas setempat, yakni diantaranya adalah pengakuan, perlindungan, pembagian keuntungan, dan hak untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Adapula prinsip lain yang dapat diterapkan dalam hal ini adalah, hak moral, yakni adalah informasi terlebih dahulu/ prior informed concern, sebagaimana telah diatur dalam CBD (Convention of Biological Diversity).[2]

Sifat menurut Convention of Biological Diversity (CBD)

Pengetahuan tradisional ini dirumuskan sifat- sifatnya oleh konvensi ini, sebagai berikut:[3]

  1. Hak kolektif dan komunal;
  2. Suksesi hak dan kewajiban Pengetahuan Tradisional kepada penerusnya;
  3. Memiliki terminologi sebagai sarana konservasi alam dan penggunaan yang berkelanjutan atas sumber daya hayati;
  4. Tidak berorientasi pasar.;
  5. Berlum dikenal luas dalam forum perdagangan internasional.
  6. Telah diakui dalam Konvensi ini pada 1992 sebagai alat konservasi Sumber Daya Alam.

Referensi

  1. ^ Wiradirja, Imas. R. Pengetahuan Tradisional dan Hak Kekayaan Intelektual. Bandung: PT. Refika Aditama. hlm. 59. 
  2. ^ Purba, Achmad. Z. U. (2013). Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs Alumni. Bandung. 
  3. ^ Convention of Biological Diversity 1992. 
Kembali kehalaman sebelumnya